[Download PDF KONTAN DAILY Mengintip Masa Depan Era Robot]
oleh Jennie M. Xue
Revolusi Industri 4.0 sudah semakin terasa imbasnya, terutama di negara-negara maju. Sebagai seseorang yang telah mengenal dua dekade perubahan Tanah Rantau terutama di California Utara, saya ingin share apa yang “diintip” di sana yang mungkin berguna bagi para pengambilan keputusan di tanah air.
Pertama, robotisasi dan automatisasi telah banyak mengambil korban buruh kasar dan pegawai berkerah putih. Sebagai contoh, kini capem-capem bank tidak lagi memerlukan tenaga teller manusia dalam jumlah banyak.
Satu orang teller manusia dan satu atau dua customer service staff telah cukup, mengingat berbagai servis bank telah dapat diakses via aplikasi tanpa memerlukan kehadiran customer. Ini termasuk mengirimkan cek tercetak yang di masa lampau perlu disampaikan secara fisik ke capem terdekat.
Dengan aplikasi m-banking, cek hanya perlu difoto untuk didepositkan. Semua serba praktis dan instan. Jadilah manusia hampir tidak dibutuhkan.
Di supermarket, kasir-kasir manusia juga semakin langka. Dari 10 POS machine, mungkin hanya satu pegawai manusia, sisanya swalayan oleh konsumen.
Dua, menurut Richard Baldwin dalam buku best-sellernya The Globotics Upheaval, kelas sosial yang bertahan hanya akan ada dua: para elit miliarder (USD) dan mereka yang memberikan jasa-jasa elit. Sisanya adalah para unemployed alias mereka yang tidak punya pekerjaan.
Kelas yang “tersisa” ini mungkin akan sangat membutuhkan bantuan pemasukan dari the Universal Basic Income. Para pekerja kreatif dan intelektual sekalipun, termasuk para penulis, pelukis, dan para dokter juga terancam oleh para robot dan otomatisasi dengan berbagai aplikasi komputer.
Sebelum Era Revolusi Industri 4.0, otomatisasi tidak mengeliminasi kebutuhan akan manusia sebagai pemberi jasa. Dua dekade lampau, teknologi hanya memindahkan kesempatan ke para penerima outsource jasa-jasa seperti India, Filipina, Indonesia, Vietnam, dan China.
Tiga, robot-robot industri di China saja telah mencapai 726.000 di tahun 2019 ini. Pabrik-pabrik manufaktur di Negeri Tirai Panda ini tengah dipersiapkan untuk 100 persen otomatisasi.
Misalnya, sebuah pabrik telpon genggam dengan 650 buruh sedang dalam proses untuk hanya mempekerjakan 20 orang manusia saja. Berbagai bentuk otomatisasi akan digunakan.
Tahun 2025 merupakan tahun target “totally robots and AI” yang dicanangkan oleh Xi Jinping. Ini berarti 77 persen pekerjaan manusia di China akan digantikan oleh robot dan AI.
Empat, dengan Go-Jek, Grab, dan berbagai aplikasi ojek dan taksi online, Indonesia masih menikmati maraknya pekerjaan supir motor dan mobil. Di negara-negara maju, seperti AS, Eropa Barat dan China, self autonomous cars alis mobil-mobil swasetir sebentar lagi akan merajai jalanan.
Diprediksi tahun 2021 atau 2022, sebagian taksi aplikasi Uber dan Lyft di AS tidak lagi disetir oleh manusia. Bayangkan berapa ribu atau bahkan jutaan manusia tidak lagi berkesempatan sebagai supir aplikasi.
Di tahun 2025, sepertiga dari truk-truk di AS akan digantikan oleh otomatisasi sehingga 2,5 juta supir truk manusia akan dirumahkan. Drone-drone deliveri juga telah mulai digunakan oleh Amazon, FedEx, UPS, dan DHL untuk mengirimkan paket-paket di lokasi terpencil.
Bayangkan masifnya pengangguran para pekerja kerah biru tersebut hanya dalam 5 sampai 10 tahun. Indonesia memang belum begitu terancam, namun arah ke sana telah semakin jelas pula.
Lima, sebesar 12 juta pegawai AS terancam oleh e-commerce dan bisnis-bisnis online lainnya. Di Indonesia, semakin banyak toko di mal-mal yang telah tutup karena tidak mampu menyaingi penjualan e-commerce.
Belum lagi robot-robot pengganti resepsionis, concierge, dan koki tukang masak restoran dan kedai. Sekarang, order makanan di restoran saja sudah pakai touch screen menu yang dikoneksi dengan dapur dan kasir. Di AS sendiri, ada 3,6 juta pekerja hospitality dan restoran.
Dengan kata lain, hampir semua pekerjaan manusia akan digantikan oleh robot, aplikasi, otomatisasi elektronik, dan algoritma berbasis data. Tidak hanya para pekerja kerah biru yang kena, namun juga para pekerja intelektual dan kreatif yang terdidik dan terlatih.
Di Inggris, 31.000 pekerjaan berbasis hukum telah digantikan oleh para robot dan otomatisasi sistem. Bahkan dalam dua dekade ini, sekitar 114.000 pekerjaan hukum lagi akan lenyap. Di AS, dua dari tiga pengacara akan kehilangan pekerjaan dalan 15 tahun ini.
Akhir kata, semakin cashless dan paperless peradaban manusia, juga semakin sedikit manusia yang dibutuhkan untuk mengelolanya. Indonesia membutuhkan waktu beberapa tahun lagi untuk mengejar tren ini, namun waktu akan cepat bergerak dan tiba-tiba kita telah berada di era tersebut tanpa bisa bergerak mundur.
Era robot telah tiba dan kita tidak sedang bermimpi atau menonton film berjudul AI. AI telah menginvasi manusia dan kita ada di dalamnya. Selamat berpikir keras untuk menyelamatkan diri.[]
KONTAN DAILY, Jumat, 30 Agustus 2019