Select Page

Kontan Logo

KONTAN Weekly Setelah Occupy Wall Street

oleh Jennie M. Xue

Gerakan Occupy Wall Street dimulai 17 September 2011 di Zuccotti Park di Wall Street, New York City. Dalam dua bulan, gerakan ini menyebar menjadi gerakan masal di 951 kota dan 82 negara di seluruh dunia. Namun tujuan dari gerakan ini tidak jelas dan sampai sekarang masih kabur.

Sebentar lagi gerakan ini akan menginjak tahun ketiganya. Bagaimana Amerika Serikat pasca Occupy? Sebenarnya apa yang bisa dilakukan oleh warga yang tidak puas dengan hak-hak ekonomi mereka?

Cukup banyak warga AS yang sudah semakin skeptis terhadap demokrasi, namun berbagai sistem yang mengatur ekonomi, politik, dan hukum lebih baik dijalankan dengan prinsip ini daripada prinsip-prinsip lainnya. Dan abad ini adalah abad demokrasi ekonomi, bukan terbatas kepada demokrasi politik seperti di dalam dua abad sebelumnya. Kesadaran akan inekualitas semakin tinggi,

Kekuatan rakyat alias people power sebagai kekuatan dasar demokrasi menjalankan fitur check and balance sehingga tirani bisa diminimalisasi. Namun ini bukan berarti social cost dan social debt suatu sistem ekonomi liberal yang didukung oleh demokrasi bisa diminimalisasi. Gerakan Occupy Wall Street mengingatkan seluruh dunia akan kelemahan demokrasi ekonomi. Lebih lanjut, gerakan ini juga mengingatkan bahwa selalu ada harapan dan setiap kekecewaan merupakan indikator diperlukannya perbaikan.

Menurut Tawney, dua hal yang perlu diperhatikan adalah dimensi sosial dan dimensi personal dalam konsumsi. Kedua hal ini saling mempengaruhi. Dalam demokrasi ekonomi, unsur dimensi sosial mendominasi namun dimensi personal juga besar pengaruhnya.

Bagi para pelaku bisnis seperti Anda dan saya mungkin tidak terlalu memusingkan segala macam filosofi di balik ekonomi. Yang penting adalah laba. Padahal, kita tidak bisa dengan begitu saja mengabaikan hutang sosial dan biaya sosial yang merupakan antitesis dari laba dalam bentuk nominal.

Di masa mendatang, segala bentuk hutang intangible akan kembali menghantui kita. Mungkin tidak langsung berdampak terhadap bisnis atau perusahaan Anda, namun keburukan akan terserap oleh lingkungan dan alam. Ini merupakan kelemahan besar ekonomi liberal yang didukung oleh demokrasi.

Milton Friedman yang mengikuti jejak Hayek berpendapat bahwa ada dua nilai agung dari kapitalisme kompetitif: kebebasan ekonomi dan kebebasan politik. Yang pertama dapat dinikmati langsung, sedangkan yang kedua tidak langsung dengan mereduksi besarnya anggota pemerintahan.

Friedman juga tidak setuju dengan campur tangan pemerintah terlalu dalam tentang ekonomi. Alasannya karena pasar semestinya bebas, sedangkan pemerintah bersifat mengatur alias “tidak bebas.” Jadi bisa dibayangkan besarnya sosial debt di dalam sistem ekonomi demikian. Dan ini sedang dirasakan oleh penduduk AS dengan tingginya angka pengangguran, meningkatnya angka kemiskinan, bahkan kelaparan “terselubung.”

Indonesia yang berkebijakan ekonomi cukup prudent, tampaknya dalam pelaksanaannya masih banyak kelemahan. Demikian juga dengan AS yang masih mengalami slow recovery pasca resesi yang dimulai tahun 2008.

Hingga sekarang, satu dari empat anak-anak di AS masih mengalami kekurangan pangan.

Di tahun 2012, sebesar 15 persen dari penduduk AS hidup di bawah garis kemiskinan, yaitu sebanyak 46.5 juta orang. Income inequality juga sangat mencengangkan dengan 7 persen kekayaan AS dikuasai oleh 80 persen penduduknya, sedangkan 93 persen kekayaan dikuasai oleh 20 persen.

Demikian besar dampak kegagalan kebebasan ekonomi terhadap kemanusiaan. Masih perlu dihitung pula dampak terhadap masa depan dunia yang semakin suram dengan berbagai minimnya sumber daya alam dan air bersih.

Pasca Gerakan Occupy Wall Street di AS masih belum menghasilkan peningkatan kesejahteraan yang berarti. Para generasi Milenial adalah generasi yang paling merasakan kesulitan dalam mencari pekerjaan, membayar kembali hutang sekolah (student loan) mereka, dan mencapai fase-fase perjalanan hidup seperti pernikahan, membeli rumah pertama, dan membiayai anak.

Perjalanan AS masih cukup jauh dalam mensejahterakan warganya kembali.[]

KONTAN Weekly, 23-29 Juni 2014

Pin It on Pinterest

Share This