Select Page

[Download PDF KONTAN DAILY Serbuan Murah Daiso dan Miniso]

oleh Jennie M. Xue

Bagi para penggemar produk-produk unik untuk keperluan sehari-hari dengan harga terjangkau, pasti Daiso dan Miniso yang dikejar. Produk-produk yang dijual hanya seharga puluhan ribu IDR saja, bahkan mayoritas hanya dua puluhan hingga lima puluhan ribu IDR.

Daiso telah cukup lama hadir di Indonesia sejak tahun 2004, sedangkan Miniso hadir kemudian. Saat ini, ada 14 toko Daiso di Jakarta, Bandung, Surabaya dan 3 toko Miniso di Jakarta.

Total jumlah toko Daiso di Jepang ada 2800. Di luar Jepang, ada 860 toko tersebar di 26 negara. Didirikan di tahun 1972 sebagai Yaho Shoten oleh CEO Hirotake Yano, saat itu model bisnis yang dipakai adalah street vendor dengan harga seragam 100 YEN.

Lima tahun kemudian bisnis dibentuk sebagai perseroan terbatas Daiso Industries. Kini omzet Daiso per tahun mencapai 376,3 miliar YEN. Dalam satu hari, 100 kontainer produk-produk Daiso dikirim oleh supplier. Ini mencakup satu persen kargo impor di Jepang. Luar biasa, bukan?

CEO Yano dikenal dengan fleksibilitas yang mumpuni. Ia mengikuti perkembangan zaman dengan kerendahan hati trial and error. Walaupun model bisnis awalnya adalah “semua produk 100 Yen,” tampaknya satu harga sudah hampir mustahil. Kini, Daiso menjual produk dengan berbagai harga, sepanjang masih dalam kategori “diskon” alias “murah meriah.”

Salah satu kebesaran pikiran Yano yang patut diteladani adalah filosofinya yang tidak berasumsi bahwa growth akan terjadi dengan sendirinya. Growth hanya akan terjadi di abad 21 ini dengan know-how yang terus-menerus diasah dengan pengalamanan setiap hari.

Salah satu kompetitor Daiso yang sudah mulai diperhitungkan adalah Miniso. Miniso didirikan oleh Miyake Junya dan Ye Guofu di tahun 2013. Miyake Junya sendiri pernah bekerja sebagai desainer kontrak untuk berbagai rumah fashion international. Ia adalah lulusan Bunka Fashion College, sebagaimana Kenzo Takada. Junya mendesain setiap produk Miniso, yang menjadi ciri khasnya.

Ye Guofu adalah entrepreneur muda asal Tiongkok (China Mainland) yang mampu mengenali produk-produk pilihan murah meriah dengan desain berkelas nan simpel (simplicity) dan kembali ke alam (back to nature). Filosofi “simple, natural and quality” menjadi tulang punggung setiap desain dan aktivitas bisnis.

Yang luar biasa dari Miniso adalah produk-produknya yang tampak “tidak murahan” namun seharga “kaki lima.” Ternyata animo dunia luar biasa, yang tampak dari growth dalam tiga tahun yang mencapai 1,600 gerai retail di seluruh dunia. Sekitar 1,000 gerai berada di Tanah Tiongkok.

Bisa dimengerti omzet 2015 mencapai 5 miliar RMB dan 2016 mencapai 10 miliar RMB. Saat ini, growth per bulan mencapai 80 sampai 100 gerai. Angka luar biasa.

Patut diteladani bagaimana tim desain Miniso berhasil memadukan kualitas tinggi dengan harga super rendah. Branding mereka melirik pasar menengah atas, sehingga lokasi gerai ditempatkan di mal-mal berkelas. Dengan menggalakkan gaya hidup “simpel dan kembali ke alam,” diharapkan Miniso mampu mempengaruhi konsumen agar lebih memperhatikan ekosistem berkesinambungan dengan carbon footprint minimal.

Filosofi Miniso yang ramah lingkungan ini mirip dengan filosofi Muji, yang juga telah memasuki pasar Indonesia. Namun dari segi harga, Miniso lebih membidik konsumen luas dengan penghasilan lebih terbatas. Muji dikenal dengan produk-produk dari bahan dasar organik, seperti pakaian dari katun organik dan kertas dari recycled material.

Kabar terakhir, Miniso merambah Afrika dengan menembus pasar Mauritius yang merupakan negara pulau di sebelah timur Afrika seluas 2.040 kilometer persegi. Negara ini sangat mengandalkan impor dengan konsumsi cukup tinggi. Sejak turisme semakin meningkat, ekonomi lokal semakin membaik. Namun tingkat inflasi melampaui tingkat pendapatan, sehingga produk-produk murah semakin dibidik.

Discount store merupakan model bisnis yang sangat sesuai dengan era global yang semakin tidak menentu. Up and down tanpa kabar adalah normal baru. Resesi datang dan pergi bergelombang. Semakin besar cash yang dapat ditabung oleh konsumen, tampaknya semakin digemari. Uniknya, para konsumen discount store bukan berarti “orang miskin.” Di AS, omzet terbesar per square footage adalah gerai-gerai diskon berbasis di kota-kota mewah seperti Beverly Hills.

Tampaknya, terlepas dari kondisi cashflow konsumen, gerai diskon akan selalu digemari. Di kala booming atau resesi.[]

KONTAN DAILY, Jumat 9 Juni 2017

Pin It on Pinterest

Share This