Select Page

coffee-450

Kontan Logo

[Download PDF KONTAN Daily Peran Androgini dalam Kreativitas]

oleh Jennie M. Xue

Perhatikanlah orang-orang sukses di sekitar Anda. Yang pria mempunyai ketegasan maskulin namun juga mempunyai perhatian yang lembut. Yang perempuan mempunyai kelembutan feminin namun mempunyai ketegasan dalam pengambilan keputusan. Dengan kata lain, orang-orang sukses sering kali termasuk kategori “androgini.” Dan untuk mencapai sukses, dibutuhkan kreativitas di atas rata-rata.

Menurut profesor Psikologi asal Hungaria yang kini mengajar di Claremont Graduate University Mihaly Csikszentmihalyi yang dikenal dengan bukunya Flow dan Creativity: The Psychology of Discovery and Invention, “faktor androgini” seseorang mempunyai peran besar dalam kemampuan yang di atas rata-rata dalam mengarungi kehidupan.

Yang dimaksud dengan “kreativitas” di sini mencakup empat tahap. Satu, kemampuan menjalankan idealisme kreatif secara rutin sebagai bagian dari kognisi. Dua, penggunaan memori/ingatan dalam proses kreatif. Tiga, korelasi antara kreativitas dengan kepekaan terhadap mental illness, seperti depresi dan insomnia. Empat, jender dari pikiran dan daya pikir yang dekat dengan maskulinitas maupun femininitas.

Berdasarkan berbagi eksperimen psikologi di berbagai universitas, disimpulkan bahwa perempuan yang lebih kreatif daripada rekan-rekan perempuan lainnya biasanya mempunyai aspek maskulin yang lebih tinggi dari rata-rata, alias lebih teguh dan tegas. Sedangkan para pria yang lebih kreatif mempunyai femininitas yang lebih tinggi dari biasanya, alias relatif lebih lembut dan pengertian.

Csikszentmihalyi mengingatkan bahwa mempunyai kepribadian “androgin” bukan berarti seseorang berorientasi homoseksual. Secara psiko-emosi, kemampuan yang androgin memungkin seseorang untuk fleksibel dalam menerapkan keras-lembut, asertif-submisif, aktif-pasif, kaku-sensitif, dan lurus-melingkar.

Singkat kata, seseorang dengan kreativitas tinggi yang memberikan peluang lebih besar untuk sukses dalam kehidupan (termasuk dalam karir dan bisnis), biasanya mempunyai kondisi psiko-emosi yang fleksibel. Ia juga mantap dalam menjalankan pilihan kondisi psiko-emosi tersebut untuk diterapkan dalam berbagai situasi.

Cobalah Anda observasi rekan-rekan sukses di sekitar Anda. Bagaimana para perempuan? Para pria? Pasti Anda temukan kondisi psiko-emosi yang kompleks, tidak “tipikal” maskulin maupun feminin. Kondisi dan gaya psiko-emosi ini merupakan aset karakter yang tidak ternilai dalam perjalanan kehidupan.

Jadi, apakah sebaiknya Anda mempekerjakan mereka yang mempunyai kondisi dan gaya psiko-emosi androgin? Apabila memungkinkan, mengapa tidak? Ini bisa dijumpai setelah agak cukup lama berinteraksi dan berkomunikasi. Perhatikan berbagai aspek karakter para kandidat.

Namun ini bukan berarti mereka yang “berpenampilan” maskulin total atau feminin total adalah para “pecundang.” Penampilan tidak ada hubungannya.

Perhatikan penampilan Marissa Mayer dari Yahoo! yang bening dan feminin dengan rok lebarnya. Ia mempunyai kondisi psiko-emosi androgin yang langka. Ia bisa dengan santai mengandung bayi pertamanya sambil bernegosiasi yang bernilai jutaan USD. Ia mempunyai kapasitas feminin sebagai seorang ibu dan kapasitas maskulin sebagai seorang pengambil resiko dengan keputusan-keputusan besar.

Perhatikan Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang laki-laki namun peka akan kesulitan hidup rakyat kecil. Ia mampu mengambil keputusan-keputusan besar (maskulin) seperti menentukan arah pembangunan negara, namun juga mempunyai empati besar terhadap anak-anak dari keluarga papa dan tidak mempunyai dokumen kependudukan yang jelas. Ini merupakan cerminan kondisi psiko-emosi androgin.

Tipe ekstrovert dan introvert tidak punya korelasi langsung dengan psiko-emosi androgin, karena ekstroversi dan introversi berhubungan dengan sumber energi. Ekstroversi bersumber dari energi luar. Introversi dari dalam. Bukan maskulin-feminin.

Seorang androgin bisa saja ekstrovert atau introvert. Masing-masing punya kekuatan tersendiri. Dan idealnya, introversi-ekstroversi juga mempunyai ekuilibrium sehingga saling melengkapi dalam satu individu.[]

KONTAN Daily, Jumat, 18 September 2015

Pin It on Pinterest

Share This