Select Page

soap-bubbles450

Jasa Keuangan Logo

[Download PDF MAJALAH JASA KEUANGAN Januari 2016]

oleh Jennie M. Xue

Menurut data The Economist, pinjaman hutang kuliah (student loan) AS mencapai USD 1,2 trilyun dengan 7 juta akun kredit macet. Pinjaman kartu kredit (credit card) mencapai USD 890,9 miliar dengan angka kredit macet (default rate) mencapai 8,38 persen di Q1 2015. Rata-rata satu keluarga di AS mempunyai hutang kartu kredit sebesar USD 16.140. Rata-rata pinjaman KPR di AS sebesar USD $294.900 dengan total besarnya industri KPR sebesar USD 13,6 trilyun.

Kultur uang instan dengan gesekan plastik serta pinjaman uang kuliah sudah menggelembung sedemikian rupa, apalagi di masa resesi (Great Recession) dan pasca resesi saat ini. Yang menarik dari pinjaman hutang kuliah (student loan) di AS adalah tidak bisanya dihapuskan oleh bankruptcy (status hukum pailit). Maka gelembung default menjadi bahaya laten yang mencekam.

Terlepas dari besarnya konsekuensi penalti yang akan terus mengelembung sepanjang hayat dan pasca kematian (post-mortem debt) yang harus dilunasi oleh para ahli waris, tetap saja kredit macet student loan merupakan pilihan yang sering kali diambil oleh debitur.


Di AS, dalam keadaan ekonomi sulit, biasanya konsumen melakukan stop pembayaran kartu kredit dan kredit mobil lebih dahulu sebelum stop pembayaran student loan. Yang terakhir dilakukan adalah stop pembayaran KPR. Ini berhubungan dengan efek penyetopan terhadap FICO score dan dampak secara fisik terhadap debitur.

Dengan menyetop pembayaran KPR, penyitaan properti dilakukan bank, berarti tidak bisa ditempati lagi. Namun, proses penyitaan yang panjang memberi tempat untuk berstrategi agar bisa berhemat.

Di manapun, kredit macet sangat mengerikan, apalagi di AS yang sangat mengandalkan reputasi FICO score yaitu score laporan kredit. Semakin tinggi score seseorang, semakin besar limit pinjaman dan semakin rendah bunga bank yang dikenakan.

Komponen-komponen FICO score yang jadi pertimbangan: sejarah pembayaran cicilan (35 persen), besar hutang (30 persen), usia akun FICO score (15 persen), tipe kredit (10 persen), dan frekuensi pengecekan FICO score of calon kreditor (10 persen). Data biasanya terhubung dengan Social Security Number dan Taxpayer Identification Number sehingga dapat dengan mudah dicek.

Menurut American Bankers Association, dalam keadaan resesi di mana pekerjaan sangat sulit dan nilai properti menukik tajam hingga lebih dari 50 persen, sering dilakukan “strategic default” alias “penyetopan pembayaran cicilan secara strategik.” Sepanjang masa mortgage crisis beberapa tahun terakhir ini, para peminjam KPR yang propertinya mengalami negative equity (ekuitas negatif) sebesar 10 persen atau lebih dan borrowing term yang tidak mempengaruhi aset lainnya, tampaknya lebih besar 14 persen kemungkinan melakukan penyetopan pembayaran (kredit macet).

Dan di masa mortgage crisis akhir-akhir ini, mengingat berjuta-juta properti perlu disita (foreclosed), prosesnya bisa berjalan bertahun-tahun. Di masa proses penyitaan, debitur masih tinggal di properti tersebut hingga hari terakhir. Tergantung wilayah dan lamanya antrian proses penyitaan, apabila prosesnya lebih dari sembilan bulan, 40 persen lebih besar kemungkinan debitur melakukan kredit macet. Bayangkan, dengan uang cicilan USD 3000 per bulan, misalnya, dalam sembilan bulan berarti penghematan USD 27.000.

Sedangkan bagi debitur KPR yang propertinya mengalami ekuitas negatif lebih dari 10 persen namun memiliki pinjaman lain yang mempertahankan aset lainnya, data statistik menunjukkan bahwa kredit macet kartu kredit mereka berkurang 18 persen. Sedangkan debitur yang mempunyai properti yang telah disita (foreclosed), 57 persen lebih besar kemungkinannya akan menyetop pembayaran kartu kredit pula.

Yang menarik, masa proses penyitaan properti yang lebih dari 3 bulan, sangat mengganggu proses pembayaran kredit-kredit lainnya. Semakin lama mereka tidak perlu membayar cicilan bulanan KPR, semakin besar dana yang bisa mereka gunakan untuk hal-hal lain termasuk berbelanja dengan kartu kredit. Padahal, sering kali ini menjadi siklus berutang baru yang menggelembungkan hutang kartu kredit.

Studi menunjukkan bahwa proteksi terhadap aset membantu mengurangi kredit macet KPR. Sedangkan proses penyitaan properti (foreclosure) yang efisien membantu para konsumen agar mempertahankan kredit-kredit lainnya yang lebih signifikan, termasuk mempertahankan student loan. Gelembung student loan sendiri pun telah mulai meletus.

Gelembung kredit terakhir yaitu student loan kini telah meletus satu per satu. Diawali dengan bangkrutnya Corinthian Colleges di California, di mana 16.000 mahasiswa aktifnya terdampar tanpa kelas dan gelar. Tentu saja mereka menolak untuk melunasi hutang pinjaman kuliah. Dan ini berarti gelembung sebesar USD 1,5 trilyun student loan dari keseluruhan lulusan dan mahasiswa menjadi tanggungan pemerintah negara bagian California.

Bagaimana kelanjutan krisis kredit di AS? Bisa dibaca dari psikologi perilaku para debitur. Dan ini bisa dijadikan benchmark untuk kasus-kasus di Indonesia.[]

JASA KEUANGAN, Januari 2016

Pin It on Pinterest

Share This