[Download PDF KONTAN WEEKLY Perspektif dan Tujuan Hidup]
oleh Jennie M. Xue
Pernahkah Anda tiba-tiba terbangun dan tersentak bahwa kini Anda telah berusia 35 tahun? 40 tahun? 50 tahun? Ke mana saja waktu berlalu? Apa prestasi hidup Anda? Apa yang telah Anda lakukan bagi mereka yang Anda sayangi? Bagi lingkungan dan orang banyak? Apa saja gol-gol yang telah raih?
What have I done so far?
Ini pertanyaan reflektif yang normal. Setiap orang pernah mengalaminya, terutama ketika hidup tidak terlalu menggairahkan. Ketika terasa monoton. Ketika hasil cek mata menunjukkan Anda perlu kacamata plus. Atau bahkan ketika ada beberapa masalah yang tidak juga kunjung terselesaikan.
Namun, Anda tetap merasa bersyukur. Punya kesehatan yang baik. Rutinitas sehari-hari berjalan lancar. Tempat tinggal layak dan akun bank yang memadai, walaupun cash flow tidak selalu penuh.
Ah, mengapa masih terasa ada yang kurang lengkap?
Pertama, komplasen (complacency).
Apakah Anda termasuk kategori ambisius? Driven? Fokus akan gol-gol hidup walaupun hidup tidak selalu mulus dan bebas hambatan? Ataukah sebaliknya: tidak mempunyai gol hidup yang pasti, namun penuh mimpi yang tidak juga kunjung terealisasi.
Kenali tingkat komplasensi Anda. Dalamkah? Jika Anda merasa telah berusaha keras, analisa agregatnya. Apakah gol harian selalu dicapai? Jika tidak, mengapa? Mungkin ada masalah internal di dalam diri Anda, sehingga perlu proses-proses reframing dan mengganti learning style yang kurang sesuai.
Kedua, perspektif.
Sesungguhnya, seperti Anda hidup yang tuju? Dan perspektif apa yang Anda pakai? Satu perspektif umum yang sering dipakai adalah: pelaku vs penderita. Sebagai “pelaku,” Anda mempunyai perspektif sebagai individu aktif yang punya peran besar dalam menentukan arah hidup. Sebagai “penderita,” Anda hanya menerima saja direksi hidup sebagaimana ditentukan oleh orang lain, seperti orang tua atau atasan.
Apa perspektif hidup Anda? Jadilah seorang pelaku. Artinya, setiap pilihan hidup, sekecil apapun, adalah pilihan Anda. Dan Anda jalankan sebaik mungkin.
Ketiga, Hidup 2.0.
Mungkin Anda masih berada di versi Hidup 1.0, padahal dunia telah bergulir demikian cepat dan modernitas telah menciptakan demikian banyak tantangan baru. Sebagaimana software dan aplikasi yang kita pakai dalam seribu satu macam gadget digital, Hidup juga perlu versi terbaru.
Kenali kapan Anda telah menjalani Hidup 2.0 dan apakah versi itu masih relevan hingga hari ini. Mungkin malah Anda kini telah berada di versi 3.0 namun memerlukan semangat ekstra untuk di-upgrade menjadi versi 4.0.
Keempat, milestone.
Bangun milestone sehingga Hidup 2.2 atau bahkan Hidup 3.5 Anda dapat ditandai dengan berbagai hal berarti alias “prestasi.” Tentu makna “prestasi” berbeda bagi setiap individu. Dan tidak semua prestasi perlu mendapatkan notifikasi penting. Kenali prestasi-prestasi kecil dalam hidup dalam keseharian.
Seorang VP Marketing pasti mempunyai prestasi berbeda dengan seorang pemilik UKM. Seorang mahasiswa MM juga memiliki prestasi berbeda dengan seorang penulis novel. Tanpa milestone yang dibangun setiap hari, Anda tidak dapat mengabadikannya sebagai memori hidup sehingga hidup terasa punya arti.
Kelima, gol tertinggi.
Setiap orang punya “ultimate goal.” Ini bukan gol relijius, seperti “masuk surga.” Kita berbicara mengenai gol di bumi sebagai individu hidup. Dan gol ini terukur. Contohnya, mempunyai 10 toko dengan omzet Rp 100 juta per bulan, menyelesaikan S3 dalam 5 tahun dan meraih gelar profesor, bermigrasi ke Kanada dan memulai bisnis pastry beromzet CAD 50.000 per bulan, atau memiliki properti di Los Angeles senilai USD 2 juta.
Beranikanlah diri Anda untuk mengutarakan gol tertinggi tanpa rasa malu. Minimal kepada diri sendiri. Tuliskan gol ini di selembar kertas atau ketiklah di sebuah blog privat dengan audiens terbatas. Ini berfungsi sebagai internalisasi gol. Semakin jelas gol tampak dalam mata pikiran Anda, semakin cepat dan
Akhir kata, setiap individu adalah bagian dari evolusi universal. Anda punya andil penting dalam menggerakkan roda umat manusia. Dimulai dengan perspektif hidup yang tepat sebagai pelaku. Dengan dimulai dari diri sendiri, kita semua punya andil dalam membentuk masyarakat dunia.
Intinya kenali perspektif dan capai gol-gol positif. Satu demi satu, sukses di tangan. []
KONTAN WEEKLY, 9-15 Januari 2017