Select Page

Kontan

Download KONTAN Daily Hati-Hati Skema Piramida

oleh Jennie S. Bev, Santa Clara

Skema piramida alias
Ponzi Scheme akan selalu mengintai, baik ketika perekonomian sedang baik maupun
sedang kurang baik. Baru-baru ini, Golden Traders Indonesia Syariah berbasis di
Malaysia, yang disertifikasi oleh Majelis Ulama Indonesia sebagai “halal secara
syariah” ternyata hanyalah skema piramida klasik. Di Indonesia yang terkenal
dengan impunitasnya, para pengembang bisnis skema piramida dari luar negeri
pun, bisa dipastikan sudah “mengincar” dengan mengeluarkan air liur.

Seorang “investor” pemula
sebaiknya mengenali betul ciri-ciri skema piramida, terlepas dari “kedok”nya
yang merupakan “business model.” Kasus di atas, misalnya, menggunakan investasi
emas sebagai model bisnis. Ada juga yang menggunakan investasi lainnya,
sebagimana Bernie Madoff di AS. Dari berbagai model yang beredar di jejaring
sosial Internet yang penulis amati, ada juga yang hanya bermodel “cuap-cuap
janji-janji gombal.” Belum lagi yang menggunakan berbagai model bisnis yang
sedang trendi saat ini di Indonesia. 

Salah satu model bisnis
lainnya yang pernah ada: janji kerja sama sebagai partner pertambangan.
Berhati-hatilah dengan modus operandi “investasi tambang” seperti baru bara,
emas, dan berbagai jenis metal lainnya. “Perang uang” dan “pertumpahan darah”
tidak jarang terjadi demi mendapatkan tambang sumber “kekayaan instan.” Dan ini
bisa dijadikan salah satu cara mendapatkan dana “investasi” dari mereka yang ingin
kaya mendadak.

Paling tidak ada lima hal
yang bisa diamati untuk menghindari penipuan-penipuan berskema piramida maupun
investasi dengan tujuan “kaya mendadak.” Khusus untuk Indonesia yang terkenal
dengan impunitas para penjahat kerah putih apalagi yang telah mengeruk uang
miliaran dari para “investor” yang tertipu, sesungguhnya lebih dari lima ciri
yang perlu diperhatikan.

Sayangnya, tidak ada
financial database yang mencatat perilaku dan aktivitas kredit dan finansial
dari setiap individu pembayar pajak di Indonesia. Catatan kredit konsumen
antar-bank hanya mencakup pencatatan aktivitas-aktivitas terbatas, seperti
peminjaman uang dan perilaku pembayaran hutang kembali. Apabila Anda memiliki
akses ini, gunakan dengan sebaik mungkin.

Para investor asal
Indonesia (maaf) terkenal naif dan “ingin cepat kaya” tanpa banyak mempelajari
teori dan praktek finansial. Tidak jarang bisnis baru yang diharapkan ROI dalam
satu maupun dua tahun saja. Kultur “kaya mendadak” memang kerap menjadi
“kambing hitam” kegagalan investasi dan ini digunakan para “Bernie Maddof”
dalam memangsa.

Pertama, ROI alias return
on investment yang sangat tinggi, bisa lebih dari 25 persen dalam waktu dekat.
Kuncinya adalah rate of return rata-rata investasi di pasar saham. Jika investasi
yang ditawarkan bisa memberi hasil jauh lebih cepat dengan waktu yang sangat
pendek, maka kemungkinan besar investasi tersebut adalah fiktif.

Kedua, penggunaan
nama-nama institusi dan individu sebagai pendukung, endorser, pemilik, maupun penasehat
yang berasal dari latar belakang yang non-finansial. Sebagai contoh, MUI yang
merupakan organisasi keagamaan, bukanlah endorser yang pantas diperhitungkan
dalam dunia investasi. Para politisi maupun anggota legislatif mungkin
merupakan backing yang cukup tinggi pamornya, namun bukanlah pendukung yang
pantas diperhatikan dalam dunia investasi. Bahkan Bernie Madoff-pun yang pernah
bekerja di dunia finansial bergengsi, ternyata penipu belaka.

Ketiga, cross check
dengan institusi-institusi pemberi standar maupun surveyor, jika memungkinkan.
Sebagai contoh, lembaga-lembaga surveyor yang mengeluarkan sertifikasi bagi tambang
dan barang-barang hasil tambang, bisa dimintakan pertanggungjawabannya secara
profesional. Pegang baik-baik sertifikasinya dan cek-ricek keabsahannya.
Pertanyakan dalam keadaan apa survey dilakukan, siapa yang memohon diadakannya
survey, dan apa saja yang perlu disertakan supaya survey dilakukan.

Keempat, dapatkan foto
kopi KTP dari pimpinan utama program investasi yang ditawarkan, kalau bisa CEO
dan para anggota direksi dan komisaris. Jangan ragu untuk bertindak sebagai
investigator privat sebagaimana detektif. Uang Anda dalam jumlah besar perlu
dilindungi dengan usaha-usaha yang konkrit. Kepercayaan harus diraih, bukan
diberikan begitu saja secara cuma-cuma hanya karena seseorang mempunyai
“tampang” orang besar maupun “kelihatannya” seperti orang hebat.

Kelima, cek dan ricek
status perusahaan di Indonesia dan di luar negeri yang menjadi afiliasi maupun
induknya. Gunakan jasa-jasa kedutaan besar dan konsulat, termasuk atase
perdagangan dari negara yang bersangkutan. Jangan ragu untuk melakukan
investigasi mendalam. Hubungi mereka dengan tatap muka dan gunakan hak Anda
sebagai warga dunia.

Lebih baik buang waktu
beberapa jam daripada kehilangan uang dalam jumlah besar. Kultur “segan
terhadap birokrasi” di Indonesia seringkali menutup hak-hak individu untuk
mendapatkan keterangan yang sesungguhnya.

Akhir kata, lakukan
investigasi individu, harga, ROI, dan barang yang menjadi pokok investasi. Apapun
yang kelihatan “sumbang” maupun too good to be true alias “terlalu cantik dan
terlalu mudah,” maka bisa dipastikan ini adalah program investasi akal-akalan.
Jadilah calon investor cerdas yang melakukan investigasi forensik.[]

KONTAN Daily, Jumat 5 April 2013

Pin It on Pinterest

Share This