Select Page

Kontan Logo

KONTAN Daily Suara dan Branding

oleh Jennie M. Xue

Branding lebih sering diasosiasikan dengan logo, kesan, dan pesan tertulis. Unique Selling Proposition merupakan satu kalimat tagline yang membedakan suatu produk dari produk-produk lainnya. Sangat jarang suatu merek dihubungkan dengan suara. Padahal, suara merupakan faktor transformasi afektif yang sangat jitu.

Bagaimana perbedaan bunyi Apple dan Windows ketika kedua komputer tersebut dinyalakan? Tentu berbeda. Ingatkah Anda dengan background song Mission Impossible? Bagaimana dengan lagu jingle Indomie Seleraku? Bisa jadi telinga Anda terngiang-ngiang dengan lagu-lagu dan suara-suara tersebut.

Setiap kali ke restoran, pasti terlantun lagu dari sound system yang memberi semangat bersantap. Lagu yang bersemangat dengan derap irama cepat diharapkan membuat semangat bersantap lebih tinggi sehingga lebih cepat selesai dan meja bisa diisi oleh konsumen lainnya yang sedang menunggu.

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh berbagai persepsi yang ditangkap oleh pancaindera. Suara merupakan salah satu yang sering kali luput diperhatikan oleh para pebisnis dan pemasar. Padahal ini bisa menjadi faktor pembeda yang baik.

Dibandingkan dengan di AS, mal-mal di Indonesia termasuk bising, penuh dengan berbagai background noise, dari musik yang berbeda setiap toko sampai suara dentuman piring dan gesekan alat makan di kedai masakan. Di jalan-jalan kota besar Indonesia pun termasuk bising, mengingat berbagai polusi suara tidak diatur oleh undang-undang. Juga disebabkan oleh kepadatan penduduk luar biasa.

Menurut profesor neurosains dan psikologi di University of California Davis bernama Peter Janata, dalam skan otak MRI tampak bahwa derasnya aliran darah berubah begitu ada perubahan suara yang diterima pendengaran dan diterjemahkan di dalam otak. Ini menjawab mengapa ketika masa pacaran biasanya setiap pasangan mempunyai lagu favorit yang memberikan perasaan tertentu ketika terdengar.

Suara membangkitkan asosiasi akan situasi dan perasaan tertentu yang terekam di dalam otak. Dalam studi Perilaku Konsumen, optimasi layout desain toko dan optimasi desain packaging sudah sering kita pelajari.

Studi tentang asosiasi suara dengan merek dan produk tertentu disebut “sonic branding.” Suara menciptakan pengalaman yang terekam di dalam memori sehingga menciptakan pengalaman.

Dua puluh tahun lalu ketika sepatu Doc Martens popular, ia merupakan favoritnya para penyanyi rocker. Penyanyi rocker jelas mempunyai keakraban luar biasa dengan suara-suara. Lengkaplah pengalaman “suara” sepatu Doc Martens ini, karena inti dari “sonic branding” adalah pengalaman berdasarkan asosiasi.

Sekarang pertanyaannya, suara seperti apa yang ideal? Yang memberikan perasaan positif. Bisa dengan jingle pendek maupun dengan lagu panjang seperti soundtrack film-film Disney yang masih bertahun-tahun dinyanyikan oleh anak-anak.

Ingat iklan televisi tentang mobil VW? Digambarkan pengendara menyetir sambil mendengarkan musik. Sedangkan di luar jendela mobil, ia bisa melihat dengan jelas para pejalan kaki dan mobil-mobil di sekitar. Seakan-akan ia sedang berada di dalam suatu film dan musik yang dilantunkan oleh sound system mobil adalah background music-nya.

“Sonic branding” adegan-adegan di dalam film-film Hollywood sendiri sudah jelas. Kita bisa mengira-ngira ke mana arah plot film ketika musik latar tertentu dimainkan, misalnya.

Ketika produk dan merek dari bisnis Anda membutuhkan pengalaman tersendiri yang dikenang oleh konsumen, maka di sanalah tempat suara dan lagu sebagai branding sangat berarti. Di Disneyland di Anaheim dekat Los Angeles dan di Disneyworld di Orlando-Florida, ketika Anda berjalan dari satu taman bertema ke taman berikutnya, maka Anda melewati “fake quiet” alias keheningan yang palsu. Tujuannya supaya setiap tema terasa bedanya. Bahkan ketika bermain roller coaster, ada suara yang mempersiapkan Anda untuk “jatuh.”

Demikian penting “sonic branding” dalam memperkuat merek dalam pemasaran maupun dalam menciptakan pengalaman. Alangkah baiknya faktor suara yang mempunyai daya transformasi besar ini diperhatikan dengan baik oleh para pebisnis dan pemasar. Manjakan telinga konsumen. Buatlah lingkungan menjadi tenang dan positif, bukan bisnis memekakkan.[]

KONTAN Daily, Jumat 15 Agustus 2014

Pin It on Pinterest

Share This