Select Page

dessert450

Kontan Logo

[Download PDF KONTAN Daily Produktivitas dan Happiness As A Skill Set]

oleh Jennie M. Xue

Kebahagiaan dan menjadi bahagia merupakan ketrampilan. Bukan semata-mata perasaan dan bukan semata-mata tujuan dan hasil dari pencapaian suatu gol. Dengan kata lain, seseorang menjadi bahagia bukan karena ia telah lulus pendidikan S2 di universitas ternama, memiliki mobil Ferrari, tinggal di kondominium super mewah di Jalan Jendral Sudirman, dan gaji USD 20.000 per bulan. Namun karena ia memiliki ketrampilan untuk berbahagia.

Happiness is a skill set. Menjadi bahagia merupakan ketrampilan.

Dengan memiliki perasaan bahagia, setiap individu menjadi lebih produktif dan fokus. Bagi para eksekutif dan pekerja, ini jelas memperbesar kesempatan. Apalagi bagi para entrepreneur yang perlu jeli dalam menggapai berbagai kesempatan. Lingkungan positif merupakan lahan yang menyuburkan kreativitas. Dan ini dimulai dari dalam diri sendiri.

Melatih pikiran untuk mempunyai default state “bahagia” membutuhkan latihan. Apalagi di Indonesia di mana “trust” berharga sangat tinggi, mengingat sistem hukum yang belum berjalan dengan sempurna, sehingga hampir setiap kerja pernah mengalami “kasus penipuan” dalam berbagai modus operandi. “Tingkat kecurigaan” dalam dinamika interpersonal dan interbisnis di Indonesia cukup tinggi dan ini merupakan faktor pengikis kebahagiaan sebagai default state.

Tempat kerja yang positif jelas jauh lebih produktif daripada tempat kerja yang penuh dengan berbagai “office politics” yang seringkali penuh fitnah dan rasa iri. Seorang pelatih (trainer) dan manajer sebaiknya telah memiliki default state “rasa bahagia” yang tinggi, sehingga dapat “menularkannya” dengan lebih bermakna kepada para subordinat.

Ciri-ciri seseorang yang mempunyai “rasa bahagia” sebagai default state: berpikiran positif dan memperkirakan yang terbaik dalam setiap kesempatan. Ini bisa dan perlu diasah setiap saat. Caranya bagaimana? Mengalihkan pikiran negatif secepatnya. Ubahlah menjadi pikiran positif. Lakukan berulang-ulang dengan kesadaran penuh.

Bagaimana kondisi seperti ini bisa dicapai? Mengenali dan menginternalisasi tujuan hidup positif setiap saat, sehingga setiap pilihan keputusan dan aktivitas mempunyai dasar yang cukup kuat. Dengan kata lain, setiap aktivitas mempunyai tujuan tertentu yang positif, serta bisa dikuantifikasi dan diukur.

Bukan berarti setiap gol yang berhasil dicapai merupakan titik dimulainya “rasa bahagia,” namun kebahagiaan ini merupakan kondisi mental positif yang mempertinggi produktivitas. Jadi, rasa bahagia merupakan “bensin” dan “motor” penggerak yang dahsyat.

Tentu saja, setelah gol dicapai, rasa bahagia akan bertambah lagi sehingga menciptakan “lingkaran positif.” Para pakar Psikologi Positif seperti Martin Seligman dan Shawn Achor menekankan hal ini.

Pertama, ketika melakukan suatu tugas, apapun itu, pusatkan pikiran di satu titik. Fokuslah seoptimal, bahkan semaksimal mungkin. Apapun unsur dari luar yang menyita energi, seperti berbagai unsur negatif, buanglah jauh-jauh. Contohnya: kekawatiran akan masa depan baik jangka panjang maupun jangka pendek, rasa iri dan cemburu akan prestasi orang lain,

Tugas Anda adalah menyatukan pikiran yang terfokus pada satu titik dengan rasa bahagia dan tenang di dalam hati. Kombinasi keduanya merupakan motor dan bensin penggerak kreativitas dan produktivitas yang sulit ditandingi.

Dengan hanya mempunyai satu fokus di satu momen atau aktivitas tertentu, Anda meningkatkan panca indera Anda untuk peka akan hal-hal yang dapat meningkatkan performance. Sehingga hasilnya berkali-kali lipat lebih baik.

Kedua, gunakan filter dalam memilih pikiran-pikiran yang masuk ke dalam benak Anda. Tidak semua perasaan dan pikiran perlu masuk ke dalam benak dan diberi tempat. Dengan kata lain, Anda perlu menyortir pikiran-pikiran yang positif untuk diberi tempat khusus, sedangkan pikiran-pikiran negatif hasil dari berbagai persepsi negatif dibuang saja. Reframing alias membingkai kembali segala pikiran dengan menggunakan bingkai positif.

Filter ini perlu dipakai dalam berpikir, berkata-kata, dan bertindak karena tiga elemen ini merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan. Dengan berpikiran positif dan mempunyai pusat diri yang penuh rasa bahagia, produktivitas dan kreativitas semestinya lahir dengan sendirinya. Tentu ada berbagai pengecualian yang bisa saja terbentuk dari mindset (pola pikir) yang tidak sehat akibat dari kultur yang kurang kondusif.[]

KONTAN Daily, Jumat 2 Oktober 2015

Pin It on Pinterest

Share This