[Download PDF KONTAN DAILY Turunnya Harga Saham Go Pro]
oleh Jennie M. Xue
Nilai valuasi stok GoPro turun dari USD 3 miliar ketika IPO di tahun 2014 menjadi hanya 1/4 nya yaitu USD 840 juta dengan harga terkini USD 5,61 per saham. Bagaimana ceritanya kok GoPro yang sangat digemari para pengguna video jatuh menukik?
Ternyata, mempunyai jutaan penggemar fanatik tidak cukup untuk mempertahankan posisi market share leader kamera video portabel ini. Kesalahan dalam berstrategi, ketinggalan teknologi, dan pemotongan biaya operasional menjadi penyebab kejatuhan.
Di tahun 2002, GoPro didirikan oleh Nick Woodman, penggemar surfing yang ingin mengabadikan hobinya ketika sedang beraksi. Jadilah kamera video “Going Professional” yang disingkat sebagai “GoPro” diciptakan.
Kamera video ini dapat ditempelkan di atas kepala, pundak, dada atau di mana saja diperlukan sehingga aktivitas seseorang dapat direkam dengan jelas ala profesional. Di masa jayanya, GoPro sangat populer.
Modal pertama GoPro sebesar USD 230 ribu dipinjamkan oleh orang tua pencipta. Di tahun 2004, ketika produk versi pertama diluncurkan, GoPro menggunakan filem 35 milimeter. Satu dekade berikut, Go Pro menggunakan fixed-lens HD kamera video dengan wide 170-degree lens. Ketika digabungkan dua atau lebih unit, maka hasilnya menyerupai video 360 degree.
Penjualan GoPro mencapai era “cult following” di tahun 2013, sehingga timbul rencana untuk go public. Di tahun 2014, GoPro menunjuk Tony Bates, seorang mantan Microsoft sebagai CEO yang melapor langsung kepada Nick Woodman, untuk mewujudkan ide IPO ini.
Puncak mencapai USD 89 per saham di bulan Oktober 2014. Namun ini juga merupakan tahun menukiknya ke bawah tanpa rem.
Di tahun 2014, growth mencapai 41 persen dan biaya operasional USD 440 juta. Setahun berikutnya, biaya ini melonjak pesat mencapai USD 618 juta, mengingat perusahaan publik perlu tampil aktif untuk meningkatkan nilai.
GoPro yang telah punya penggemar fanatik ini mulai memasang iklan di acara SuperBowl yang luar biasa mahal. Ini sangat meningkatkan biaya operasional hingga 50 persen.
Di tahun 2016, biaya operasional membengkak lagi menjadi USD 835. Tidak lagi mampun menahan kerugian, layoff 300 pegawai pun terjadi. Di tahun 2017, layoff bertambah lagi 250 orang.
Di tahun 2016, growth tidak lagi plus, namun minus 27 persen. Tony Bates mengundurkan diri di akhir 2016. Di awal 2018 ini, pendiri Nick Woodman telah siap untuk menjual GoPro dengan bantuan JPMorgan.
Selain kesalahan strategi bisnis dan biaya operasional tinggi, GoPro juga tidak lagi bersaing dengan teknologi kamera video terbaru yaitu 360 Camera. Bahkan iPhone dan Android dapat menggunakan fitur Kamera 360 Derajat ini dengan aplikasi kamera.
Teknologi 360 ini membuat GoPro sangat ketinggalan zaman. Apalagi berbagai aksesoris untuk iPhone dan Android yang menggantikan fungsi GoPro dengan sangat mudah dan praktis.
HP iPhone dan Android jelas memungkinkan untuk mengirim video secara langsung dengan bandwidth dan kecepatan 4G. Fitur ini tidak dimiliki GoPro yang sebenarnya telah ketinggalan sepuluh tahun.
Tampaknya kesalahan terbesar terjadi ketika dana IPO menggiurkan manajemen untuk mendirikan “perusahaan media” diawali dengan memasang iklan di Superbowl. Padahal, dana tersebut dapat digunakan untuk riset dan pengembangan teknologi GoPro agar lebih mengikuti perkembangan zaman.
Strategi “menjadi media company” ini sangat bertolak belakang dengan core competency GoPro yaitu inventor teknologi kamera video, bukan pencipta konten. Konten adalah kompetensi para pengguna. GoPro lupa hal ini.
Pelajaran bagi kita semua: Setiap bisnis dan individu punya core competency tersendiri. Anda dan saya punya kelebihan masing-masing. Tetaplah di jalur ini, apapun yang terjadi. Karena apa yang “mudah buat kita,” belum tentu mudah bagi mereka.
Namun ini bukan berarti statis. Berkembanglah terus dengan upgrade diri secara kontinyu. Di perusahaan, ada divisi R&D. Bagi diri pribadi, kita bisa upgrade diri kontinyu di era Internet ini dengan banyak membaca dan belajar dari kesalahan diri dan orang lain.
GoPro masih ada harapan untuk bangkit lagi. Stay positive.[]
KONTAN DAILY, Jumat, 12 Februari 2018