Select Page

creditcard450

Kontan Logo

[Download PDF  KONTAN Weekly Perilaku Konsumen]

oleh Jennie M. Xue

Berbagai perilaku dalam dunia ekonomi sangat menarik untuk dianalisa. “Money anxiety” alias “kecemasan finansial” terjadi di tingkat individu, organisasi, bahkan negara. Dan kecemasan ini seringkali menjadi pendorong terjadinya berbagai masalah makro maupun mikro.

Memahami “kecemasan finansial” dengan baik dapat membantu keadaan ekonomi, keuangan organisasi/perusahaan, dan psikologi individu yang lebih sehat dan nyaman. Menurut analis bisnis Dan Geller, PhD dalam Money Anxiety: How Financial Uncertainty Changes Consumer Behavior and the Economy, ada beberapa hal yang perlu dianalisa.

Pertama, pahami bahwa “kecemasan finansial” adalah faktor, bukan indikator. Faktor ini adalah “faktor laten,” alias yang tidak bisa atau sulit diukur. Berbagai faktor yang bekerja bersama-sama menghasilkan berbagai situasi yang berujung dengan resesi atau pertumbuhan ekonomi.

Kedua, “perilaku konsumen” tetap sama, yang berubah adalah keadaan. Perilaku sebenarnya adalah “fakta,” bukan “pendapat” mengenai perilaku tersebut. Jadi, yang perlu diamati secara obyektif adalah fakta akan perilaku konsumen.

Menurut Ilmu Psikologi, setiap individu telah “diprogram” untuk bereaksi tertentu dalam situasi tertentu. Menurut penelitian Dr. Deepak Chopra dan Dr. Rudolph Tanzi dalam buku Super Brain, otak manusia terbagi atas tiga fungsi: otak reptil (mengatur keberlangsungan hidup dengan fungsi-fungsi dasar), otak limbik yang mengatur emosi dan ingatan jangka pendek, dan neokorteks yang mengatur fungsi-fungsi kompleks seperti logika, ingatan, dan pengambilan keputusan.

Jadi, satu aktivitas manusia mempunyai tiga tingkatan pengolahan di otak. Termasuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi.

Ketiga, perilaku konsumen yang merupakan efek dari berbagai tingkatan “kecemasan finansial” merupakan motor yang menggerakkan roda ekonomi. Berbagai fungsi otak saling berkaitan dalam kadar berbeda-beda sehingga pilihan-pilihan atas keputusan ekonomi dibuat.

Misalnya, ketika otak reptil dominan, Anda memilih menyimpan uang dalam bentuk deposito di bank yang paling aman performancenya walaupun bunganya sedikit lebih rendah. Namun ketika otak limbik dan neokorteks bekerja, bisa saja uang yang sama dikeluarkan dari bank dan dimasukkan ke dalam mutual funds yang lebih tinggi yield-nya.

Keempat, bagaimana “kecemasan finansial” diturunkan dan “kepercayaan konsumen” (consumer confidence) ditingkatkan merupakan kunci pemecahan berbagai masalah ekonomi. Ini memang bukan perkara mudah bagi para marketer maupun product developer. Mendalami perilaku konsumen bisa dibantu dengan berbagai instrumen analisis, seperti Money Anxiety Index, Consumer Confidence Index, Behavioral Matrix, Personal Consumption Expenditures, dan lainnya.

Kelima, menurut Startegic Business Insights, ada 8 macam pola pikir yang umumnya digunakan oleh konsumen: innovator (inovator), thinker (pemikir), believer (pemercaya), achiever (berprestasi), striver (berusaha), experiencer (menikmati pengalaman), maker (pencipta), dan survivor (bertahan). Setiap profil konsumen ini berbeda dalam gaya berbelanja yang didasari oleh gaya pengambilan keputusan.

Setiap produk memerlukan proses pengambilan keputusan membeli yang berbeda tingkatnya. Dan “perilaku” ini bisa dipengaruhi dengan berbagai strategi, seperti layout toko maupun Web site dan faktor-faktor psikologis lainnya yang “memicu” kerja otak reptil, otak limbik, maupun neokorteks.

Keenam, membedakan segmentasi konsumen dan orientasi. Demografi konsumen dan segmentasi psikografik bersifat statis yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi kondisi-kondisi makro. Yang menjadi kunci adalah kecemasan finansial.

Bisa dimengerti mengapa para pemasar ulung sering kali menggunakan taktik-taktik yang “memberikan rasa takut” seperti penjualan asuransi yang menggunakan “fear factor” akan masa depan yang tidak jelas. “Rasa cemas” akan kenaikan harga yang terus-menerus padahal itu hanya “mitos,” juga diperpetuasi oleh para pihak yang ingin “menggoreng” harga, seperti dalam bisnis properti.

Sebagai konsumen terdidik dan berwawasan luas, sebaiknya Anda membekali diri dengan ilmu psikologi dan pemasaran. Lakukan kategorisasi “gaya” pemasaran dan bagaimana mereka mempengaruhi Anda. Apa saja yang “menggiurkan” dan menimbulkan berbagai impulsi-impulsi belanja. Sebagai konsumen, Anda punya hak untuk mengenal produk sedetil mungkin termasuk kebenaran iklan dengan berbagai elemen asosiasinya.

Sebagai pemasar, kita perlu memahami cara kerja “kecemasan finansial” ini. Sebagai konsumen, sebaiknya kita menyadari bahwa terkadang “kecemasan” perlu diganti dengan “ketenangan.”[]

KONTAN Weekly, 27 Juli-2 Agustus 2015

Pin It on Pinterest

Share This