[Download PDF KONTAN Weekly Strategi Produk Mewah]
oleh Jennie M. Xue
Filsuf dan pendiri institusi The School of Life berbasis di London Alain de Botton berpendapat bahwa masyarakat modern adalah masyarakat yang was-was dan penuh rasa iri akan pencapaian materi dan non-materi kompetitor. Ini merupakan bentuk perpetuasi skarsitas (scarcity) yang mendasari setiap transaksi ekonomi.
Bisa dimengerti mengapa produk-produk luks menduduki tempat tertinggi dalam “totem reputasi” yang uniknya mempunyai “tabiat” reaksi terhadap supply and demand yang berbeda. Dalam bisnis produk-produk luks, merek adalah segalanya. Dengan kualitas yang sama, kaos oblong berlabel Armani mungkin berharga USD 50, padahal dengan merek Old Navy hanya USD 15 saja.
Untuk produk-produk tertentu dengan merek-merek luks, “kompetisi” tidak terlalu mempengaruhi harga (price) dan kebutuhan (demand). Hebat bukan? Bisa dimengerti mengapa para fashion designer pemula bermimpi untuk mementaskan karya-karya mereka di New York Fashion Week setiap musim gugur. Di sana, mereka disejajarkan di atas pentas dengan desainer kelas dunia.
Salah satu kasus, misalnya, untuk mendapatkan sebuah tas Hermes, seorang sosialita rela membayar seharga ratusan juta IDR. Dan demand untuk special edition tas tangan model klasik masih demikian tinggi. Memamerkannya dengan foto-foto di Instagram memberikan “kebanggaan” tersendiri.
Menurut survei Bain Consulting, kebutuhan dan suplai akan produk-produk luks semakin meningkat setiap tahun, namun mereka tetap diminati konsumen yang berani membayar tinggi. Dan produk-produk luks Italia mempunyai daya jual yang tinggi daripada produk-produk Perancis. Sales growth-nya juga luar biasa.
Perhatikan antrian panjang di butik-butik produk luks Mal AEON Singapura ketika ada special event. Belum lagi antrian waiting list untuk produk-produk limited edition yang dicatatkan melalui order via Internet. Kebutuhan (demand) demikian tinggi.
Sampai saat ini, Perancis merupakan pemegang kendali terbesar merek-merek luks dunia. Grup konglomerat produk-produk luks asal Perancis seperti LVMH dan Kering telah mengakuisisi cukup banyak rumah fashion (fashion houses) ternama milik keluarga, termasuk Bulgari, Loro Piana, dan Gucci. Mereka berhasil sebagai manajemen dan pemasar, bahkan telah di-go-public-kan.
Tren terkini adalah produk-produk luks semakin membaur antar kategori. Misalnya, merek-merek otomobil seperti Porsche, Ferrari, dan Lamborghini telah melakukan rebranding dengan berbagai merchandise pelengkap seperti jaket kulit, koper, tas, sarung tangan, t-shirt, jam tangan, dan lainnya.
Alasan utama rebranding ini adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen di negara-negara yang semakin tinggi PDB per kapitanya, seperti Indonesia, Nigeria, Meksiko dan Turki (MINT) dan Brasil, Rusia, India, dan China (BRIC) yang “orang kaya baru.”
Strategi utama dilakukan dengan mengadopsi diversifikasi vertikal. Fashion house asal Italia bernama Giorgio Armani, misalnya, mempunyai beberapa merek untuk konsumen dan jenis merchandise berbeda.
Giorgio Armani untuk produk haute couture. Emporio Armani untuk pret-a-porter dan aksesoris papan atas. Armani Collezioni untuk produk-produk berlabel dan dihargai di bawah Emporio Armani namun masih di atas Armani Jeans dan Armani Exchange. Armani Exchange untuk produk-produk kasual dan Armani Jeans untuk produk-produk denim jins. Armani Junior untuk pakaian dan aksesoris anak-anak.
Armani Casa untuk produk-produk rumah tangga seperti pecah-belah, sprei, hiasan kristal, gordin, vas bunga, dan sebagainya. Armani Cosmetics untuk produk kosmetik dan kecantikan. Armani Dolci untuk produk-produk coklat dan permen. Armani Libri untuk produk-produk buku dan alat tulis. Armani Fiori untuk produk-produk bunga dan tanaman hias.
Mercedes-Benz selain menduduki kelas tertinggi otomobil luks, kini juga berkompetisi dengan otomobil semi-luks merek premium seperti Audi, BMW, dan Lexus. BMW muncul sebagai pemenang produksi 1,66 juta unit mobil di tahun 2013.
Merek-merek luks menjawab kebutuhan “status anxiety” dengan menjadi personifikasi kelas sosial tertinggi di dalam masyarakat modern. Dan ini merupakan “penghargaan” bagi para insan modern yang super sibuk dan super was-was akan masa depan.
Cobalah bidik pasar ini yang besarnya 800 miliar Euro di tahun 2013. Sebesar 319 miliar Euro untuk mengkonsumsi mobil-mobil luks, 138 miliar Euro untuk penginapan dan perjalanan, dan 217 miliar Euro untuk produk-produk luks pribadi. Niscaya kebal resesi, sepanjang one-percenter masih memegang kendal ekonomi dunia.[]
KONTAN Weekly, 13-26 Juli 2015