KONTAN Daily Menjadi Satu Persen
oleh Jennie M. Xue
Dunia terbagi atas mereka yang berada di papan teratas satu persen secara finansial dan mereka yang menempati 99 persen sisanya. Di Amerika Serikat ada gerakan Occupy Wall Street dan occupy-occupy lainnya yang merupakan protes sosial akan struktur masyarakat yang sudah banyak berubah. Kesenjangan sosial di negara-negara maju juga tidak kalah dengan di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Idealnya, struktur sosial memberikan keleluasaan mobilitas status ekonomi, namun plutokrasi memang merupakan ancaman setiap demokrasi. Plutokrasi merupakan penumpukan kekuasaan ekonomi di tangan segelintir orang, yaitu mereka yang tergabung dalam satu persen teratas secara ekonomi. Daftar orang-orang terkaya dunia majalah Forbes memperjelas hal ini.
Mereka yang teratas secara ekonomi juga menikmati kesempatan-kesempatan emas sebagai “outlier” dengan privilege “aristokrat” zaman modern yaitu mempunyai akses terbaik dalam hal pekerjaan, pendidikan, pergaulan, dan bepergian. Mereka yang menempati posisi satu persen teratas suatu masyarakat biasanya juga menikmati posisi teratas secara intelektual, karena mereka mempunyai akses pendidikan terbaik dunia.
Joseph Stiglitz berargumen bahwa mereka yang menempati posisi satu persen teratas di AS berpenghasilan per tahun minimal USD 1,5 juta per individu. Mengingat angka pengangguran sebenarnya yang luar biasa tinggi, sesungguhnya AS masih mengalami fase perbaikan resesi yang cukup memprihatinkan. Masyarakat AS yang semakin menurun kesejahteraannya menemukan berbagai cara untuk bertahan hidup, termasuk mendirikan komunitas-komunitas hidup bersama dengan beberapa keluarga.
Menjadi satu persen teratas merupakan impian di dalam masyarakat yang sudah semakin berkurang kesejahteraannya. Mengingat pendakian menjadi semakin sulit, kebanyakan yang 99 persen berusaha dengan berbagai cara. Coaching dan motivational seminar menjadi pilihan yang masuk akal. Fokus merupakan instrumennya, apapun jalan yang diambil.
Psikologi Positif memberikan alternatif dengan menumbuhkan positivitas di dalam diri. Mencari titik temu antara kesempatan dengan kemampuan. Ketika dua elemen ini bertemu di suatu waktu, maka akan dirasakan seperti “mengalir” alias flow. Pakar Psikologi Positif Mihaly Csikszentmihalyi berpendapat bahwa titik temu ini merupakan titik optimal seseorang. Jadi, semakin sering situasi flow ini tercapai, semakin baik pula hasil suatu karya yang diproses dalam situasi tersebut.
Jalan menuju menjadi satu persen bisa dibuka dengan optimasi diri dan optimasi lingkungan. Optimasi diri bisa dimulai dengan inventarisasi ketrampilan dan peningkatan kemampuan networking dan branding diri. Optimasi lingkungan berarti mencari lingkungan eksternal yang mendukung perkembangan diri yang optimal. Lingkungan yang positif dan kondusif akan sangat membantu dibandingkan dengan lingkungan yang tidak terarah dan apatis.
Menjadi “outlier” bukan suatu pilihan, mengingat banyak hal berada di luar kekuasaan kita. Misalnya, di mana Anda dilahirkan, serta tanggal dan di era apa juga menentukan tingkat kesuksesan kita. Siapa orang tua kita sudah jelas akan menentukan status sosial dan ekonomi keluarga. Juga di mana kita bersekolah dan tempat tinggal menentukan persahabatan yang dibangun dan masa depan karir atau bisnis.
Namun kita bisa memilih untuk memperdalam ketrampilan dengan belajar dan bekerja sebanyak 8 jam per hari selama 5 tahun, sehingga menjadi second nature. Memperhitungkan opportunity cost dan produk-produk substitusi juga sangat menentukan apakah Anda sudi membuang banyak uang hanya untuk satu jelai kertas yang menyatakan bahwa Anda seorang lulusan universitas tertentu.
Kemampuan belajar formal di bangku sekolah sangat berbeda dengan kemampuan belajar dari pengalaman dan teladan di lapangan. Ini menjawab mengapa cukup banyak dari “satu persen” yang drop-out kuliah seperti para pendiri Google, Bill Gates, Mark Zuckerberg, dan Steve Jobs. Para “satu persen” lainnya yang bukan supermiliarder sekalipun cukup banyak yang bukan “kutu buku.”
Kesempatan untuk menjadi “satu persen” selalu terbuka, namun perlu usaha terpadu untuk mencapainya. Diperlukan pertemuan antara kesempatan, ketrampilan, keinginan, dan kemampuan untuk menggabungkan semuanya ke dalam suatu karya yang memberikan nilai luar biasa dengan skalabilitas tinggi. Niscaya tercapai.[]
KONTAN Daily, Jumat 23 Mei 2014