[Download PDF KONTAN WEEKLY Usia Mental]
oleh Jennie M. Xue
Berapa usia Anda? Pasti Anda tahu berapa usia biologis Anda. Dapat dibaca di Akte Kelahiran, ditanyakan kepada ibunda, atau diverifikasi di RSIA atau klinik tempat Anda dilahirkan.
Sekarang, berapa usia mental Anda? Semoga sama dengan usia biologis Anda. Syukur-syukur melampaui.
“An old soul” alias “berjiwa tua” mengacu kepada individu-individu yang tingkat kedewasaan bertindaknya tinggi. Alias “sudah matang,” bahkan ketika masih anak-anak.
Bagaimana mengetahui berapa usia Anda sebenarnya? Kita perlu mendalami sedikit mengenai Psikologi Perkembangan (Developmental atau Life-Span Psychology). Mengingat keterbatasan tempat, artikel ini hanya akan mengupas sekelumit yang dapat langsung diterapkan sehari-hari.
Intinya, setiap individu mempunyai perkembangan tingkat kedewasaan yang berbeda. Ada yang lebih cepat, ada yang lebih lambat.
Setiap individu juga bertumbuh kembang setiap saat, sejak prenatal hingga masa tua. Di setiap usia tertentu, perkembangan tingkat kedewasaan psikis (mental) diharapkan mencapai tahap tertentu.
Sebagai contoh, perkembangan terpesat sosio-emotional bekembang di usia 8 hingga belasan tahun. Di usia tersebut, seseorang mempunyai awareness lebih mengenai diri sendiri, orang lain, dan self-concept.
Perkembangan kognitif terpesat terjadi di usia remaja dan dewasa muda, di mana kuliah di universitas dan mulai meniti karir terjadi. Di usia dewasa, sosio-emosioanl dan kognitif telah mencapai kematangan, sehingga individu mampu memberi sumbangan bernilai bagi masyarakat melalui karir dan kegiatan-kegiatan lain.
Uniknya, mengingat setiap individu berbeda kecepatan dan percepatan proses kematangan kepribadiannya, terkadang terjadi jurang antara usia biologis dan usia psikologis (usia mental). Ada yang sosio-emosionalnya baik, namun kognitifnya kurang berkembang dengan baik dan sebaliknya.
Yang ingin penulis ungkapkan dalam artikel ini bukanlah dari perspektif Ilmu Psikologi, namun bagaimana Anda dapat mengoptimalkan proses pendewasaan diri. Definisi “kedewasaan” versi penulis mempunyai tiga unsur.
Satu, kondisi di mana mental block seseorang minimal atau bahkan nol. Mencapai kondisi ini tidak mudah, karena memerlukan asahan melalui perjalanan berliku dan membangkitkan diri sendiri ketika jauh.
Proses ini membutuhkan keberanian, ketepatan bertindak, dan kesiapan “berperang” melawan situasi yang tidak menyenangkan. Semakin sering seseorang perlu melampaui masa-masa sulit, satu demi satu mental block akan berkurang. Karena, ternyata “masa sulit” itu tidaklah sesulit yang kita duga.
Dua, tidak berpikir binari (hitam/putih, benar/salah, ya/tidak). Bagaimana cara berpikir Anda? Jika Anda hanya mencari-cari “siapa salah, siapa benar” dan “mana yang benar, mana yang salah,” maka Anda secara kognitif belum optimal.
Tidak ada yang “pasti benar” dan “pasti salah” di dunia. Sebaiknya ketika berkomunikasi dalam bentuk lisan maupun tertulis, kita tidak mencari kebenaran dan kesalahan belaka. Yang kita cari adalah pengertian dan kebenaran.
Tiga, mempunyai kemampuan untuk menciptakan kondisi balanced dalam berbagai dimensi kehidupan. Keseimbangan ini sangat penting untuk mempertahankan mental positif.
Apa saja “dimensi kehidupan” itu? Di samping psikologis (mental), juga ada intelektualitas, komunikasi, spiritualitas, finansial, politik, dan sosial. Tentu saja tidak ada orang yang sempurna. Asalkan tidak jomplang sekali, itu sudah cukup baik.
Joseph Campbell, seorang penulis terkemuka berpendapat, “You become mature when you become the authority of your own life.” Anda menjadi “dewasa” ketika Anda menjadi otoritas dalam hidup sendiri.
“Otoritas” artinya mempunyai kemauan, kemampuan, dan kekuatan untuk mengambil keputusan-keputusan sendiri dan menjalankannya dengan segala konsekuensinya. Jadi, tidak ada argumen yang menggunakan tangan orang lain, seperti “kata papa begini, maka saya tidak lakukan” atau “kata manajer saya begini, maka saya lakukan itu.”
“Tidak menyalahkan orang lain” jelas merupakan tanda kedewasaan mental yang tidak terbantahkan. Take a hit. Berani mengambil resiko. Dan ini sejalan dengan kriteria “otoritas” di atas.
Lantas, bagaimana dengan mengasihi orang lain secara “unconditional” alias “selfless”? Bukankah ini juga merupakan tanda kedewasaan? Tidak, ini bukan tanda kedewasaan.
Ini adalah tanda spiritualitas tinggi. Idealnya, seseorang berspiritualitas tinggi juga merupakan seseorang yang dewasa secara mental. Namun prakteknya, ada juga individu yang mengasihi orang lain secara selfless dan “unconditional” bukan berdasarkan kedewasaan. Namun berdasarkan “idealisme” atau “angan-angan” kasih yang besar.
Akhir kata, setiap individu berkembang dalam kecepatan dan percepatan berbeda. Jadi, kedewasaan juga tidak dapat dipastikan dicapai bersamaan. Sepanjang dimensi-dimensi diri berkembang dan saling melengkapi, sudah cukup. Salam hangat.[]
KONTAN WEEKLY, 4-10 Desember 2017