Select Page


[Download PDF KONTAN DAILY Resesi AS Tahun 2020, Indonesia?]

oleh Jennie M. Xue

Cukup banyak ekonom dan CFO korporasi-korporasi internasional yang yakin bahwa tahun 2020 adalah tahun resesi bagi Amrik. Sebagai seseorang yang dapat melihat dengan mata kepala sendiri di akar rumput, saya yakin ini bukanlah prediksi lebay. Begini pandangan mata saya langsung dari pusat pemerintahan California (Sacramento) dan Silicon Valley (termasuk San Francisco Bay Area).

Satu, kondisi kemiskinan cukup mengenaskan.

Walaupun angka kemiskinan (poverty rate) resmi adalah 12,3 persen menurut data 2017. Padahal, angka kemiskinan terselubung adalah 49 persen. Ya, separuh dari penduduk AS siap menjadi tidak punya rumah (homeless) begitu kena PHK karena selama ini hidup tanpa bisa menabung alias paycheck-to-paycheck.

Penulis kenal pribadi dengan beberapa sahabat yang terkena PHK, mereka tidak bisa bertahan lama mengingat unemployment benefits hanya diterima untuk beberapa bulan saja. Di negara-negara sosial demokrat, benefit dari pemerintah lebih panjang dan dalam bagi mereka yang memerlukan.

Di AS, unemployment benefits bagi pegawai yang membayar pajak untuk benefit ini hanya mendapatkan bantuan terbatas hingga “dana dalam akun pajak”-nya tamat. Bagi para wirausahawan/wati, malah tidak ada benefit sama sekali. Bagi penulis, ini adalah kekejaman (dan kegagalan) sistem kapitalis demokrat.

Dua, kondisi politik dan kebijakan-kebijakan (policy) tidak membantu mengentaskan kemiskinan.

Kembali lagi ini adalah bagian dari kekejaman dan kegagalan sistem politik kapitalis demokrat. Sejak Pak Trump berkuasa, keran dana untuk mereka yang berada dalam kondisi ekonomi menengah kebawah sebagian besar telah ditutup. Jadilah sejauh mata memandang di bagian-bagian kota tertentu dipenuhi dengan tenda-tenda para homeless.

Para homeless ini adalah mereka yang tidak memiliki rumah, baik milik atau sewa. Dalam bahasa kita, ini disebut “gelandangan.” Penulis sendiri lebih suka menyebut mereka sebagai “tidak punya rumah” karena sering kali kondisi ini disebabkan karena situasi ekonomi dan kesehatan mental-psikologis yang buruk.

Tiga, perang dagang dengan China.

Mengingat AS sangat tergantung dengan China dalam hal impor, tarif masuk 25 persen atas USD 200 miliar produk China akan menyebabkan harga-harga melonjak ke atas yang harus diserap oleh publik. Padahal, underemployment sudah sangat tinggi.

Dengan kondisi rakyat yang telah “diperas” bekerja hingga dua pekerjaan full-time hanya untuk bisa bertahan hidup, harga-harga melonjak tinggi hanya membuat hidup semakin stres. Akumulasi orang-orang stres hanya akan menelurkan kondisi sosial resah dan rentan aktivitas-aktivitas subversif, termasuk ancaman revolusi sosial.

Empat, underemployment cukup masif.

Yang dimaksud “underemployment” adalah seseorang tidak cukup hanya bekerja seorang diri dengan satu pekerjaan full-time untuk membiayai keluarga atau bahkan diri sendiri.Untuk bisa membiayai sebuah keluarga kelas menengah, setiap orang dewasa dalam keluarga perlu punya penghasilan sendiri.

Misalnya di San Francisco saja, penghasilan perorang USD 100.000 (atau IDR 1.4 miliar) per tahun termasuk “ekonomi lemah” mengingat tidak cukup untuk membiayai rumah tangga. Satu mangkuk mie dapat mencapai USD 18 di restoran menengah, bukan yang mewah. Satu keluarga 4 orang memerlukan minimal USD 100 untuk satu kali makan di restoran menengah yang menjual mie. Bayangkan berapa biaya entertain akhir pekan.

Lima, Revolusi Industri 4.0 akan terus menggerus para pekerja manusia.

Di tahun 2021, Uber akan siap dengan armada driverless car-nya. Dengan kata lain puluhan ribu supir Uber akan kehilangan pekerjaannya. Saat ini, uji coba dengan Volvo tengah berlangsung.

AI (artificial intelligence), otomatisasi, dan robotik (3 triad) akan terus menggerus lapangan kerja yang ada. Bahkan posisi-posisi kreatif dan intelektual akan lebih mengandalkan 3 triad industri ultramodern ini.

Enam, AS memerangi 5G via memerangi Huawei.

China dan 100 negara lainnya di dunia telah siap dengan 5G-nya. Sedangkan AS masih stuck dengan 4G-nya. Seberapa hebat sih 5G itu? Luar biasa.

Dengan 4G, mendonlot film 2 jam memerlukan 3 menitan. Dengan 5G, hanya membutuhkan 3 detik lebih sedikit. Mereka yang menguasai teknologi adalah penguasa dunia. Dan ini berarti AS kalah telak, apalagi Silicon Valley semakin turun pamornya.

Tujuh, kepemimpinan AS semakin memburuk.

Obama adalah salah satu presiden terbaik AS dengan kebijakan-kebijakan yang dianalisis terlebih dulu dengan sains dan diplomasi sopan-santun. Administrasi sekarang adalah antitesisnya. Semakin hari, semakin tipis harapan “to make America great again.”

Tanpa analisis mendalam, berbagai kebijakan dalam sekejap dibalikkan dengan executive order. Jadilah AS kini negara “zombie” bom waktu yang siap “implosi” yang bisa membawa kasualitas bagi negara-negara lain.

Apa efek dari resesi AS 2020 nanti bagi Indonesia? Daya beli rakyat AS pasti menurun, sehingga ekspor dari Indonesia semakin menurun. Seandainya perang dagang dengan China bermuara ke perang militer, hubungan dengan negara-negara Asia juga pasti kena imbasnya. Dampak sekondari lainnya juga dapat kita alami di Indonesia. Mari menyiapkan diri.[]

KONTAN DAILY, Jumat, 5 Juli 2019

Pin It on Pinterest

Share This