[Download PDF KONTAN WEEKLY Manipulasi Psikologi]
oleh Jennie M. Xue
Secara umum, ada dua jenis skill (ketrampilan): hard dan soft. Keduanya sangat penting dalam hidup, bisnis, dan karir karena sangat menentukan kadar sukses. Kemampuan mengidentifikasi kapan kita sedang dimanipulasi merupakan soft skill penting yang sangat membantu survival dan proses penitian tangga sukses.
Sudah beberapa kali penulis diminta oleh pembaca untuk menulis tentang “skill mendeteksi” termasuk mendeteksi manipulasi, bullying, dan lainnya yang sangat umum terjadi setiap hari di tempat kerja. Artikel ini merupakan yang pertama dari serangkaian tulisan mengenai “skill mendeteksi” yang akan penulis terbitkan.
Pertama-tama, pahami bahwa skill mendeteksi manipulasi merupakan salah satu skill yang tidak mudah diraih. Untuk itu, diperlukan latihan dan ketajaman berpikir serta daya observasi yang tinggi.
Salah satu penyebab “kesulitan” ini adalah “programming” masa lalu. Dengan kata lain, apabila lingkungan Anda sendiri manipulatif dan telah bertahun-tahun hidup dalam suasana demikian, ini telah menjadi “default state,” sehingga Anda tidak lagi dapat dengan mudah mengenalinya.
Kedua, seorang manipulator sangat pandai mempermainkan perasaan Anda, sehingga Anda mengira bahwa “there is something wrong with me” alias “ada sesuatu yang salah dengan diri Anda sendiri.” Para istri yang sering dimanipulasi oleh suami yang sering menyalahkan mereka, bisa saja mengira bahwa “memang ada yang salah dengan saya.”
Para manipulator tersebut sangat pandai berkata-kata, sehingga Anda malah “mengagumi” mereka dan “menyalahkan” diri sendiri. Biasanya para manipulator “membuat Anda jatuh percaya” kepada mereka atas satu dan lain hal.
Ketiga, proses manipulasi membutuhkan niat dan proses berpikir kompleks. Hanya mereka yang pandai mempergunakan berbagai trik psikologi yang berhasil sebagai seorang manipulator.
Jadi, dibutuhkan inteligensi tinggi dan pengetahuan psikologi yang cukup untuk bergerak sebagai manipulator, misalnya dengan teknik “pacing” yaitu mengikuti berbagai gaya komunikasi dan pola pikir Anda. Mereka membuat diri mereka “mirip” dengan Anda dan tidak ragu untuk mengingatkan bahwa kalian berdua sangat mirip.
Keempat, para manipulator sering kali memberi masukan sebagai “pakar” baik secara formal maupun informal. Biasanya, mereka mempunyai posisi di atas, baik dalam posisi formal maupun informal, seperti kakak, dokter, pengacara, konsultan, pelatih olah raga, orang tua, paman, bibi, suami, bos, dukun, salesperson, paranormal, atasan, guru, pelatih, dan sebagainya.
Sebaiknya jangan cepat percaya kepada siapapun yang posisinya di atas Anda, apalagi kepada mereka yang mengaku “bisa membaca pikiran” atau “mampu membaca masa depan” karena ini berarti Anda menyerahkan diri secara psikologis untuk dimanipulasi total. Bahkan para manipulator juga sering kali menggunakan “data statistik,” padahal bisa saja semua angka tersebut palsu. Toh Anda juga tidak bisa memverifikasi kebenarannya.
Kelima, menekan Anda untuk mengambil keputusan saat itu juga. Biasanya, manipulator menggunakan berbagai strategi, seperti adanya deadline, tanggal terakhir sebelum bonus berakhir, tidak akan ada bonus lagi, harus dilakukan sekarang atau hangus, harus diselesaikan sebelum tutup hari, dan sebagainya.
Pilihan terbaik ya, tentu saja dengan mengatakan, “Saya pertimbangkan dulu.” Jika perlu, katakan ini seribu kali. Jangan mau didesak untuk alasan apapun.
Keenam, manipulator sering kali menggunakan rasa bersalah, apalagi jika Anda seseorang yang penuh empati, penyayang, atau sensitif akan kebutuhan orang lain. Bukankah dunia ini penuh dengan kisah-kisah “Si A digunakan oleh si B”?
Jika Anda seseorang yang tampak jelas mempunyai rasa empati yang besar, belajar untuk mengendalikannya. Tonjolkan sikap yang lebih “tough” daripada sensitif. Sikap yang lebih “cuek” daripada “super tanggap” akan “kesulitan” orang lain.
Ketujuh, dalam relationship, seperti dalam pernikahan atau hubungan pacaran, seorang manipulator biasanya akan marah besar atau bahkan menangis apabila apa yang diinginkannya tidak diperoleh. Ini merupakan senjata mereka sehingga mereka yang dimanipulasi “terpaksa menyerah.”
Ini sering kali terjadi dalam KDRT, di mana seorang suami manipulator melakukan kekerasan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Namun, tidak semua bentuk “tantrum dewasa” berbentuk kekerasan. Tidak jarang malah para manipulator “menangis” untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Di tempat kerja, para manipulator berkedok atasan bisa saja mengancam akan menghentikan hubungan kerja apabila yang diinginkan tidak tercapai. Ini tentu sangat menyulitkan mereka yang jadi korban manipulasi karena mereka sangat membutuhkan pekerjaan sebagai sumber nafkah.
Konklusinya, gunakan logika daripada emosi dalam berkomunikasi dengan siapapun. Gunakan posisi seorang observer daripada seorang pelaku. Jadi, Anda mengamati proses komunikasi itu sendiri, tidak hanya substansi kontennya. Dan ingat untuk menjadi diri Anda yang “tidak submisif” alias independen dalam berpikir dan bertindak. Juga ingat untuk memimpin pembicaraan dan perbuatan tanpa meninggalkan sopan santun dan etika dengan kebesaran hati.[]
KONTAN WEEKLY, 23-29 Oktober 2017