[Download PDF KONTAN Daily Momentum vs Pengalaman]
oleh Jennie M. Xue
Pengalaman buruk, seperti kekalahan dan kegagalan merupakan guru yang tidak ternilai. Pengalaman baik, seperti kemenangan dan sukses juga merupakan guru, bahkan sangat luar biasa mengingat kita bisa menggandakannya serta menciptakan momentum untuk kemenangan-kemenangan besar di masa depan.
Karl Weick, PhD dalam makalah akademiknya dalam American Psychologist (1984) menuliskan bahwa kemenangan-kemenangan kecil namun mempunyai arti besar menciptakan pola yang bisa menarik sekutu, mengecilkan hati lawan, dan memperkecil resistensi terhadap penawaran di masa depan. Rentetan kemenangan-kemenangan kecil menciptakan velositas sehingga momentum dapat dibuka dan dipakai untuk kesuksesan berikutnya.
Binatang tercepat di dunia adalah cheetah yang mampu berlari dengan kecepatan 70 mil per jam. Kunci dari kecepatannya bukan berlari dengan kecepatan yang sama setiap saat, namun dengan mengatur momentum kapan perlu melompat, menerjang, dan zig-zag ke samping yang berfungsi untuk meningkatkan akselerasi.
Koreografi suatu perjalanan merupakan kunci sukses.
Kombinasi berbagai kemampuan yang difokuskan untuk produk, bisnis, atau kegiatan baru memberikan fundamental pengalaman yang bisa ditransfer dan digunakan sebagai “pencipta momentum” baru.
Misalnya, iPhone diciptakan oleh perusahaan komputer Apple, padahal telpon genggam lainnya kebanyakan diciptakan oleh perusahaan telekomunikasi. iPhone mengkombinasikan kekuatan komputer dengan fleksibilitas dan mobilitas telpon genggam konvensional. Terbukalah “momentum” smartphone ala iPhone yang kelak diikuti oleh para produsen telekomunikasi lainnya.
Lantas, apakah “momentum” lebih penting daripada “pengalaman”? Dalam situasi-situasi tertentu, bisa jadi momentum menentukan lonjakan yang memultiplikasikan kesempatan.
Prinsip “if you can make it in New York City, you can make it anywhere” sebenarnya adalah lirik dari lagu Frank Sinatra. Shane Snow dalam Smartcuts: How Hackers, Innovators, and Icons Accelerate Success mengingatkan. Pengalaman yang tidak linear namun mempunyai korelasi dan membutuhkan inventaris kepribadian, keahlian, ketrampilan, dan kemampuan yang mirip, bisa jadi merupakan “pintu momentum” yang diperlukan untuk sukses di bidang yang lain.
Sebagai contoh, apabila seseorang mampu merintis karir dan mempertahankannya di perusahaan tertentu yang prestigius, misalnya Citibank atau Accenture, maka “diasumsikan” ia akan mampu untuk memimpin perusahaan menengah. Dalam dunia pemerintahan, cukup banyak contoh bahwa seorang pemegang tampuk pimpinan belum pernah meniti karir linear yang berpuncak di posisi menteri atau bahkan presiden. Posisi tersebut diberikan kepadanya dengan “asumsi” bahwa skill di posisi yang lampau merupakan fondasi yang baik untuk posisi yang sekarang.
Pengalaman merupakan guru yang sangat berharga, namun pengalaman yang dijadikan bahan belajar bisa saja berasal dari siapapun. Anda belajar dari pengalaman orang lain, selain belajar dari pengalaman diri sendiri. Seorang mentor yang baik, alias sungguh-sungguh tulus dan berdedikasi dalam membimbing dan mengarahkan berdasarkan pengalaman masa lalunya juga merupakan guru yang sangat berharga. Bahkan seseorang dengan kaliber Steve Jobs pun tidak ragu memanggil CEO Intuit Bill Campbell sebagai “mentor”nya.
Mentoring merupakan pilihan yang baik apabila antara mentor dan mentee mempunyai kecocokan gaya pengajaran dan belajar, disamping mentee yang “tidak terbang terlalu cepat dan terlalu tinggi” sehingga akhirnya menukik tajam ke bawah. Studi menunjukkan bahwa mentoring secara informal menghasilkan mentee yang lebih berkapasitas dalam problem solving, daripada mereka yang menerima mentoring formal. Ini diakui oleh Sheryl Sandberg, COO Facebook dalam bukunya Lean In.
Pengalaman dari seorang mentor yang mengikuti perjalanan karir atau bisnis mempunyai arti yang lebih besar daripada pengalaman dari seorang mentor yang hanya memberikan penjelasan mengenai cara kerja belaka. Dengan kata lain, seorang mentor yang men-share pengalaman soft-skills-nya lebih berarti daripada yang hanya men-share pengalaman hard-skills belaka.
Momentum dan pengalaman perlu berjalan bersama dalam mempersiapkan sukses. Pengalaman memberikan fondasi, sedangkan momentum memberikan daya lompat multiplikasi. Kombinasi keduanya yang ideal melahirkan sukses gemilang. Semangat berkoreografi.[]
KONTAN Daily, 20 Februari 2015