[Download PDF KONTAN WEEKLY Perilaku dan Pengalaman]
oleh Jennie M. Xue
Anda tidak perlu kecewa ketika perilaku dan kepribadian seseorang tidak sebagaimana yang Anda bayangkan. “Bayangan” akan kepribadian seseorang adalah persepsi yang diproduksi oleh pikiran berdasarkan pengalaman hidup Anda. Padahal, setiap orang mempunyai pengalaman hidup yang sangat berbeda.
Sebagai seorang penulis, sering kali saya bertemu muka dengan para pembaca yang “tidak menyangka” bahwa kepribadian saya tidak seperti yang dibayangkan. Ada yang menyangka bahwa saya lemah lembut dan feminin. Padahal, kepribadian saya tidaklah demikian.
Sebagai contoh, mengingat penulis paling kenal sejarah hidup diri sendiri dibandingkan orang lain, begini kronologi riwayat hidup penulis: Tidak pernah mengenal ayah kandung, dibesarkan oleh single mother, anak tunggal, sejak SD hingga SMA bersekolah di sekolah elit super disiplin, kuliah di perguruan tinggi negeri Indonesia yang paling sulit standar penerimaannya, mengambil pascasarjana di AS atas biaya sendiri karena ibunda hanya membiayai satu tahun pertama, dan berhasil bermigrasi ke negara maju nan kompetitif serta mendirikan perusahaan sendiri di salah satu kota paling progresif di dunia. Bahkan penulis senang memasak sendiri dan rasanya tidak kalah dengan menu di restoran.
Jelas semua ini membentuk kepribadian tidak “kemayu” dan lebih “tahan banting” dibandingkan mereka yang sejak kecil dimanja, selalu dibiayai orang tua, mempunyai PRT dan baby sitter, bekerja seperlunya tanpa urgensi, dan komplasen (complacent). Namun, tentu saja tampakan luar penulis memang tidak seberapa “tough” mengingat tidak bertato dan tidak seberapa atletis. Ingat, pengalaman hidup seperti apapun hanya dapat dirasakan dengan perilaku dan pilihan-pilihan hidup.
Fakta bahwa perilaku dan kepribadian yang “berbeda” dari harapan, sebaiknya tidak membuat Anda berprasangka negatif. Selain itu, pahami bahwa pengalaman hidup seseorang sejak masa kanak-kanak hingga dewasa merupakan fondasi hidup yang menentukan pola pikir dan kebiasaan-kebiasaan di masa dewasa.
Pertama, buang jauh-jauh pendapat bahwa perbedaan antara persepsi dengan realita merupakan sesuatu yang buruk. Selain berpraduga demikian tidak baik, ini juga merusak persepsi Anda lebih dalam dan luas. Jaga baik-baik pola pikir Anda, karena inilah modal kerja yang tidak akan hilang hingga kapanpun.
Kedua, perilaku seseorang adalah “tampakan luar” yang digerakkan oleh pengalaman hidup yang nota bene adalah “motor pendorong.” Dua hal ini bisa saja berbeda. Sebagai contoh, seorang perempuan ayu dan cantik bukan berarti tidak “tough” (kenyal) dan tabah dalam menghadapi berbagai masalah hidup.
Sebaliknya, seseorang bertato dan bertubuh ala binaragawan tidak pasti lebih “tough” dan tabah daripada si ayu nan cantik. Dua hal ini berbeda. Tampakan luar mudah diubah dan direvisi, sedangkan pengalaman dalam merupakan proses tempaan hidup berpuluh-puluh tahun. Don’t confuse the two.
Ketiga, jika Anda bisa merasakan jarak antara persepsi dengan realita dan antara perilaku dengan pengalaman hidup, setiap orang pasti bisa merasakan hal yang sama tentang diri Anda. Dengan kata lain, jika Anda merasa seseorang ganjil, bisa saja ia juga sedang merasakan “keganjilan Anda.”
Padahal, tidak ada yang “ganjil.” Yang ada hanyalah jarak antara persepsi dengan realita dan jarak antara perilaku dengan pengalaman. Apalagi mereka yang telah lama hidup di dalam kultur yang berbeda. Misalnya, seorang imigran di negara lain biasanya mempunyai “standar” akan ketabahan yang berbeda dengan mereka yang belum pernah bermigrasi ke negara lain.
Bagi seseorang yang bergerak di bidang sales dan marketing, misalnya, mempunyai persepsi dan “standar” mengenai kata-kata manis yang berbeda daripada para penyair. Belum lagi agama dan spiritualitas seseorang yang membentuk fondasi bagi “ketabahan” dan “keberanian dalam menghadapi hidup.”
Gaya, perilaku, dan pengalaman hidup seseorang seringkali bertolak belakang. Maka, berbagai stereotip dan praduga sebaiknya disingkirkan. Peganglah pada pilihan-pilihan dan prioritas hidup mereka, karena inilah indikator paling dapat dipercaya mengenai “siapa” mereka.
Bagaikan sebuah perahu, kita hidup mengandalkan banyak elemen: kondisi kapal, motor, layar, angin, kompas, ombak, dan arahan nahkoda. Dari titik keberadaan kapal, bisa kita perkirakan kualias elemen-elemen tersebut. Warna dan merek kapal hanya membentuk stereotip, karena sebuah yacht mewah yang dikemudikan oleh kapten yang tidak berpengalaman bisa saja tidak tiba di tujuan. Malah tersesat.[]
KONTAN WEEKLY, 8-14 Agustus 2016