KONTAN Daily Strategi Pricing Silicon Valley
oleh Jennie M. Xue
Keberhasilan startup ditentukan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah strategi pricing alias “strategi pemberian harga/nilai” akan suatu produk. Untuk produk-produk digital, pricing jauh lebih kompleks mengingat tidak melibatkan “harga bahan mentah” dan markup industri jauh lebih fleksibel.
Di era “sharing economy” dengan bisnis-bisnis disrupsi ikonik seperti AirBnB dan Uber ketika pemulihan resesi yang lambat ekonomi global, pricing kembali menjadi unsur penentu keberhasilan. Ketika ekonomi sedang booming, harga tidak menjadi masalah, karena setiap konsumen mempunyai akses terhadap uang ekstra. Kini, bisnis retail yang paling berharga adalah bisnis “toko satu dollar” alias “one dollar store.”
Priceline dikenal sebagai pionir strategi “name your price” untuk berbagai produk transportasi, hotel, tiket, dan cruise. eBay dan situs-situs lelang lainnya juga mengandalkan perbedaan harga sebagai motor penggerak bisnis utama. Lelang jasa seperti oDesk dan eLance masih mengandalkan harga rendah sebagai penarik konsumen.
Kini, startup SpareSquare.com juga menggunakan strategi serupa. Berapapun harga yang diinginkan oleh konsumen, para kreator dan desainer akan menjalankan pesanan yang diminta, seperti mendesain situs, menuliskan rilis pers hingga menuliskan buku dan business plan. Perbedaannya hanyalah waktu pengerjaan pesanan yang menentukan kualitas akhir. “Name-your-price economy” semakin dikenal di Silicon Valley dan dunia dotcom.
Business model “Pilih Sendiri Harga yang Anda Mau” membawa pro dan kontra yang cukup menarik. Selain ini sangat membantu pemulihan ekonomi dari resesi di AS, ini juga memberikan kesempatan bagi para freelancer baru untuk bisa menimba pengalaman. Business model ini memungkinkan startup bersaing dengan bisnis-bisnis yang berpengalaman.
Apalagi dalam lingkup online, business model ini merupakan perwujudan suplai dengan harga plastis. Plastisitas ini memang paling tepat menggunakan medium situs web, mengingat fleksibilitas dan informasi dari multiarah yang menunjang.
Bidding down dengan menawar harga dan bidding up dengan menaikkan harga ala lelang menarik bagi konsumen. Mereka merasa mempunyai andil besar dalam menentukan harga yang nanti dibayar. Sebagaimana Google dengan AdSense-nya memberikan keleluasaan konsumen untuk menentukan sendiri budget per hari iklan yang mereka tayangkan.
Honor system yang telah sejak lama digunakan di negara-negara maju, seperti membayar biaya tol tanpa perlu dijaga oleh penjual tiket, seperti di Washington State. Juga menjual bunga dan tiket masuk taman dengan hanya meninggalkan kotak untuk tempat memasukkan uang masuk.
Tahukah Anda bahwa coffee shop milik Bon Jovi bernama Soul Kitchen di New Jersey (http://www.jbjsoulkitchen.org/en) hanya memiliki menu tanpa harga? Berapa saja konsumen sanggup dan rela membayar untuk sajian lezat yang disediakan, pasti diterima. Bon Jovi dengan yayasan yang didirikannya bertujuan untuk menyajikan masakan berkelas restoran bagi mereka yang berekonomi lemah. Belum lagi dengan dekorasi ala rock and roll khas Bon Jovi, para pesantap pasti menikmati kedahsyatan suasananya.
The Vault Coffee Shop and Bakery (http://www.thevaultvalleycity.com/honor-system/) di North Dakota meletakkan satu kotak uang untuk menerima bayaran. Tanpa dijaga, biasanya konsumen memberikan sedikit lebih daripada harga pasaran menu di restoran lain. Honor system bekerja dengan baik di kota-kota kecil dan menengah di mana pemilik dan konsumen saling kenal dan bertegur sapa.
Menurut survei yang dilakukan oleh Honest Tea, bagian dari CocaCola, di 50 negara bagian AS dalam 60 lokasi, 95 persen konsumen membayar USD 1 sebelum mengambil minuman yang disuguhkan dengan “honor system.” Jadi, konsumen mau “minum gratis” sesungguhnya hanya mitos. Paling tidak, beginilah fakta di lapangan di AS. Untuk Indonesia, survei belum dilakukan.
Sangat menarik, bukan? Asumsi yang dipakai oleh manajemen dan pemilik restoran adalah: setiap orang mempunyai kesadaran publik yang baik dan ingin membantu sepanjang ia mampu. Strategi pricing di Silicon Valley pun sudah menunjukkan arah demikian. Ada “honor system” dan ada “sharing system.” Kreatif dan manusiawi.[]
KONTAN Daily, Jumat 12 Desember 2014