Select Page

skyscraper_nabi450

 

Kontan Logo

[Download PDF KONTAN Weekly Nabi Baru Kapitalisme]

oleh Jennie M. Xue

Setiap agama, mazhab politik, dan merek mengandalkan storytelling untuk menyampaikan pesan-pesan mereka. Bahkan setiap peradilan hukum menggunakan bukti-bukti yang “dikemas” sesuai dengan bahasa dan aturan beracara dalam hukum.

Dalam bisnis, studi kasus merupakan salah satu bentuk storytelling unik. Tidak semua “story” hanya merupakan runtutan kronologis ala memoar, tapi penuh dengan berbagai variabel analisis dan insight pembelajaran. Namun suatu narasi yang berhasil merupakan benchmark yang berarti.

Analisis yang mengandalkan otak kiri dan insight visual yang diolah di otak kanan merupakan alunan pendulum yang membentuk spektrum. Narasi bekerja di antara keduanya. Dan ini merupakan kekuatan otak manusia.

Dalam dunia bisnis, para eksekutif dan entrepreneur yang telah mencapai posisi personal branding tertinggi seperti Jack Welch, Ted Turner, Hugh Heffner, Warren Buffet, Jeff Bezos, dan lainnya dikenal sebagai para legendaris bisnis.

Sedangkan “nabi bisnis” merupakan terminologi yang diciptakan oleh Nicole Aschoff dalam bukunya The New Prophets of Capital. Ia mengingatkan kembali pendapat para sosiolog Luc Boltanski dan Eva Chiapello bahwa kapital membutuhkan struktur yang didukung oleh berbagai norma dan nilai yang diangkat dari kultur.

Empat “nabi baru” kapitalis yang perlu kita kenal dengan cukup baik adalah: Sheryl Sandberg, John Mackey, Oprah Winfrey, dan Bill Gates. Mengapa mereka dijuluki sebagai “nabi”?

Karena mereka bukan hanya pencipta produk dan pemasar ulung, namun pembaharu standar atmosfir berbisnis yang positif dan memperbaiki nilai-nilai yang berbasis kebaikan dan kemanusiaan. Mereka memperbaharui “struktur” pengelolaan kapital dalam dunia bisnis.

Selain itu, konsep “nabi” Max Weber mengena bagi mereka. Individu karismatik yang mempunyai “panggilan hati” untuk memupuk “doktrin” baru sehingga hidup menjadi lebih bermakna dan dunia menjadi lebih baik.

Konsep ini memang “filosofis,” namun pengaruhnya bisa dirasakan dengan hati dan pikiran. Efek mereka bukan berasal dari keberhasilan publisitas, namun dari ketulusan dalam membangun peradaban manusia yang lebih berbudaya.

Dunia bisnis pasca resesi yang dimulai 2007/2008 lalu membutuhkan “penyejuk” hati ekstra. Gallup Poll 2013 menyatakan bahwa 80 persen warga AS masih mempunyai kekhawatiran akan situasi finansial mereka. Ini memberi tempat bagi narasi-narasi “ekonomi baru” yang memberikan harapan akan kestabilan finansial di masa depan.

Berbagai bentuk “ekonomi baru” seperti conscious capitalism, creative capitalism, sustainable capitalism, equitable capitalism, philanthrocapitalism, ecocapitalism, social capitalism, dan inclusive capitalism diperkenalkan dengan berbagai variannya. Diseminasi pesan-pesan tersebut dilakukan dengan serius dan tampak dari luar penuh ketulusan.

Gaya penyampaian ala “nabi” demikian dapat diamati dari Oprah Winfrey dan Melinda Gates yang filantropis dan memberi contoh “tanpa menggurui.” Mereka memberikan solusi bagi kapitalisme yang semakin “tidak punya hati.”

Para “nabi baru” kapitalisme ini tetap menjalankan “kapitalisme klasik” yaitu mencari keuntungan sebagai pemilik kapital. Namun mereka mempunyai “unsur plus.”

Sheryl Sandberg, misalnya sangat menginspirasi dan memotivasi para perempuan dalam menjalankan hidup profesional yang sejalan dengan prinsip-prinsip feminisme, walaupun mungkin belum bisa memastikan tercapainya ekualitas sepenuhnya. CEO Whole Foods John Mackey menggunakan model conscious capitalism yang menghargai supplier lokal, namun belum berhasil memastikan kapitalisme berjalan tanpa eksploitasi lingkungan sama sekali.

Oprah Winfrey dengan “spiritual capitalism”nya memberikan inspirasi bagi setiap individu untuk menjadi insan sukses finansial dan spiritual. Namun, tampaknya Oprah gagal dalam memperhatikan unsur-unsur makro di luar diri individu yang mikro, sehingga seakan-akan setiap individu mempunyai tanggungjawab atas kesuksesannya sendiri. Padahal, struktur sosial, politik, dan ekonomi juga berperan.

Bill Gates dengan Bill and Melinda Gates Foundation-nya memposisikan diri sebagai “troubleshooter” kelas dunia yang siap membantu kapan saja dan di mana saja. Ini membawa “pesan” implisit bahwa uang merupakan pemecah masalah adidaya.

Para “nabi baru kapitalis” ini memang tidak sempurna, namun kehadiran mereka cukup mewarnai kapitalisme agar membawa peradaban manusia ke arah yang lebih positif.[]

KONTAN Weekly, 13-19 April 2015

Pin It on Pinterest

Share This