Select Page

white tea pot 1500x1000

Kontan Logo

KONTAN Daily Belajar dari Startup Sukses

oleh Jennie M. Xue

Setiap bisnis pasti mengalami fase startup. Begitu ide bisnis dikemas di kepala, fase benih sudah dimulai. Startup sukses biasanya didirikan oleh dua orang, biasanya yang satu sangat profisien dalam hal teknis, sedangkan yang satu lagi dalam hal pemasaran.

Bahkan, “startup” negara sekalipun, memerlukan dua partner yang bekerja saling bahu-membahu. Bung Karno sebagai “otak” teknis dan pemasaran ide dan Bung Hatta sebagai administrator yang menjalankan fase-fase startup dari belakang meja. Lihat saja gaya orasi Bung Karno yang sangat “menjual” dengan membakar nasionalisme. Mungkin almarhum bisa disejajarkan dengan Steve Jobs dengan gaya pemasarannya yang jenial dan satu-satunya di dunia.

Setiap startup sukses biasanya ditunjang oleh personel yang sesuai di dalam bidangnya. Dan mampu menghasilkan “konflik” yang produktif, bukan yang memecah-belah. Suasana kerja dalam startup mempunyai fungsi sebagai wadah “default” bak kanvas putih yang bisa diisi.

Suasana kerja sebagai “kanvas” sesungguhnya tidak selalu “putih” mengingat begitu banyak elemen yang berhubungan, seperti kerasnya suara, kualitas udara dan temperatur, dan keharmonisan dan positivitas yang bisa dirasakan. Ini semua merupakan “bahan dasar” yang sering kali terlupakan oleh para penggiat startup. Dan seringkali tidak “digarap” dengan optimal.

Dengan suasana positif dan tenang sehingga kegiatan-kegiatan internal di dalam pikiran bisa terbangun, seorang pendiri startup sebagai “CEO pertama” perlu kenal betul dan menginternalisasi tiga hal utama: menetapkan visi dan strategi perusahaan, merekrut para manajer dan subordinat yang berkarakter positif dan paralel dengan visi dan strategi, dan memastikan masih cukup uang benih untuk operasi.

Shai Reshef pendiri University of the People di Pasadena, California, adalah contoh seorang startup founder yang gigih dan bervisi jelas serta strategis. Dalam waktu singkat, ia berhasil mendapatkan dukungan akademik, finansial, dan politik untuk universitas online gratis pertama di dunia ini. Ia bervisi untuk mendemokratisasikan pendidikan di seluruh dunia melalui program-program bergelarnya.

Dari United Nations hingga Bill Clinton Foundation mendukung niat baik UoP ini. Ini membangun merek UoP dengan sendirinya. Dan efeknya bisa membangun kultur yang semakin strategis. Dalam beberapa tahun saja, universitas ini telah mendapat akreditasi yang diberikan oleh DETC, sebuah organisasi yang diakui oleh US Department of Education.

Tujuan pendirian UoP yang patut dipuji adalah memberikan kesempatan belajar di manapun dan oleh siapapun. Sepanjang ada Internet yang memadai. Kultur “non-profit” yang sangat passionate dalam mengedukasi berbagai generasi dan individu dari berbagai kelas sosial dan ekonomi di mancanegara ini bergungsi sebagai “kanvas” organisasi.

Greg Gottesman seorang managing director Madrona Venture Group di Seattle menyebutkan beberapa elemen yang mampu mengakselerasi startup dalam pertumbuhannya.

Salah satu yang paling penting adalah kultur startup yang bebas dari office politics. Kunci dari politik kantor adalah “siapa yang lebih berjasa” alias berusaha mendapatkan kredit dan merit dari setiap kegiatan yang menambah nilai bagi perusahaan dan stakeholder. Tumbuhkan iklim yang memotivasi siapapun untuk berkarya tanpa perlu mendapatkan kredit.

Dengan komunikasi antar individu dengan CEO startup, diharapkan iklim “misionaris” bisa ditumbuhkan. Misi sebuah startup adalah membangun perusahaan yang mampu bertahan dalam segala situasi dan kondisi ekonomi.

Integritas juga sangat dibutuhkan. Baik pemimpin maupun yang dipimpin perlu menunjukkan lebih dari sekedar kemauan dan niat, namun fakta prestasi yang bisa dicatat dan dibuktikan dalam interaksi dengan sesama anggota organisasi maupun dengan customer.

Customer relationship yang baik sejak awal mampu membangun kepercayaan sehingga merek yang baik bagi startup di masa depan bisa diraih. Lingkungan dan suasana yang baik untuk sukses merupakan fondasi yang sangat sering diabaikan. Dan kemampuan mengelola cash flow merupakan skill yang sangat penting untuk dimiliki oleh founder startup manapun. Salam sukses.[]

KONTAN Daily, Jumat 28 November 2014

Pin It on Pinterest

Share This