[Download PDF KONTAN DAILY, Sushi Bisnis Nasi Digulung]
oleh Jennie M. Xue
Anda pasti pernah makan sushi. Nasi digulung dengan rumput laut dan ikan mentah, telur ikan, telur ayam, atau udang ala Jepang. Sushi sangat popular di mancanegara, termasuk di Indonesia, dan telah menempati arus tengah.
Padahal, dalam sejarahnya, sushi pertama kali dikreasi di Asia Tenggara sebagai ikan yang difermentasikan dengan nasi. Di era Muromachi, penduduk Jepang mulai memakan nasi yang telah berbarengan terfermentasi dengan ikan.
Saat ini, di AS, restoran sushi menerima omzet USD 3 miliar per tahun. Annual growth dari 2012 hingga 2017 mencapai 3,3 persen. Jumlah restoran sushi mencapai 3.614 dan mempekerjakan 22.759 orang.
Di seluruh dunia, jumlah restoran sushi mencapai 16.000an. Sedangkan di Jepang sendiri mencapai 45.000. Belum ada data pasti mengenai di Indonesia.
Dalam artikel ini, kita bahas bagaimana sushi mendaki posisi dari makanan rakyat Jepang hingga menjadi makanan staple yang digemari dunia internasional. Ada beberapa segi menarik dari proses penyajian, image sehat, hingga “bidikan bisnis” untuk meningkatkan profit.
Pertama, sushi termasuk mudah untuk disiapkan.
Jika mudah disiapkan, jelas banyak pengusaha restoran akan tertarik untuk membuka resto sushi. Jadi, sushi mempunyai nilai jual tinggi di dunia food and beverage dan industri pariwisata dan restoran.
Kedua, nasi merupakan makanan pokok di banyak kultur, tidak hanya di Asia.
Fakta ini berarti usaha mempopulerkan sushi dapat berjalan lebih lancar. Uniknya, makanan pokok AS dan Eropa adalah kentang dan roti, namun mereka juga membuka diri bagi sushi mengingat image “sehat” dan kemudahan proses mempersiapkannya.
Ketiga, sushi mempunyai image “hidup sehat” yang alami.
Ini mengingat sushi tidak menggunakan minyak, tidak digoreng, ikan identik dengan makanan sehat, dan berbagai hasil studi yang menunjukkan warga Jepang mayoritas langsing dan berumur panjang. Jadilah sushi primadona bagi para health freak (maniak sehat) yang kini sedang tren di dunia.
Keempat, hasil bidikan jitu pengimpor produk makanan Jepang.
Di Negeri Paman Sam, Noritoshi Kanai, CEO Mutal Trading Co, pertama kali memperkenalkan sushi di tahun 1960an. Ide untuk memasukkan Japanese cuisine ke AS juga termotivasi oleh strategi bisnis mereka untuk meningkatkan omzet. Logikanya begini: Jika semua orang di dunia makan makanan Jepang, maka bumbu-bumbu dan perlengkapannya akan sangat dibutuhkan.
Jadilah sushi menjadi “duta bangsa Jepang” yang sekaligus berperan sebagai pembawa profit bisnis para pengimpor raw materials masakan Jepang.
Di AS yang mencapai omzet USD 3,3 miliar per tahun, industri sushi mempunyai potensi yang sangat baik. Sushi sendiri dipasarkan di berbagai tempat dan dikenal mempunyai dua tingkatan: low grade dan high grade.
Low-grade sushi biasanya terasa agak tawar dengan nasi yang dibuat dari beras bukan prima tanpa proses apapun. Ikan yang digunakan juga bukan yang terbaik. High-grade sushi diolah dengan beras terbaik dan mengalami proses fermentasi dan ikan terbaik dan tersegar.
Di Indonesia, kita bisa temui high-grade sushi di restoran-restoran ternama seperti Sushi Tei dan Nobu. Low-grade sushi biasanya dijual di toko-toko swalayan dan restoran cepat saji Jepang.
Sushi sebagai duta bangsa Jepang sangat berhasil dan ini bisa dijadikan benchmark bagi berbagai cuisine internasional. Ingat, semakin populer satu jenis masakan, semakin dibutuhkan berbagai bumbu dan perlengkapan memasaknya. Dan ini adalah bisnis yang luar biasa besar.
Sebagai konsumen sushi, bagaimana Anda mengapresiasinya? Apakah Anda menikmati sushi dengan cara yang benar?
Pertama, makanlah sushi tanpa dicelup ke dalam kecap asin atau dilumuri wasabi pedas. Jika Anda membutuhkan rasa asin, tetesi sedikit kecap asin di atas ikan, bukan dengan cara dicelupkan.
Sushi sebaiknya dinikmati polos atau dengan sedikit kecap dan wasabi, mengingat sushi chef membuatnya untuk dinikmati demikian. Sedangkan gari atau jahe fermentasi berwarna pink sebaiknya dimakan di antara dua jenis sushi berbeda agar palet mulut kembali normal untuk menikmati dua rasa berbeda.
Sebagai pebisnis, bayangkan besarnya omzet bumbu, bahan mentah, dan perlengkapan proses kreasi sushi di seluruh dunia. Dengan menjadi evangelist salah satu jenis makanan khas tradisional, banyak kesempatan bisnis terbuka. Mari belajar bisnis dari sushi.[]
KONTAN DAILY, Jumat, 25 Mei 2018