[Download PDF KONTAN WEEKLY Meningkatkan Skill Disiplin]
oleh Jennie M. Xue
Kita semua dilahirkan dengan berbagai atribut fisik dan di dalam keluarga orang tua yang “dari sononya.” Semua ini tidak bisa diubah karena kita dilahirkan demikian.
Lantas, bagaimana dengan disiplin? Apa itu disiplin? Karakter atau sifat dasar seseorang (born with) yang tidak dapat diubah lagi? Atau, disiplin adalah skill alias ketrampilan?
Anda pasti pernah mendengar bahwa seorang “remaja nakal” berubah menjadi seorang tentara berdisiplin ketika ia bergabung dengan TNI atau Resimen Mahasiswa. Ada lagi sekolah-sekolah khusus yang menerima “anak-anak nakal.” Setelah beberapa bulan, mereka berubah menjadi anak-anak berdisiplin dan rajin belajar.
Dua kasus ini membuktikan bahwa disiplin adalah ketrampilan. Disiplin bukanlah karakter atau sifat dasar. Jadi, tidak benar apabila kita menyebut seseorang “dia itu rajin” dan “dia itu malas.”
Tidak ada orang yang rajin atau malas. Yang ada adalah orang-orang yang mengasah ketrampilan berdisiplin dan mereka yang tidak.
Di kamus Merriam-Webster, “disiplin” diartikan sebagai pelatihan yang mengkoreksi, membentuk, dan memperbaiki kondisi mental atau karakter moral. Dengan kata lain, begitu memiliki self-discipline atau “disiplin diri,” Anda memiliki kontrol dan motivasi bagi diri sendiri yang cukup untuk mendorong dan memotori diri untuk bergerak dalam jalur yang telah ditargetkan.
Sekitar 40 tahun lalu, seorang Profesor Psikologi di Universitas Stanford Walter Mischel mengadakan eksperimen bernama The Marshmallow Experiment. Dengan peserta ratusan anak berusia 4 dan 5 tahun, setiap anak diajak duduk di dalam satu ruangan dengan sebuah marshmallow.
Mereka dilarang untuk memakannya selama 15 menit selama periset pendamping ke luar ruangan. Setelah 15 menit, periset akan masuk ke dalam ruangan kembali dan memberi dua buah marshmallow.
Jadi, apabila si anak tidak memakan satu buah marshmallow dalam 15 menit pertama, ia akan menerima dua buah setelah jangka waktu tersebut dilewati. Ternyata, ada anak yang memakan seketika dalam 15 menit tersebut dan ada anak yang menunggu setelah 15 menit.
Anak-anak tersebut diikuti perkembangan hidup dan karirnya selama puluhan tahun. Beberapa tahun sekali, mereka disurvei. Seperti apa kondisi hidup mereka. Sukseskah mereka dalam pendidikan dan karir?
Kesimpulannya: anak-anak yang mempunyai self-control baik (tidak langsung memakan marshmallow) ternyata lebih sukses dalam pendidikan, karir, dan hidup secara holistik. Sedangkan mereka yang langsung memakannya mayoritas kurang optimal dalam hidup.
Kontrol diri merupakan bagian dari disiplin diri. Setiap orang mempunyai default state berbeda, namun ini bukan berarti tidak bisa diperbaiki dan dilatih agar optimal.
Pertama, kenali aktivitas apa saja yang membutuhkan kontrol diri. Biasanya, aktivitas berolah raga dan latihan ketrampilan tertentu membutuhkan kontrol diri untuk memulai dan mengakhiri dengan gemilang.
Jika Anda hanya bekerja di kantor dan pulang ke rumah dalam keadaan lelah sehingga enggan melakukan apa-apa lagi. Atasi dulu rasa lelah tersebut dengan mengubah jam kerja atau mengubah pekerjaannya sekalian. Setelah itu, cari waktu sekitar satu atau dua jam per hari untuk mengasah disiplin diri dengan berbagai opsi kegiatan.
Kedua, komitlah kepada diri sendiri agar selalu menjalankan apa yang telah diskedul. Hal-hal kecil yang dapat diatur, sebaiknya tidak dijadikan alasan untuk tidak komit dengan skedul yang telah ditetapkan.
Misalnya, hanya dalam keadaan sakit dan ada urgensi urusan penting saja maka skedul perlu diganti di lain hari. Jika hujan atau macet, sebaiknya tidak digunakan sebagai alasan karena ini dapat diatasi dengan memakai payung dan berangkat lebih pagi.
Ketiga, gunakan gol-gol jangka pendek untuk mencapai gol-gol jangka panjang. Setiap hari, pilah-pilah sebuah gol besar menjadi gol-gol kecil. Dan gol-gol kecil menjadi gol-gol mikro. Lantas, hitung berapa menit setiap gol mikro dapat diselesaikan.
Fokuslah akan setiap blok gol mikro dan selesaikan satu per satu. Mudah sekali, bukan? Dalam satu hari, minggu, bulan, dan tahun, pasti telah jutaan bahkan miliaran gol-gol mikro terselesaikan yang membangun untaian gol-gol besar mengagumkan.
Keempat, selesaikan apa yang telah dimulai. Sering kali kita jumpai mereka yang senang sekali memulai sesuatu, namun tidak menyelesaikannya. Bahkan Pemda DKI dulu juga pernah mengabaikan proyek kereta monorel yang sampai saat ini tiang-tiangnya masih telanjang di muka Hotel Fairmont di Senayan.
Kebiasaan memulai namun enggan menyelesaikan merupakan bukti dari minimnya skill alias ketrampilan berdisiplin diri. Ketika seseorang memegang posisi tinggi, disiplin diri semakin penting artinya karena berhubungan dengan hajat hidup orang banyak.
Akhir kata, jadilah diri sendiri namun versi yang lebih baik. Jadilah versi 3.0 atau bahkan 4.0 yang tidak hanya positif, namun berdisiplin diri tinggi dalam mencapai gol besar dan kecil[]
KONTAN WEEKLY, 17-23 Juli 2017