
Source Image: TamaraMellon.com
[Download PDF KONTAN DAILY Rahasia Tamara Mellon di Jimmy Choo
oleh Jennie M. Xue
Tamara Mellon adalah founder Tamara Mellon Shoes, co-founder Jimmy Choo, dan mantan editor fashion Vogue UK. Karirnya dalam dunia sepatu gemerlap papan atas perempuan diawali ketika ia masih bekerja di Vogue.
Saat itu, Jimmy Choo sudah dikenal sebagai salah satu cobbler alias pembuat sepatu terbaik di dunia asal Malaysia berbasis di London Timur. Para selebriti Eropa dan AS, serta mendiang Putri Diana adalah pelanggannya.
Di tahun 1990s, Mellon menemui Jimmy Choo melalui network para editor fashion. Tanpa disadari, Mellon sebenarnya telah mendesain sepatu sesuai apa yang dibayangkan di dalam benaknya. Dan Choo yang mengeksekusinya dalam bentuk sepatu.
Lampu bohlam di dalam kepala Mellon menyala ketika ia perlu memberi kredit pembuat sepatu “Shoes by Jimmy Choo” di bawah foto styling halaman majalah. Padahal, dengan kredit tersebut, biasanya para perancang fashion dapat “turut mempromosikan” produk tanpa perlu membayar iklan.
Saat itulah, ia mempunyai ide untuk membuat merek Jimmy Choo di tahun 1996. Dalam kerja sama 50-50 dengan Jimmy Choo, semestinya “tugas” Mellon adalah dari segi bisnis dan publisitas, sedangkan Choo bertanggung jawab dalam segi desain.
Di masa itu, sepatu perempuan termewah adalah Manolo Blahnik, yang dipopulerkan oleh Carrie Bradshaw dalam serial televisi Sex and the City. Tidak ada kompetitor. Jadi, Jimmy Choo adalah merek tandingan Manolo Blahnik dan pasar sangat hangat menerimanya.
Mengapa sepatu Jimmy Choo sangat sukses? Menurut Mellon, kuncinya adalah desain dan kualitas. Lebih dari 90 persen produk terjual dalam harga penuh (full price) tanpa diskon. Ini menunjukkan animo positif konsumen. Padahal, rata-rata penjualan produk sepatu adalah 60 hingga 65 persen dengan harga penuh.
Hubungan kerja antara Tamara Mellon dengan Jimmy Choo sendiri sebenarnya tidak seindah yang dibayangkan. Dalam wawancara dengan Poppy Harlow dari CNN, Mellon berkata bahwa sesungguhnya semua sepatu merek Jimmy Choo saat awal pendiriannya didesain olehnya. Jimmy Choo sendiri tidak pernah menyertakan desainnya.
Menyadari hal tersebut, di tahun 2001, 50 persen saham Jimmy Choo dijual kepada Equinox Luxury Holdings. Di tahun 2004, saham tersebut pindah tangan ke Lion Capital. Di tahun 2007, kembali dijual kepada TowerBrook Capital Partners sebesar £225 million. Di 2011, pindah tangan ke Labelux sebesar £525.5 million.
Selama itu, Mellon adalah satu-satunya anggota board yang perempuan. Padahal, sepatu Jimmy Choo adalah sepatu untuk perempuan. Dan sweat equity yang bagiannya saat itu hanya dua persen, padahal pihak lain memegang lima persen.
J. Choo Ltd kini dijalankan oleh mantan eksekutif LVMH Pierre Denis. IPO dilangsungkan bulan September 2014. Dan sebulan kemudian dilisting di London Stock Exchange dengan nilai ekuitas £546 million.
Dari perjalanan panjangnya dalam mempertaruhkan karir bisnisnya, Mellon mencatat beberapa hal penting yang bisa dijadikan bahan pelajaran kita semua.
Pertama, percayalah akan kemampuan diri sendiri. Jangan jadikan rendahnya pendidikan atau hal-hal sebagai justifikasi untuk rendah diri. Mellon sendiri hanya berpendidikan SMA, yang sering kali membuatnya rendah diri. Dalam bahasa Ilmu Psikologi, ini dikenal dengan istilah “impostor syndrome.”
Kedua, kenali talenta dan skill diri sendiri, sehingga ketika sedang melaksanakan bisnis, semua itu dihargai sepantasnya. Hargai diri sendiri untuk menggunakan nama Anda sebagai nama produk (merek) dari awal. Jadilah nama “Jimmy Choo” yang terus membesar, bukan Tamara Mellon.
Kini setelah hubungan kerja diputuskan dengan Jimmy Choo Ltd, barulah Mellon membangun merek dengan namanya sendiri “Tamara Mellon” yang bermarkas di West Hollywood.
Ketiga, memulai kembali dengan “benar” merupakan tanda dari kematangan diri dan berbisnis. Setelah dua puluh tahun dalam bayang-bayang Jimmy Choo, akhirnya ia mempunyai platform untuk menunjukkan talenta dan skill yang dimilikinya.
Pelajaran bisnis Tamara Mellon sangat berarti bagi para perempuan karir dan pebisnis. Juga bagi para partner dalam kerja sama 50-50.
Jangan jadikan berbagai “kelemahan” pribadi sebagai alasan untuk mendapatkan bagian yang lebih kecil atau bekerja lebih keras. Ketika partnership 50-50 disetujui, bidang kerja semestinya telah dibagi dengan baik dan ada oversight agar saling mempertanggung jawabkan bagian masing-masing.
Akhir kata, yakinlah akan talenta dan skill diri sendiri. Speak up alias kemukakanlah pendapat dalam setiap milestone kemitraan. Niscaya, partnership menjadi langgeng dan masing-masing dapat berperan sebagaimana yang diperjanjikan dari awal.[]
KONTAN DAILY, Jumat, 15 September 2017