[Dowload PDF KONTAN WEEKLY Saat Menyerah Itu Baik]
oleh Jennie M. Xue
Penulis bukan orang yang mudah menyerah. Begitu juga Anda. Kita semua berusaha menjalankan apa yang terbaik berdasarkan berbagai pertimbangan dan sering kali “ayo maju terus pantang mundur” merupakan pilihan yang paling bijaksana.
Namun, ada kalanya “menyerah” merupakan suatu pilihan yang lebih baik daripada “maju terus” tanpa arah dan impulsif.
Lantas, bagaimana Anda dapat mendeteksi bahwa saat ini adalah momen yang tepat untuk “maju terus” atau “menyerah”? Juga, bagaimana kita dapat tahu di muka bahwa pilihan “menyerah” ini lebih tepat daripada “maju terus” atau “memilih sesuatu yang lain”? Serta bagaimana tindak lanjutnya?
Tidak ada jawaban yang pasti karena soft skills pengambilan keputusan bukanlah Ilmu Pasti. Setiap keputusan yang diambil pasti memiliki pro dan kontra serta resiko yang perlu dikenali sejak awal.
Namun juga jangan terlalu menggantungkan diri akan hal-hal supernatural seperti “menunggu tanda dari Yang Kuasa.” Anda boleh berdoa, namun usaha atau ikhtiar sendiri merupakan doa yang lebih ampuh.
Pertama, mendeteksi titik “maju terus” atau “menyerah.” Ini erat hubungannya dengan kapasitas diri dan kemampuan menilai tuntutan eksternal.
Jadi, kenali secara obyektif sedalam apa kapasitas diri Anda dan bagaimana tuntutan pekerjaan atau gol tersebut. Apakah ada titik temu atau malah ada jurang lebar. Bisakah dicarikan solusi bagi “jurang” tersebut.
Kedua, mengenali “menyerah” lebih baik daripada “maju terus” dan “memilih yang lain.” Ini relatif dan tidak ada yang dapat menyatakan ini atau itu lebih baik dan tepat secara pasti.
Mengingat dunia itu dinamis, setiap gol dan alternatif juga bergerak. Untuk itu, asahlah kemampuan untul mengenali dan melakukan perbandingan di antara berbagai pilihan.
Cara termudah bisa dilakukan dengan cost-benefit analysis atau weighted comparison. Berbagai analisa kualitatif juga bisa dilakukan.
Ketiga, apa yang perlu dilakukan ketika “telah menyerah.” Yang jelas, Anda tidak perlu bersedih karena “menyerah” di sini bukan berkonotasi negatif.
Bahkan “kekalahan” sekalipun bukanlah hal yang negatif. Ini hanyalah perubahan momentum belaka. Janganlah suatu istilah membuat Anda menjadi emosional atau stres.
Jadi, ketika “menyerah,” sebenarnya Anda sedang mengubah momentum dari fokus ke satu hal ke hal yang berbeda. Dan ini berarti Anda perlu mengenyampingkan gol-gol yang lalu dan fokus ke gol-gol baru.
Keempat, bagaimana mengenali “momentum” ketika memilih sesuatu yang berbeda. Sesungguhnya, dunia ini dipenuhi oleh dua hal: pilihan dan gol. Pilihan menggerakkan gol dan sebaliknya. Dan penggeraknya adalah “momentum.”
Ketika Anda mampu memilah-milah gol-gol yang sesuai dengan skill dan resources dan menjalankan pilihan-pilihan yang sesuai kebutuhan (demand) di masa depan, Anda telah mengenali “momentum.” Namun, bagaimana mengenali future demand?
Anda perlu beberapa langkah di muka orang lain dengan meng-update informasi dari berbagai sumber yang dapat dipercaya. Gunakan kacamata “high-level thinking” dalam menganalisa. Lampaui (transcend) hal-hal sepele di hadapan Anda.
Melihat bukanlah dengan mata, namun dengan pikiran. Berpikirlah jauh ke muka. Apa efek dari pilihan satu ini dalam satu, dua, lima, hingga sepuluh tahun di muka?
Salah satu sahabat saya di AS menerapkan “berpikir jauh di muka” dalam segala hal, bahkan ketika mendidik anak-anak mereka. Misalnya, ketika putri mereka yang berusia 10 tahun tidak mambawa jaket, ia tidak dimarahi karena kedinginan itu sendiri telah menjadi hukuman baginya. Tidaklah perlu menambah trauma anak dengan memarahinya lagi.
Sahabat saya itu hanya memarahi anak-anaknya ketika perbuatan mereka mempunyai efek jangka panjang, seperti tidak mengerjakan PR. Bayangkan, dengan tidak mengerjakan PR berarti nilai harian akan buruk dan ini mempengaruhi nilai rapor.
Ketika nilai rapor buruk maka bisa tidak naik kelas dan berarti akan sulit untuk diterima di universitas yang baik. Dengan tidak mengerjakan PR satu, dua, sepuluh, hingga seratus kali, maka ini akan menyebabkan masa depan yang suram bagi si anak.
Kenali betul bahwa setiap pilihan untuk “menyerah” atau “maju terus” membawa akibat di masa depan. Kenali berbagai posibilitas dan probabilitas kejadian. Apa yang baik dan buruk, timbanglah dengan akal sehat dan daya nalar yang baik. Bukan dengan berbagai “petunjuk” supranatural dan simbol-simbol khayalan.
Konklusinya, menyerah hanya baik dilakukan apabila memang tidak ada jalan lain selain “maju terus.” Dan kenali momentum yang baik sebelum menyerah. Apa posibilitas dan probabilitas perlu dipelajari sebelum keputusan besar diambil. Semoga berguna.[]
KONTAN WEEKLY, 16-22 Oktober 2017