Select Page

Kontan Logo

KONTAN Weekly Game dan Produktivitas

oleh Jennie M. Xue

Bermain video game atau computer game sangat mengasyikan. Apalagi dengan gadget mutakhir seperti smartphone atau tablet. Sering kali, pekerjaan jadi terbengkalai. Juga situs-situs media sosial seperti FaceBook dan Twitter menjadi adiksi mutakhir. Para Pakar Ilmu Manajemen mempelajari efek psikologis dan produktivitas dari penggunaan game.

Konsep gamifikasi menggabungkan fitur “asyik” dengan pekerjaan, sehingga bekerja bisa seasyik bermain game. Format suatu tugas bisa dibuat “mengasyikkan” seperti bermain game. Dan ini adalah salah satu tren mutakhir dalam Ilmu Manajemen.

Selama ini pekerjaan mempunyai fokus proses (process-focused design), padahal setiap tugas dijalankan oleh manusia yang mempunyai perasaan dan tingkat motivasi berbeda. Game berfokus kepada manusia (gamer). Dan ini merupakan faktor pemicu produktivitas yang luar biasa jika dibudidayakan secara tepat.

Pakar gamification atau “gamifikasi” Yu-Kai Chou lulusan UCLA di California mendirikan perusahaan reward berbasis game bernama RewardMe. Ia kini dikenal sebagai salah satu dari tiga pionir gamifikasi yang menelurkan kerangka oktalisis dengan delapan elemen utama dan pernah membawakan workshop di Stanford.

Apa saja delapan elemen tersebut? Epic meaning and calling, development and accomplishment, empowerment of creativity and feeback, ownership and possession, social pressure and envy, scarcity and impatience, unpredictable and curiosity, dan loss and avoidance.

“Epic meaning and calling” artinya mempunyai makna dan arti. Semakin “dahsyat” maknanya, akan semakin memberi inspirasi dan motivasi sebagai insentif berbentuk spirit. Misalnya, memasukkan data deskripsi ke Wikipedia mempunyai makna untuk kepentingan seluruh umat manusia, bukan untuk mementingkan diri sendiri.

Pencapaian dan kepemilikan bisa digambarkan dengan berbagai badge, point, dan leaderboard score. FourSquare yang pernah marak beberapa tahun lalu menggunakan teknologi berbasis lokasi untuk membuka berbagai badge. Kreativitas dan pemberian semangat dengan hadiah-hadiah dan feedback, misalnya, sangat memberi insentif bagi para gamer untuk melesat ke babak berikutnya.

Berikutnya, tekanan sosial dan “rasa iri” ditimbulkan dari gamifikasi sebagai manipulasi perasaan dengan menggunakan komparasi nilai sesama pemain maupun dengan diri sendiri. Selanjutnya, “scarcity” alias kelangkaan akan sesuatu menimbulkan keinginan bahkan “nafsu” memiliki. Ini sering kali digunakan sebagai taktik pemasaran dan pemicu derap game.

Kuriositas dan penghindaran kerugian dengan hukuman bahkan “mati” alias “game over” merupakan insentif negatif yang menggunakan otak kiri. Dalam gamifikasi, fungsi otak kanan yang bersifat instingtif dan sosial dipadukan dengan fungsi otak kiri yang menghitung, memiliki, dan menganalisa. FaceBook dan Farmville, misalnya, lebih menggunakan otak kiri sedangkan Twitter menggunakan otak kanan.

Game over merupakan hukuman tertinggi, namun juga bersifat memberikan kesempatan berikutnya dengan memulai game baru. “Sunk cost tragedy” juga dirasakan dengan kematian game ini. Dan dalam konteks bisnis dan hidup, segala biaya yang telah dikeluarkan di masa lalu memberikan attachment alias “ketergantungan secara emosi” mengingat investasi telah dilakukan.

Dan suatu sistem yang digamifikasikan, sunk cost ini jelas bisa menjadi pemicu untuk berkarya lebih produktif. Misalnya, investasi waktu dan tenaga ketika mempelajari sesuatu merupakan biaya yang perlu diraih kembali.

Berbagai aplikasi untuk iPhone, iPad, dan Android dirancang dengan konsep gamifikasi. Sebagai seorang pekerja intelektual yang menggunakan berbagai cara agar mencapai produktivitas tinggi, saya menggunakan beberapa aplikasi yang menggamifikasikan proses-proses monoton dan membosankan, seperti ClearFocus dan OmmWriter.

Pomodoro Technique, misalnya, menggunakan timer yang berhenti setiap 25 menit. Masa istirahat pendek 5 menit. Dan setelah 4 kali putaran 25 menit, makan akan diberikan satu istirahat panjang. Teknik ini digunakan pertama kali oleh Francesco Cirillo yang menggunakan timer dapur berbentuk tomat merah. Ia memicu semangat belajar di kampus dengan membagi waktu belajar dalam potongan pendek 25 menit.

Penggunaan Pomodoro merupakan gamifikasi sederhana karena ada faktor “fun” yaitu konsep tomat merah dan punya target yaitu mengisi 25 menit dengan seproduktif mungkin. Apalagi ketika bekerja di dalam tim yang bisa diukur outputnya, maka sangat efektif. Cari dan cobalah aplikasi-aplikasi “productivity” lainnya di App Store kesayangan Anda.

Penting bagi saya menggamifikasikan produktivitas setiap hari sehingga termotivasi untuk bangun pagi dan bekerja seproduktif mungkin dalam waktu terukur. Silakan mencoba menggamifikasikan hidup dan kerja Anda sehingga setiap menit yang ada membawa kegembiraan bermain dan meningkatkan produktivitas kerja. Jadikan tim Anda teradiksi kerja dengan gamifikasi.[]

KONTAN Weekly, 18-24 Agustus 2014

Pin It on Pinterest

Share This