Select Page

museum450

Kontan Logo

[Download PDF KONTAN WEEKLY Showing Up atau Ghosting?]

oleh Jennie M. Xue

“Showing up” alias kehadiran merupakan sebuah skill/ketrampilan yang perlu diasah. Kurang diasah, seseorang akan mudah putus asa dan mundur begitu ada suatu masalah. Padahal bisa saja apa yang tampaknya tidak bisa diatasi hanyalah fatamorgana. Dalam pilihan kosa kata penulis, ini termasuk bentuk “tidak tabah.”

Mungkin Anda pernah mengalami kejadian di mana seorang anak buah tiba-tiba menghilang tanpa kabar dan tidak lagi hadir di kantor tanpa secara resmi mengundurkan diri. Ada lagi pacar yang tiba-tiba tidak menjawab semua komunikasi.

Bahkan ekstrimnya, ada suami-suami yang tidak pulang ke rumah selama beberapa minggu, bulan atau tahun dan meninggalkan anak-istri, padahal belum ada perjanjian pisah rumah atau cerai secara resmi.

Gejala-gejala “menghilang seperti hantu” ini disebut “ghosting” dalam bahasa slang milenial di Amerika Serikat. Secara historis, ini bukan sesuatu yang baru. Namun, akhir-akhir ini banyak kisah tentang “ghosting” beredar di sekitar kita yang mungkin termagnifikasi oleh media-media online.

Hanya seorang pengecut, tidak bertanggung jawab, dan ingin “mencuci tangan” saja yang melakukan ghosting. Karena memang ini cara paling mudah untuk melarikan diri dari sesuatu, apapun itu.

Jadilah seseorang yang selalu hadir alias “show up” ketika ada yang perlu dikerjakan atau diatasi. Ini mengasah kemampuan menyelesaikan masalah dan menjadi kita lebih dewasa. Face the world, don’t hide.

Untuk seorang introvert seperti penulis, sebenarnya selalu tampil menghadapi dunia merupakan pergumulan tersendiri. Namun, penulis mempunyai kuriositas yang tinggi akan segala sesuatu. Dengan kehadiran, proses belajar dapat terjadi. Dan konfirmasi dapat dilakukan.

Showing up merupakan proses belajar terbaik. Berbagai eksperimen akan diri sendiri dan bagaimana mengelola aksi dan reaksi dapat dilakukan. Hadapi apapun yang menggetarkan dan menggentarkan hati dan pikiran.

Let the fire burn by showing up. Biarkan bara itu menyala dengan kehadiran.

Bagaimana tetap hadir ketika rasa “ingin menghilang” itu demikian menyala?

Pertama, pasti ada “jeda” antara keinginan menghilang itu dengan aksi yang akan dilakukan. Tergantung kapan harus Anda “hadapi” sesuatu itu, maka gunakan waktu satu menit atau satu jam sebelum menjawab dengan kehadiran.

Jika sesuatu itu untuk kepentingan jangka panjang, gunakan “jeda” yang agak panjang. Gunakan waktu antara tersebut untuk berpikir dan berstrategi akan apa yang perlu dilakukan agar Anda dapat tampil terlepas dari apapun yang menakutkan itu.

Kedua, kenali apa yang sebenarnya menakutkan Anda. Pribadi tertentu? Atau situasi? Atau kemungkinan hasil pertemuan? Atau lingkungan? Siapakan diri dalam waktu “jeda” tersebut. Gunakan rasio dan pikiran jernih, bukan dengan perasaan menggemuruh. Ini perlu latihan setiap hari, bahkan setiap saat.

Be aware of your environment and where you stand. Penulis punya kesadaran akan lingkungan dan tempat berpijak, siapa saya di suatu negara, dan bagaimana masyarakat menilai. Semestinya semua orang punya. Ini bisa dilatih dengan panca indera dan pikiran.

Ketiga, lakukan yang terbaik. Dengan demikian, tidak ada penyesalan apapun di kemudian hari. Jujur terhadap diri sendiri memang sulit, namun ini merupakan kunci keberhasilan dalam setiap kegiatan. Be true to yourself.

Fokuskan pikiran, perasaan, dan kekuatan mental kepada satu titik. Hadirlah ketika diperlukan. Hadapi dunia. Tidak perlu melarikan diri dari segala macam kekhawatiran yang belum terjadi. Bangun inner strength Anda. Kekuatan terbesar ada di dalam pikiran.

Pikiran merupakan akar dari segala sesuatu. Setiap pilihan, tindakan, dan keputusan untuk tetap hadir. Semakin kuat pikiran Anda, semakin besar kemungkinan berhasil dalam apapun, termasuk dalam menghadapi apapun yang “menakutkan.” Apalagi sesungguhnya, yang “menakutkan” itu sebenarnya hanya fatamorgana yang berasal dari persepsi belaka.

Ketika kita membenahi persepsi kita dengan strategi, niscaya tidak ada yang menakutkan lagi. Apalagi hanya karena takut akan “kegagalan.” Apalah artinya sebuah kegagalan. Semua dapat diperbaiki, bukan? Apapun kesalahan dan kegagalan kita, dengan strategi dan eksekusi yang tepat pasti bisa jadi lebih baik.

Manusia pada dasarnya telah terprogram oleh evolusi untuk selalu belajar dari kesalahan. Dari manusia bodoh yang hanya bisa menyalakan api, berjuta-juta pembelajaran memungkinkan kita untuk bekerja dengan laptop Apple dan main game aplikasi Pokemon Go.

Keyakinan akan pembelajaran bisa dibangun selama masa “jeda,” niscaya Anda tidak perlu “ghosting” dan bisa hadir dalam segala cuaca. Face the world, don’t hide. Hadapi dunia, jangan menghindar.[]

KONTAN WEEKLY, 31 Oktober – 6 November 2016

Pin It on Pinterest

Share This