Select Page

Kontan

Download KONTAN Weekly Revolusi Industri Big Data

oleh Jennie M. Xue

Indonesia belum merasakan betapa buruknya ekonomi global beberapa tahun terakhir ini karena kita dikaruniai dengan pasar domestik yang sangat besar sehingga ekspor hanya mencakup sebagian kecil saja, sekitar 12 persen. Di luar sana, harga-harga melambung tinggi, angka pengangguran tinggi, harga properti menukik turun drastis, dan perbaikan ekonomi lambat seperti siput.

Dari zaman dahulu kala, Indonesia dikenal sebagai negeri “ijo royo-royo” dan “tanam tongkat, jadi pohon.” Sering kali saya bertanya-tanya apakah pepohonan di sepanjang jalan yang sering dilewati itu disirami setiap hari, ternyata hanya yang di jalan-jalan protokol saja. Kebanyakan “dipelihara” oleh alam saja alias mengandalkan curah hujan.

Ekonomi global sudah pernah kolaps. Sekarang sedang proses perbaikan, alias recovery. Apakah akan kolaps lagi, ini bukanlah pertanyaan yang perlu dijawab dengan panjang lebar karena jawaban yang simpel adalah: siklus pasti akan kembali. Untuk mengantisipasi kolaps berikutnya, apa yang perlu dilakukan? 

Perlu berubahan struktur yang diawali dengan perubahan filosofis dan mindset. Filosofi tentang kapitalisme jelas perlu dipertimbangkan ulang. Mindset atau pola pikir dipengaruhi oleh filosofi dan ini sangat penting artinya sebagai titik referensi implementasi. Intinya adalah kapitalisme yang tidak eksploitatif. 

Kapitalisme baru harus membawa kesejahteraan bagi umat manusia sekarang dan di masa datang tanpa mengakibatkan kerugian-kerugian yang tidak bisa diperbaiki di masa depan.

Jeremy Rifkin menawarkan perkawinan sinergistis antara teknologi Internet dan renewable energy. Ide ini memang bukan ide baru, mengingat ekonom-ekonom telah menawarkan revisi definisi kapitalisme. Mulai dari Paul Krugman, Joseph Stiglitz, hingga Umair Haque punya definisi baru “kapitalisme.”

Benang merah dari definisi-definisi baru kapitalisme itu adalah kesadaran tinggi akan dampak-dampak negatif dari eksploitasi alam, lingkungan, dan manusia atas nama pencarian untung. Dengan demikian, “kapitalisme baru” mempunyai peran sosial yang semakin besar baik terhadap kualitas hidup manusia maupun kualitas lingkungan. Berbagai paradigma tentang pertumbuhan dan kepemilikan pun perlu didefinisikan ulang. 

Rifkin mengemukakan lima pilar Revolusi Industri Ketiga: menggunakan sumber energi yang renewable, menggunakan pembangkit tenaga listrik bertenaga mikro yang ramah lingkungan, menyimpan energi dengan menggunakan hidrogen dan teknologi lainnya, menjual energi dengan power grid yang bisa dijualbelikan dan dibarterkan melalui Internet sehingga mencapai seluruh dunia, dan mengendarai otomobil listrik yang energinya bisa diperjualbelikan. 

Inti dari Revolusi Industri Ketiga ini adalah penciptaan sumber energi yang renewable yang sebagian disimpan dalam bentuk hidrogen dan dipindahtangankan via Internet sebagai green electricity. Di sini energi yang dibarter dan diperjualbelikan tersebut mempunyai nilai internasional sebagai bentuk nyata globalisasi.

Infrastruktur Revolusi Industri Ketiga ini menghubungkan semua orang, sumber daya alam, bahan-bahan baku, dan berbagai jaringan lainnya. Ini semua bisa menjadi jaringan yang utuh (seamless network). Berbagai data bisa diambil sebagai hasil dari setiap titik aktivitas. Ini disebut sebagai “big data.” 

Selanjutnya “big data” ini bisa dianalisa dengan berbagai analytics dan mentransformasikannya ke dalam algoritma prediktif. Algoritma ini diprogram ke dalam sistem-sistem otomatisasi untuk meningkatkan efisiensi termodinamika yang meningkatkan produktivitas dan menurunkan pengeluaran produksi.

Dengan kata lain, Revolusi Industri Ketiga ini mempunyai fitur analitis yang luar biasa potensinya, mengingat berbagai akitivas tercatat dalam rekam jejak komputer dan Internet. Big data sangat menggiurkan para analis dan programmer yang bekerja di otak dapur bisnis di era tersebut.

Revolusi ini akan mengubah peran manajer “murni” menjadi manajer “kurang progresif,” mengingat penguasaan teknikal dan analisis kuantitatif merupakan kunci sukses ekonomi di dalam fase ini. Peningkatan produktivitas merupakan konsekuensinya. Peningkatan keuntungan merupakan tujuannya. 

Salah satu bentuk dari revolusi industri ini merupakan inteligensisasi infrastruktur. Keterbukaan, pendistribusian, dan kolaborasi merupakan ciri-ciri produk-produk Revolusi Industri Ketiga ini. GE telah menelurkan inisiatif “Industial Internet,” Cisco “Internet of Things,” IBM “Smarter Planet” dan Siemen “Sustainable Cities.”

Para pemikir Manajemen, Bisnis, dan Ekonomi juga sudah seyogyanya memberikan solusi bagi problema-problema Abad ke-21 yang kolosal. Revolusi Industri Ketiga sedang bergulir. Sudah saatnya kita mengadopsinya. Demi masa depan seluruh umat manusia dan bumi yang tetap hijau berkesinambungan.[]

 KONTAN Weekly, 17 – 23 Februari 2014

Pin It on Pinterest

Share This