Select Page

Kontan 

Download KONTAN Weekly Menjadi Startup Tangguh

oleh Jennie M. Xue

Kata “startup” kurang terdengar di Indonesia, padahal hampir setiap hari ada beberapa startup baru di sekitar kita. Kata “startup” seakan-akan dimonopoli oleh perusahaan-perusahaan yang berhubungan dengan IT belaka. Miskonsepsi ini perlu direvisi. “Startup” adalah fase pertumbuhan awal. Dan ini bisa diterapkan di perusahaan dalam sektor apapun.

Dua kasus startup sukses bisa kita pelajari. Yang pertama adalah startup yang berhubungan dengan online advertising dan yang kedua adalah startup bioteknologi. 

Kasus pertama. Salah satu pengusaha sukses yang saya kagumi di Silicon Valley adalah Gurbaksh Chahal, yang dikenal dengan nama panggilan “G.” Ia adalah seorang anak imigran keturunan Sikh yang mendirikan dan menjual beberapa perusahaan dotcom. Ia adalah an American Dream came true.

G adalah pendiri ClickAgents yang diakuisisi oleh ValueClick seharga USD 40 juta. Startup kedua yang ia dirikan adalah BlueLithium yang diakuisisi oleh Yahoo! seharga USD 300 juta.

Ia kini sedang mengembangkan RadiumOne yang menggunakan big data untuk kepentingan pemasaran dan seleksi konsumen. Ia juga telah mendirikan Yayasan BeProud yang mengkampanyekan anti diskriminasi dan anti kejahatan-kejahatan yang berhubungan dengan kebencian yang mengandung SARA (hate crimes).

Kasus kedua. Vertex Pharmaceuticals didirikan tahun 1989 oleh Ahli Kimia Joshua Boger. Substansi perusahaan biotek ini dimotori oleh: penemuan obat-obatan yang agresif, dedikasi tinggi para saintis, dan ambisi-ambisi visi jangka panjang. Fokus seperti ini memang tepat untuk perusahaan biotek yang terus mengikuti perkembangan penyakit dan kebutuhan para pasien.

Pada awalnya, Vertex mengalami kesulitan dalam penjualan dan pemasaran. Namun dengan fokus dalam litbang, di tahun 2011, mereka meluncurkan Incivex, yaitu obat untuk Hepatitis C yang menghasilkan USD 1 miliar di tahun pertama. Sayangnya, penjualan menurun mengingat kompetitor menghasilkan antiviral yang lebih tangguh. Di tahun berikutnya, mereka fokus ke cystic fibrosis, yang menghasilkan kenaikan saham hingga 87 persen. 

Beberapa hal penting mengenai manajeman startup yang bisa kita pelajari dari dua kasus ini.

Pertama, tidak penting untuk menjadi yang “pertama,” namun lebih penting untuk menjadi yang “terbaik.” Google dimulai sebagai search engine. Walaupun bukan yang pertama, ia adalah yang terbaik. Ke mana Altavista, si search engine pertama?

Kedua, fokus ke pertumbuhan, bukan ke perekrutan SDM berlebihan. Pertumbuhan keuntungan berarti kapital perlu dioptimalkan dengan berbagai penghematan dan mengoptimalkan keuntungan. Bukan dengan cara mengumbar-umbar mempekerjakan SDM hebat sebagai “tropi.”   

Ketiga, gunakan publisitas yang jenial. Setiap forum mempunyai arti bagi diseminasi pesan-pesan, termasuk obyektif dan target market produk. Intinya adalah visibility di berbagai kesempatan yang sesuai dengan filosofi perusahaan. 

Keempat, komunikasi yang baik dengan konsumen. Komunikasi sangat penting artinya agar mendapatkan masukan untuk perbaikan dan apa yang diharapkan dari produk-produk berikutnya. Fase startup masih merupakan fase trial-and-error.

Kelima, inovasi produk secara agresif. Dari masukan-masukan konsumen, berbagai perbaikan dan perubahan bisa dilakukan. Inovasi merupakan kelanjutan alami dari komunikasi dengan konsumen. 

Keenam, keluar dari zona nyaman secara berkala. Setiap perubahan membawa perbaikan karena perubahan sering kali merupakan tantangan dan tantangan membuat setiap individu dan organisasi lebih baik. Bagi yang telah merasa nyaman, buatlah kondisi di mana diperlukan suatu perubahan yang cukup besar. Engineer a change. 

Fase startup bisa saja bertahan hingga bertahun-tahun. Ini bukan berarti tidak ada pertumbuhan, namun “startup sebagai mindset” memungkinkan perbaikan terus-menerus tanpa henti. Juga “julukan” startup menunjukkan kesegaran ide-ide dan semangat juang. Luar biasa, bukan?[]

KONTAN Weekly, 28 April-4 Mei 2014 

Pin It on Pinterest

Share This