Select Page

Kontan 

Download KONTAN Weekly Sastra Bisnis Keindahan

oleh Jennie M. Xue

Karya-karya sastra Shakespeare merupakan best-seller sepanjang masa. Sayangnya, penulis besar ini sudah almarhum dan karya-karyanya sudah tidak lagi menghasilkan royalti karena sudah berada di dalam “public domain.” Perlindungan hak cipta atas suatu karya sastra adalah sepanjang hidup penulis ditambah 50 tahun setelah kematiannya. Biasanya, penerima royalti pasca kematian adalah para ahli waris.

Jika ada sastrawan/wati yang masih hidup dan meraup royalti luar biasa, apakah mungkin? Jika ya, bagaimana caranya? Namun bukankah “keindahan hanya semata-mata untuk keindahan”? “Keindahan yang menjadi bisnis, bagaimana statusnya?”

Di zaman modern ini, kita kenal berbagai best-selling books yang telah diadaptasi menjadi film, computer games, smartphone apps, dan cinderamata. JK Rowling dengan seri Harry Potter dan Stephenie Meyer dengan seri Twilightnya, serta EL James dengan Fifty Shades of Grey mungkin kita kenal sekarang sebagai karya-karya kultur pop yang diminati para pembaca novel-novel ringan penuh plot-plot yang mencengangkan.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa karya-karya tersebut adalah karya sastra kontemporer. Contemporary literature. 

Menurut Profesor Sastra dari Harvard Marjorie Garber, suatu karya dipandang sebagai “sastra” karena statusnya, bukan karena segala macam pernak-pernik format dan struktur atau “kualitas” yang subyektif. Suatu karya dipandang sebagai “sastra” apabila dipandang penting, dipelajari, dibaca, dan dianalisis dengan metode kesusasteraan. 

Jadi, seri Harry Potter, Twilight, dan Fifty Shades of Grey bisa saja suatu saat menyandang gelar “karya sastra” ketika waktu membuktikan kelanggengannya dan pengakuan para pembaca dan pakar sastra. Dalam karya-karya tersebut, tentu kita jumpai berbagai keindahan. Tepatnya, keindahan yang dibisniskan.

Industri video games dan iPhone dan Android apps, misalnya sudah melampai total gross revenue penjualan film ke bioskop-bioskop. Industri video games sebesar USD 66 miliar yang akan meningkat menjadi USD 82 miliar di 2017. Ini belum termasuk smartphone games dan tablet games.

Sedangkan industri buku dunia sebesar USD 25 miliar saja. Ebook market share sekitar 16% hingga 23% tergantung berbagai hal. Tahun 2013 lalu, ebook market share menurun dan trade hardcover cukup melambung. Secara garis besar, ebook market share tetap meningkat, mengingat tren dunia semakin digital secara umum. 

Belum lagi character licensing yang memberikan hak kepada penerima lisensi untuk menggunakan berbagai kemiripan dengan karakter-karakter sastra untuk berbagai produk dan cinderamata, seperti pakaian, alat-alat tulis, dan tempat-tempat bermain. Tokoh-tokoh Harry Potter sudah banyak dinikmati dalam berbagai produk, bahkan taman bermain Universal Studio Orlando sudah ada Harry Potter Park.

Sesungguhnya, dunia sastra sudah bisa dinikmati dalam format-format lain disamping puisi dan narasi tercetak belaka. Dunia digital dan character licensing memberikan berbagai kesempatan baru. 

Baru-baru ini ada drama musikal Siti Nurbaya yang digelar di Gedung Teater TIM Jakarta. Ini merupakan format lain dari suatu karya sastra. Juga genre baru puisi esai yang dipelopori oleh Denny JA, merupakan suatu format baru yang bisa dipertimbangkan dalam penyampaian karya sastra.

Penulis menghargai semua genre dan semua pendekatan yang dipakai dalam menghasilkan suatu intellectual property. Tidak ada genre yang lebih “tinggi” atau lebih “rendah.” Dan tidak ada format yang lebih “baik” dan “kurang baik.” Format analog yang juga mencakup format kinestetik dan format digital sama-sama mempunyai fungsi dan tempat tersendiri.

Ingatlah bahwa suatu karya dipandang sebagai “sastra” apabila dipandang penting, dipelajari, dibaca, dan dianalisis dengan metode kesusasteraan. Karya-karya Shakespeare dianggap karya sastra karena mempunyai daya langgeng yang luar biasa. Bayangkan jika ternyata karya-karya budaya pop yang ternyata bisa langgeng beberapa abad di muka, maka itulah “karya sastra” yang dihasilkan pada zaman ini.

Mari berbisnis dengan karya-karya sastra. Tidak ada yang salah dengan menjadi sastrawan-wati yang kaya raya, karena uang adalah energi netral dan segala sesuatu yang baik pun memerlukan uang. Kekayaan yang didapat dari karya intelektual sesungguhnya merupakan “uang halal” yang sangat baik karena memberikan kebahagiaan bagi para penikmatnya sambil meningkatkan produktivitas umat manusia. 

Berbahagialah para sastrawan-wati yang hidup di era digital ini, karena Teori Ekor Panjang-nya Chris Anderson bisa jadi merupakan jalur yang jitu untuk meraup untung besar.[]

KONTAN Weekly, 21-27 April 2014

Pin It on Pinterest

Share This