[Download PDF KONTAN WEEKLY Narsis Bukan Semata Selfie]
oleh Jennie M. Xue
“Narsis lu!” begitu biasanya kita mengomentari mereka yang senang ber-selfie ria dengan smartphone. Seakan-akan itulah “definisi” seseorang yang “narsis” itu. Terminologi “narisisisme” (narcissism) sendiri berasal dari legenda Yunani tentang seseorang bernama Narsisus (Narcissus) yang jatuh cinta dengan refleksinya sendiri.
Yang jelas, narisisme adalah penyimpangan personalitas yang dikenal sebagai “narcissistic personality disorder” (NPD) dalam Ilmu Psikologi.
Menggunakan referensi klasifikasi dan standar keilmuan DSM-V-TR (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang dikeluarkan oleh The American Psychiatric Association, NPD didefinisikan sebagai penyimpangan perilaku di mana seseorang mempunyai fantasi akan ketenaran dan kesuksesan yang grandios di mana ia mempunyai gambaran diri sebagai ‘bintang’ sehingga ia perlu diperlakukan secara sangat istimewa. (Referensi: http://www.psychiatry.org/psychiatrists/practice/dsm/dsm-5)
Seseorang yang mempunyai NPD juga tidak mempunyai empati terhadap orang lain, namun kerap memuji orang lain yang “berguna” baginya dan mencela mereka yang “tidak berguna” baginya. Seseorang dengan NPD sangat memperhatikan tampakan luar, sehingga sangat memperhatikan gaya berpakaian, kendaraan, dan rumah tempat tinggal mereka agar “layak” bagi seorang “bintang.”
Dengan kata lain, seseorang dengan NPD mempunyai kepercayaan diri yang tidak sehat, karena tingkat kepercayaannya baru naik ketika ia menjatuhkan orang lain dan menaikkan dirinya sendiri dengan berbagai “tropi” eksternal. Bedakan antara seseorang dengan NPD, seseorang yang konfiden (belum tentu kompeten), dan seseorang yang konfiden dan kompeten.
Dalam dunia kerja dan bisnis, tiga-tiganya tampak mirip. Anda perlu sangat berhati-hati dalam menilai dan memilah mana, apa, dan siapa.
Apalagi bagi seseorang dengan NPD yang manipulatif. Manipulasi merupakan perilaku umum seseorang dengan NPD.
Ia dapat dengan mudah tampak konfiden dan kompeten sekaligus, padahal bisa saja ia tidak punya ketrampilan maupun keahlian (skill and expertise) sama sekali untuk hal-hal tertentu. Bisa saja ia memanipulasi orang lain dan mengambil kredit agar ia tampak “konfiden dan kompeten.”
Menurut Ilmu Psikologi, seseorang dengan NPD menjalani masa kanak-kanaknya dengan menampilkan persona yang cantik/tampan, anggun, baik hati, dan “sempurna.” Hingga dewasa, ia menjalankan “survival skill” seperti ini sebagai “topeng” atas rendahnya konfiden alias tidak percaya diri akan kemampuannya sendiri.
Seorang NPD mempunyai rasa takut yang besar akan dikenali sebagai seseorang dengan kompetensi rendah dalam dunia kerja. Jadi, dibalik “topeng kesempurnaan,” ada kesunyian, kekawatiran, dan depresi. Selalu ada rasa takut akan “jatuh” dalam ketidaksempurnaan.
Anda pasti pernah mengenal seseorang dengan karakteristik demikian. Namun, bukan berarti setiap orang yang manipulatif pasti memiliki NPD. Mempunyai perilaku di atas merupakan ciri-ciri seseorang dengan NPD namun mereka yang berciri-ciri demikian tidaklah pasti mempunyai NPD.
Intinya, seseorang dengan NPD bukan berarti “gila cinta diri sendiri,” namun tidak memiliki keunikan diri yang cukup untuk mencintai diri sendiri. Kita perlu mengasihani mereka sebagai sesama manusia, namun kita tidak perlu menjadi korban mereka.
Penulis hanya menyarankan untuk lebih mengenali karakteristik setiap individu yang Anda jumpai, terutama mengingat dunia kerja dan bisnis penuh dengan intrik dan kompetisi. Apabila Anda bekerja di bidang HR, melek penyimpangan perilaku (personality disorder) merupakan skill penting.
Idealnya, seseorang dengan NPD menjalani terapi psikologi. Namun biasanya mereka agak sulit untuk diajak atau dibujuk, mengingat karakter mereka yang merasa diri “paling hebat.” Menurut statistik psikologi, mayoritas NPD adalah laki-laki dan mereka menunjukkan ciri-ciri “pseudo masculinity.”
Bagaimana menghadapi seseorang dengan karakteristik NPD?
Pertama, tidak perlu mentolerir kebutuhannya akan puji-pujian, namun sebaiknya tidak berkonfrontasi secara langsung. Seorang NPD malignan mempunyai tendensi predator dan eksploitatif, alias “menggunakan orang lain.” Dan ini merugikan orang lain dan dirinya sendiri dalam jangka panjang.
Kedua, seorang NPD mempunyai tendensi berperilaku membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Ketika itu dilakukan terhadap Anda, coba tanyakan kepadanya: mengapa itu dilakukannya. Dengan demikian, ia disadarkan akan perilakunya. Jangan didiamkan, namun tidak perlu terlalu berkonfrontasi langsung.
Ketiga, ketika seorang NPD sedang “membual” akan prestasi-prestasinya, Anda tidak perlu membalasnya dengan membeberkan prestasi-prestasi Anda. Biarkan ia berbicara sendiri. Anda perlu merespons tanpa bersikap reaktif. Seorang NPD memang bermaksud “menjatuhkan” Anda, maka Anda perlu menunjukkan diri “tidak terjatuhkan” dengan mengganti pembicaraan. Jangan biarkan ia menjatuhkan Anda terus-menerus.
Pilihan untuk tetap bersama atau menghindari seseorang dengan NPD ada di diri Anda. Yang penting, jaga kesehatan psikis Anda. Dan ingatlah bahwa NPD, konfiden, dan kompeten adalah tiga hal yang berbeda.[]
KONTAN WEEKLY, 11-17 Juli 2016