Image Source: Samsonite.com
[Download PDF KONTAN DAILY Perjalanan Samsonite, Koper Super]
oleh Jennie M. Xue
Setiap traveller pasti kenal Samsonite. Koper super tahan banting dan tahan buldozer yang harganya juga super. Di balik produk super, ternyata ada masa-masa sulit, bahkan hampir bangkrut. Bagaimana perjalanan merek super ini? Dan bagaimana strategi retailnya?
Samsonite International S.A. (SEHK: 1910) didirikan di Denver, Colorado. Setelah berpindah tangan beberapa kali, kini Samsonite bermarkas di Luxembourg sebagai badan hukum bisnis. Uniknya, saham Samsonite dijual di Hong Kong Stock Exchange.
Produk yang dijual lebih dari sekedar koper, namun perlengkapan perjalanan jauh dan dekat, termasuk tas, backpack/ransel, traveller’s locks, dan sebagainya. Merek-mereknya mencakup: Samsonite, Samsonite Red, American Tourister, Hartmann Luggage, High Sierra, Lojel, eBags, Lipault, Speck Products, Tumi, Kamiliant, dan Gregory Mountain Products. Empat puluh persen produk mereka dimanufaktur di India.
Pendiri Samsonite bernama Jesse Shwayder, seorang salesman koper. Awalnya, bisnis yang didirikan bernama Shwayder Trunk Manufacturing Company. Kemudian, ia menamakan salah satu lini koper “Samsonite,” yaitu nama biblikal Samson.
Seri Samsonite sangat kuat dan fleksibel dan pertama kali diproduksi tahun 1939. Di tahun 1941, Samsonite didaftarkan sebagai merek dagang. Saat itu, anak perusahaan Samsonite Furniture Co. memproduksi kursi lipat dan meja untuk bermain kartu berbasis di Murfreesboro, Tennessee.
Di tahun 1973, Samsonite berpindah tangan ke Beatrice Foods. Pabrik di Denver yang pernah mempekerjakan 4000 buruh, terpaksa ditutup di May 2001 karena berpindah tangan lagi. Di tahun 2005, pusat dan produksi dipindahkan ke Mansfield, Massachusetts setelah diakuisisi Marcello Bottoli. CVC Capital Partners mengambil alih di tahun 2007 senilai USD 1,7 miliar.
Dua tahun kemudian, mengingat masa Great Recession, Samsonite Company Store LLC (U.S. Retail Division), mendaftarkan diri untuk Chapter 11 Bankruptcy. Namun di musim panas 2011, Samsonite berhasil meraih USD 1,25 miliar dari IPO di Hong Kong.
IPO ini menjadi malaikat penolong, terbukti dari akuisisi Hartmann di tahun 2012 senilai USD 35 juta dan Tumi seharga USD 1,8 miliar.
Naik-turun-naik perjalanan Samsonite merupakan bukti bahwa nama besar tidak lekang oleh resesi. Dan ada banyak cara untuk menaikkan nilai merek kembali.
Selain inovasi produk dengan menggaransi seumur hidup serta kekuatan dan kelenturan yang waterproof dan bulldozer-proof (untuk beberapa seri tertentu), Samsonite dengan cerdas membidik pasar milenial dan bekerja dengan tim digital marketing terpadu.
Satu, desain produk non-perjalanan
Semua orang pakai tas, bukan hanya ketika melakukan perjalanan. Produk utama Samsonite masih berupa koper-koper super tahan banting.
Namun diversifikasi produk telah merambah ke fungsi-fungsi non-perjalanan, seperti untuk keperluan sehari-hari. Berbagai ceruk baru dibentuk untuk mencapai market share lebih besar.
Dua, membidik milenial di akar rumput
Para milenial mahasiswa universitas yang membutuhkan berbagai tas selama masa kuliah mereka. Jelas di sini ada pasar bagi Samsonite. Jadilah Samsonite Tough Tour yang diawali di tahun 2012, menjangkau 17 universitas dan kolese di Pantai Timur AS.
Pembidikan akar rumput dalam brand activation, misalnya, sangat populer dilakukan. Namun sebagai merek senior, Samsonite melakukan niche re-targetting yang membutuhkan kehati-hatian.
Tiga, strategi pemasaran digital organik
Digital marketing organik mengutamakan penyampaian merek (branding) yang disampaikan secara alami, seperti oleh para influencer Instagram dan media sosial lainnya. Untuk produk-produk Samsonite, Instagram dan Pinterest serta online ads berbasis image lebih organik daripada yang berbasis teks.
Kedengarannya tipikal, namun sesungguhnya membutuhkan kejelian dalam membawakan produk agar tidak tampak redundan dan mengada-ada. Dengan Adblocker, pengguna Internet kini dapat dengan mudah memblok iklan, sehingga content marketing organik kini mempunyai posisi yang sangat menguntungkan.
Tiga, membangun komunikasi dengan konsumen
Social media listening tools seperti SproutSocial, Keyhole, dan Buzzsumo memungkinkan marketer menganalisa engagement dari berbagai media sosial, sehingga komunikasi dan kreasi konten dapat dioptimalkan. Selain itu, komunikasi dengan para blogger berpengaruh mempunyai posisi yang cukup penting dalam membangun komunikasi dengan konsumen.
Empat, workflow lancar customer service
Pastikan workflow dalam memberikan servis terbaik dapat berjalan lancar. Berbagai komplain dapat disampaikan via media sosial dan sering kali ini menjadi kendala dalam eksekusi servis tercepat. Pastikan workflow tidak membutuhkan birokrasi tertentu.
Akhir kata, Samsonite cerdas dalam memasarkan produk senior berusia lebih dari satu abad ini dengan berbagai strategi pemasaran yang membidik milenial digital natives. Benchmark yang jitu.[]
KONTAN DAILY, Jumat, 24 Desember 2017