Download KONTAN Daily Seni Persuasi dan Sukses
oleh Jennie M. Xue
Saya bukan seorang master persuader. Saya bukan seorang hard seller yang menjual secara berapi-api ala seorang salesperson. Aktivitas saya lebih mengacu kepada menciptakan nilai dari sesuatu, bukan menjual produk atau servis secara langsung. “Nilai” alias value ini sesungguhnya yang merupakan dasar dari suatu penjualan. Dan setiap orang merupakan marketer juga, baik disadari atau tidak. Ada hard seller, juga ada soft seller. Soft seller menjual secara “tidak langsung.”
Kita perlu menjual ide, produk, jasa, bahkan citra diri. Setiap kali kita berkomunikasi, kita mengharapkan interaksi positif. Dan ini berarti kita sedang “menjual” citra kita agar membentuk suatu persepsi tertentu di benak orang lain.
Saya sangat mengagumi para professional pakar persuasi alias “hard seller,” seperti Jordan Belfort yang kisah hidupnya yang menakjubkan difilmkan oleh Hollywood dengan aktor utama Leonardo DiCaprio dalam The Wolf of Wall Street. Para pakar persuasi ini memiliki lebih dari sekedar karisma. Mereka memiliki “kunci” untuk memenangkan persuasi. Belfort menamakan metodenya The Straight Line System, suatu sistem bergaris lurus alias linear.
Di AS, menjual melalui telepon yang dikenal sebagai telemarketing lebih efisien closing-nya, mengingat proses pembayaran bisa dengan kartu kredit maupun dengan transfer via bank yang dilakukan secara otomatis dengan instruksi jarak jauh. Dari segi teknis, ini sudah membantu pelaksanaan closing. Dari segi kepercayaan, hukum AS yang melindungi konsumen sudah jauh lebih baik daripada implementasi di Indonesia.
Untuk masyarakat Indonesia yang sudah demikian sering tertipu oleh program investasi abal-abal, diperlukan pemasaran berbasis kejujuran yang teruji. Blue Bird, misalnya, merupakan satu-satunya brand taksi yang sangat dipercaya konsumen. Para pelanggan taksi cukup banyak yang sangat loyal kepada Burung Biru besi ini.
Poin “kepercayaan” merupakan dasar dari pemasaran yang sukses. Hubungan baik hanya bisa terlaksana antara dua manusia, bukan antara “konsumen” dengan “perusahaan penjual.” Setiap penjualan mempunyai unsur emosional, terlepas dari produk yang rasional-intelektual.
Aaron Rosanoff memulai penelitian mengenai hubungan antara emosi dengan pengambilan keputusan. Humm-Wadsworth kelak memperdalam studi ini. Dalam studi Harvard Business School yang dituangkan dalam buku The End of Solution Selling, ada tujuh profil emosi konsumen.
Profil “Normal,” tampak jelas oleh para penjual. Mereka yang berprofil “normal” tergerak karena unsur konformitas sosial dan fitur-fitur positif. Gunakan rasio ketika menjual kepada mereka.
Profil “Hustler” tampak impresif dengan mengenakan merek-merek mahal dan menyebutkan nama-nama orang terkenal. Inti dari eksistensi mereka adalah sukses secara material. Mereka penting untuk merasa penting dan dipandang sukses oleh orang lain.
Profil “Mover” senang berkomunikasi. Mereka sangat senang berbicara dan tetap menerima telpon di mana pun mereka berada. Mereka sangat hangat terhadap orang lain dan biasanya tidak mau tahu tentang detil, yang penting segala sesuatu cepat diselesaikan secara antusias.
Profil “Double Checker” mengutamakan keamanan dan keselarasan. Biasanya mereka bisa mendeteksi kemungkinan-kemungkinan negatif, sehingga selalu bersiap diri. Mereka senang hal-hal yang digaransikan dan diasuransikan. Penggunaan bahasa harus jelas dan tidak ambigu.
Profil “Artis” memilih kata-kata yang ambigu dan tidak tegas. Mereka juga biasanya tidak suka kontak mata. Inti dari pilihan-pilihan mereka adalah “menjadi berbeda.” Mereka memilih sesuatu bukan karena nilai-nilai komersial, namun keunikan dan nilai-nilai artistik.
Profil “Politisi” memilih untuk menang, sehingga mereka perlu merasa telah memilih sesuatu secara tepat atas “kehebatan” mereka. Biasanya mereka sangat peka akan pilihan kata-kata. Mereka juga penting merasa “paling benar.”
Profil “Insinyur” biasanya sangat kritis akan hal-hal besar dan kecil. Mereka sangat mendetil dalam persuasi dan sering kali merasa perlu untuk memperhatikan hal-hal tertentu sehingga mundur beberapa langkah sebelum maju kembali.
Profil “Hustler” dan “Politisi” paling tepat untuk menjual sebagai salesperson. Mereka biasanya mampu menunjukkan potensi mereka lebih tinggi daripada sebenarnya sehingga bisa memberikan rasa percaya di prospek. Seni persuasi perlu mengenal profil-profil pembeli, sehingga sukses bisa diprediksi.[]
KONTAN Daily, Jumat 2 Mei 2014