Select Page

wholefoods_store450

Kontan Logo

[Download PDF KONTAN Daily Model Bisnis Ritel Organik Whole Foods Market]

oleh Jennie M. Xue

Makanan organik segar dan yang telah diproses semakin digemari di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Para konsumen yang menghargai kesehatan dan kebugaran, pasti setuju dengan makanan organik yang ditanam, diternak, dan diolah tanpa zat-zat kimia seperti pestisida, insektisida, hormon pertumbuhan (growth hormone), dan antibiotik.

Whole Foods Market, Inc (NASDAQ: WFM) yang digilai di 40 negara bagian AS, Kanada, dan Inggris Raya kini merupakan salah satu supermarket organik paling ternama di dunia. Walaupun mereka masih belum punya rencana untuk penetrasi ke pasar Indonesia, para pengusaha organik lokal ada baiknya mempelajari “rahasia sukses” WFM.

Tahun fiskal 2013 merupakan tahun pemecahan record setelah mengalami growth -4 (minus empat) persen di tahun 2009 mengingat krisis ekonomi yang baru dimulai. Di tahun 2013, omzet mencapai USD 13 miliar dengan omzet per kaki persegi sebesar USD 972. Profit margin mereka cukup tinggi yaitu 6,8 persen dibandingkan dengan pemain supermarket lain yang sekitar 1 persen sampai 3 persen saja.

WFM pertama didirikan tahun 1980 di Texas dan kini menduduki ranking ke-8 perusahaan terbuka yang bergerak dalam bidang makanan retail. Mereka menduduki ranking ke-232 dalam Fortune 500. Jumlah customer per tahun mencapai 7 juta kunjungan di 367 lokasi. Lima puluh lokasinya beromzet USD 1 juta atau lebih per minggu. Targetnya mencapai 500 lokasi di tahun 2017.

Michael Lindstorm penulis buku best-seller Buyology: Truth and Lies about Why We Buy memberikan insight bahwa setiap supermarket dirancang dan direncanakan sedemikian rupa dengan menggunakan prinsip-prinsip neurosains untuk memaksimalkan omzet per kaki persegi lokasi penjualan.

WFM menawarkan bahan pangan organik eksklusif yang mencerminkan ke-ekslusif-an sepadan. Setiap lokasi mencerminkan perpaduan farmer’s market, flea market, dan higienis modern yang berkualitas. Berbagai kisah tentang sumber suplai, proses penanaman/peternakan, dan pengepakan disampaikan dalam bentuk “storytelling” menarik dan mengena baik di lokasi maupun melalui majalah bagi konsumen.

Toko-toko makanan organik selama ini membidik pasar “kelas menengah atas” di Indonesia. WFM sendiri membidik konsumen dari berbagai kelas sosial dan ekonomi dengan mengedukasi masyarakat luas akan pentingnya makan makanan organik. Bahkan WFM berhasil memposisikan diri di antara konsumen generasi milenial yang mempunyai purchasing power dan disposable income lebih.

Wal-Mart sendiri mengalami pukulan oleh WFM yang diawali dengan berbagai berita negatif Wal-Mart yang tidak memperhatikan kesejahteraan pegawai, model bisnis superstore yang mematikan toko-toko kecil di sekitarnya, dan produk-produk rendah kualitas walaupun berharga murah. WFM merupakan antitesis Wal-Mart.

WFM malah menghidupkan para suplair lokal yang berkualitas tinggi. Generasi milenial yang peka lingkungan hidup dan keadilan bagi para pekerja tertarik oleh image WFM. Tentu saja para milenial ini perlu memiliki kantong yang cukup tebal untuk menikmati produk-produk organik berkualitas baik tanpa zat-zat aditif.

Wal-Mart Superstore sendiri memberikan pengalaman berbelanja yang spekatakuler, di mana bahan pangan, pakaian, produk-produk luar ruangan, otomotif, dan berbagai produk musiman bisa dijumpai dan ditawarkan dengan harga rendah. Namun pengalaman ini bisa jadi hanya “chore” alias “keharusan rutin.” WFM memposisikan diri sebagai “shopping destination” atau “tujuan berbelanja.”

Di WFM, konsumen bisa menikmati makanan siap saji yang organik, bergizi, dan sehat. Sambil berbelanja. Konsumen juga bisa belajar mengenai pengolahan makanan organik dan gaya hidup sehat melalui berbagai literatur yang disediakan. Minuman anggur organik pun tersedia dengan kemasan cantik siap dijadikan hadiah bagi handai taulan.

Konsep storeflow setiap lokasi WFM mengoptimasi konsumen agar stay di tempat lebih lama. Berbagai penempatan produk dioptimasikan dengan prinsip-prinsip neurosains perilaku konsumen. Kegairahan akan gaya hidup organik sangat terasa.

Bagi para pebisnis makanan organik di Indonesia, jelas “first mover advantage” memberikan kesempatan ekspansi awal. Namun dalam perjalanannya, kualitas dan konsistensi merupakan kuncinya. Untuk retail pangan domestik, Kem Chicks merupakan kisah sukses yang bisa ditiru.[]

KONTAN Daily, Jumat 8 Mei 2015

Pin It on Pinterest

Share This