Select Page

Kontan

Download KONTAN Daily Open Learning

oleh Jennie Maria Xue

Metode instruksi didaktik yang menggunakan pembelajaran dengan menghafal mendominasi metode pembelajaran di universitas-universitas dan kelas-kelas di sekolah-sekolah. Kelebihan metode ini adalah pengukuran yang mudah dan cepat. Namun seiring dengan perkembangan dan kebutuhan zaman, metode yang lebih sesuai adalah pembelajaran “terbuka” alias open learning. Konsep ini bisa digunakan baik dalam pendidikan formal, nonformal, maupun pelatihan-pelatihan. 

Open Learning alias “pembelajaran terbuka” sejalan dengan pemikiran para pakar John Dewey, Jean Piaget, Rudolph Steiner dan Maria Montessori. Mereka berpendapat bahwa para pembelajar bukanlah sebuah cawan kosong. Setiap individu membawa karakter dan pengalaman sendiri-sendiri yang berasal dari fisiologi, masa lalu dan lingkungan. Ini menjadi basis bagi informasi-informasi baru yang ditransfer dalam proses belajar. 

Jadi, setiap individu mengolah secara berbeda setiap informasi dan menjadikannya unik di dalam sistem pembelajaran pribadi. Konstruksi informasi dan kerangkanya berlapis-lapis di dalam sistem internal. Ini membentuk konstruksi unik di dalam setiap individu. Setiap materi yang sama diterima dan disimpan di dalam memori secara berbeda.

Metode terbuka ini memberikan kebebasan, fasilitasi, dan informalitas di mana batas antara para pembelajar dengan fasilitator serta materi pembelajaran menjadi kabur. Siapa yang “pakar” dan siapa yang “awam” semakin kabur pula mengingat aktivitas peer-to-peer yang dibarengi dengan crowdwisdom menjadikan open learning ajang unjuk gigi kemampuan berpikir dan memberikan masukan bagi para sesama pembelajar. Di sini, “horisontalitas” sangat terasa, sehingga proses belajar bisa berlangsung alami dan berarti.


Pendiri Google Larry Page dan Sergey Brin keduanya pernah belajar di sekolah Montessori. Demikian pula pendiri Amazon Jeff Bezos. Larry Page menyatakan bahwa pendidikannya di Montessori lebih berarti daripada di Stanford University mengingat yang pertama memberikan kesempatannya untuk berpikir mandiri dan memotivasi diri sendiri sambil terus mencari hal-hal baru serta menjalankan banyak hal dengan berbagai variasinya. 

Kebebasan berkreativitas merupakan inti dari pembelajaran “terbuka.” Di sini pengertian “kreativitas” mencakup lebih dari sekedar memiliki dan mencurahkan ide-ide kreatif yang bersifat seni dan berkadar artistik tinggi. Ia mencakup juga “kreativitas” dalam berinovasi. Kemampuan mensintesa dan mensinergikan banyak unsur yang sering kali luput dari pengamatan memerlukan keahlian tersendiri.

Memotivasi para pembelajar dengan membantu mereka mengkonstruksikan pengetahuan bersama, kemudian memindahkan fokus dari pengajar kepada para peserta, serta memfasilitasi proses belajar adalah kunci suksesnya. 

Proses pembelajaran di tempat-tempat kerja perlu memperhatikan bahwa proses belajar juga horisontal ke atas, selain ke bawah. Para manajer mempunyai kepentingan untuk mempelajari berbagai fakta pelaksanaan suatu aktivitas maupun unit bisnis sehingga perbaikan bisa dilakukan. Faktor-faktor yang diperhatikan tentu saja termasuk perilaku pekerja, teknologi, kultur, motivasi personal, dan keterlibatan setiap pekerja. 

Pakar pembelajaran informal Michael Polyani di tahun 1950an pernah menulis bahwa dalam proses belajar, obyektivitas itu hampir mustahil. Setiap perbuatan yang berhubungan dengan pengenalan hal-hal baru selalu disertai dengan komitmen dan motivasi pribadi. Dengan kata lain, bagaimana si pembelajar memandang informasi dan proses ini merupakan kunci dari penyerapan dan penerapan.

Semangat belajar sangat dihargai. Dan semangat belajar ini bisa berbentuk lebih dari sekedar pemrosesan informasi secara logis. Bentuk-bentuk lainnya termasuk mengobservasi, menyerap, membentuk kembali, dan mengolah ke dalam bentuk lain. 

Sebagai contoh, “tacit knowledge” alias “pengetahuan tentang hal-hal yang implisit” seringkali terlewatkan, namun ini merupakan elemen penting dalam mempelajari hal-hal lain. Mengenali kualitas produk, misalnya, merupakan “tacit knowledge” yang sangat penting dan berarti dalam manajemen bisnis apapun. Ini memerlukan lebih dari ingatan berbasis hafalan, karena yang diperlukan adalah proses osmosis. 

Dalam open learning, kerendahan hati serta membaca hal-hal di luar yang eksplisit merupakan kunci penting. Kerendahan hati memungkinkan proses belajar terjadi secara horisontal tanpa mempertanyakan kepakaran yang vertikal. Membaca hal-hal di luar yang eksplisit mempertajam intuisi pembelajaran yang penting dalam kualitas jangka panjang. Open learning is future learning. []

KONTAN Daily, 13 Desember 2013

Pin It on Pinterest

Share This