Select Page

decisions-450

Kontan Logo

[Download PDF KONTAN WEEKLY Psikologi Keputusan]

oleh Jennie M. Xue

Setiap kali mengambil keputusan, ada tarik-menarik antara intuisi dan logika. Uniknya, tidak ada keputusan yang terlalu kecil atau terlalu besar untuk hal ini. Sama-sama ada unsur tarik-menarik. Dan yang menarik, ternyata manusia mempunyai kecenderungan untuk mengulang kesalahan yang sama dalam mengambil keputusan.

Most people are feelers, not thinkers. Kebanyakan orang dalam populasi adalah “perasa,” bukan “pemikir.” Menurut studi, 60 persen laki-laki lebih besar unsur “berpikir”-nya daripada “merasa.” Sedangkan pada perempuan sebaliknya. Namun ini bukan berarti laki-laki lebih “akurat” karena menggunakan pikiran daripada perasaan, karena bisa saja daya nalarnya tidak demikian baik, sehingga pikirannya bisa saja biasa-biasa.

Data memang penting dalam mengambil keputusan, namun seringkali data tidak sepenting “apa yang dirasakan.” Bisakah kebiasaan ini diperbaiki?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, marilah kita jawab beberapa pertanyaan berikut.

Bagaimana kita mengenali gaya pengambilan keputusan kita sendiri? Bagaimana kita dapat mengambil keputusan yang lebih logis dan tepat? Keputusan logis dan tepat sangat penting dalam dunia bisnis, walaupun intuisi terasah juga mempunyai arti.

Salah satu psikolog paling berpengaruh di dunia dan juga pemenang Nobel adalah Professor Emeritus Universitas Princeton Daniel Kahneman yang dikenal dengan studi psychology of judgment and decision making, behavioral economics, dan prospect theory. Ia dianugerahi Nobel Ekonomi di tahun 2002 dan disebut sebagai salah satu ekonom paling berpengaruh di dunia oleh majalah Economist di tahun 2015.

Anda pasti pernah mendapatkan kasus di mana perbuatan seseorang “kurang masuk akal,” namun Anda belum mendapatkan jawaban yang semestinya. Kahneman pernah naik taksi di New York City dan ia merasa perilaku para supir taksi cukup membingungkan.

Ternyata, di musim hujan, banyak calon penumpang yang menunggu taksi agar cepat tiba di rumah dan tidak kehujanan. Di hari-hari cerah, kebanyakan mereka menggunakan transportasi lainnya atau berjalan kaki.

Anehnya, para supir taksi tidak mengambil kesempatan untuk mendapatkan uang ekstra dengan mengambil lebih banyak penumpang di hari-hari hujan. Sebaliknya, mereka cepat pulang ketika target telah dicapai.

Logikanya, bukankah ini kesempatan emas untuk mendapatkan uang ekstra dalam jumlah jam kerja yang sama? Mengapa mereka memilih lebih baik cepat pulang saja? Ternyata, dalam pengambilan keputusan ini, para supir taksi lebih menggunakan intuisi daripada logika.

Kahneman menemukan bahwa manusia selalu dekat dengan cognitive biases, di mana intuisi mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pengambilan keputusan. Ada sekitar 150 bias, yang masih terus bertambah.

Dalam pengambilan keputusan sehari-hari, cobalah perhatikan bagaimana anggota tim Anda mengelola bias mereka.

Mengapa kita memiliki bias tersebut dan tidak mampu untuk menepisnya? Bias terjadi secara otomatis dan telah menjadi default programming sejak 35 juta tahun yang lampau dalam perjalanan evolusi manusia. Bias-bias ini menyebabkan kita tidak mampu menyelami masalah dari sudut pandang orang lain, menyerah kepada godaan, berbelanja secara impulsif, dan mempercayai orang yang salah.

Dan bias ini ditemukan baik di antara para amatir dan pakar tanpa kecuali.

Intinya, pada saat kita melakukan hal-hal yang kelihatannya mudah dilakukan atau keputusan mudah diambil, kita menggunakan sistem kognitif nomor satu (“sistem 1”). Ketika kita perlu berpikir agak mendalam agar mendapatkan keputusan yang “lebih matang,” kita menggunakan sistem kognitif nomor dua (“sistem 2”).

Yang menarik, sayangnya, sering kali sistem kognitif kita menggunakan sistem yang salah. Misalnya, ketika kita seharusnya berpikir dalam dan matang, ternyata sistem yang digunakan adalah Sistem 1 yang cepat dan tanpa pikir panjang. Dan sebaliknya.

Beberapa bias yang perlu Anda perhatikan sehingga dapat mengambil keputusan dengan menggunakan Sistem 2: unintentional blindness (hanya fokus kepada satu hal sehingga hal besar di periferi tidak tampak), anchoring (image besar/kecil sesuatu dipengaruhi oleh apa yang ada di sekitarnya), present focus (hanya fokus ke saat ini saja daripada efek jangka panjang), halo effect (satu noda kecil menggagalkan semuanya), IKEA effect (buatan atau milik sendiri paling baik), spotlight effect (semua orang memperhatikan Anda), dan confirmation bias (yang sudah “jelas” diperjelas lagi).

Bisakah gaya pengambilan keputusan Anda diperbaiki? Bisa, sepanjang Anda mengenali bias-bias yang ada dan mengelolanya dengan mengulangi prosesnya.[]

KONTAN WEEKLY, 25-31 Januari 2016

Pin It on Pinterest

Share This