[Download PDF KONTAN DAILY Mengintegrasi Merek dengan Kultur Korporasi]
oleh Jennie M. Xue
Di antara merek dan kultur ada suatu kekuatan. Menggabungkan keduanya akan menciptakan suatu ledakan positif. Tentu saja, sepanjang merek dan kultur tersebut juga memproyeksikan positivitas.
Jadi, pastikan merek dan kultur organisasi Anda paralel dan serasi saling mendukung.
Pada dasarnya, setiap merek mempunyai makna lebih dari sekedar simbol pembeda yang bisa mempunyai nilai jual luar biasa setelah sosialisasi dan pemasaran super dahsyat. Ingat, merek yang ideal memancarkan fungsi, nilai tambah (added value) dan nilai-nilai sosial (social values) yang terintegrasi.
Menurut Denise Lee Yohn, seorang pakar merek, kultur merupakan unsur penting dalam proses fusi merek yang diawali dengan pengalaman pengguna dan pegawai sama-sama positif. Salah satu studi kasus tersohor fusi kultur dengan merek adalah Amazon.
Penambahan 85.000 orang pegawai di tahun 2016, Amazon yang berkultur serba instan, masif, dan ketat terhadap pegawai ternyata mempunyai efek positif terhadap image merek Amazon bagi konsumen. Ada kesan keseriusan dan “customers are taken care of” dari rekrutmen tersebut.
Merek-merek dengan efek fusi serupa termasuk Starbucks, AirBnB, dan Virgin Group.
Starbucks memberi kesan merek yang berstandar tinggi dan suasana gerai yang memenuhi lifestyle kekinian banget. Betapa tidak, setiap gelas kopi yang disajikan mempunyai “janji” akan kualitas di mana pun lokasi gerainya.
Merek AirBnB membawa kultur petualangan dengan harga terjangkau dan kemudahan-kemudahan praktis di jutaan kamar nyaman yang telah diinspeksi seluruh dunia. Kultur inovatif AirBnB juga terproyeksi dalam berbagai kampanye online mereka.
Virgin Group yang dibangun oleh Richard Branson dikenal super inovatif dan adaptif terhadap kebutuhan pasar. Mereka sedang bekerja keras untuk mengorbitkan Virgin Galactic dengan the Spaceship Company dan Virgin Orbit-nya.
Visi mereka termasuk mempersiapkan turisme luar angkasa bagi konsumen non-astronot. Bisa dipahami mengapa merek Virgin Group memancarkan kecemerlangan ide dan relevansi zaman.
Nah, sebenarnya apa rahasia strategi merek-merek tersebut?
Satu, pastikan kultur korporasi membawa positivitas. Jauhkan dari gaya komunikasi penuh curiga, negatif, dan ketidakjelasan. Cerminkan positivitas ini juga dalam setiap kampanye pemasaran dan komunikasi internal dan eksternal.
Tentu saja, positivitas dengan konsumen sangat penting. Richard Branson dikenal sangat ramah dan bersahabat dengan konsumen.
Dua, rencanakan dan kreasikan desain-desain produk dan komunikasi yang menyertakan nilai-nilai (values) organisasi. Merek dan kultur merupakan satu kesatuan, maka ingatkan semua stakeholder akan unifikasi ini.
Misalnya, Blue Bird mengutamakan unsur profesionalitas, kesopanan, dan kejujuran. Google mengutamakan nilai inovatif dan “do no evil” alias kebaikan.
Tiga, kultur kerja inspiratif bagi para pegawai. Mereka merupakan salah satu stakeholder terpenting suatu korporasi karena tanpa mereka, bisnis tidak bisa berjalan sama sekali.
Konsumen adalah raja, namun pegawai adalah perdana menteri. Sadari betul bahwa dua kubu ini saling melengkapi.
Empat, ciptakan ritual-ritual kecil bermakna yang memotivasi dan memperdalam suasana positif. Bisa saja dengan “high five” setiap setiap selesai rapat atau sharing aktivitas yang membangun kerja sama tim.
Intinya, bangun merek Anda dari dalam dengan segala unsur positivitas dan kerja sama solid memotivasi dan menginspirasi. Itu semua memang membutuhkan komunikasi nilai-nilai yang merata antar pegawai dan dengan konsumen.
Merek dan kultur dibangun pada waktu bersamaan. Keduanya perlu diidentikkan, apabila Anda masih belum melakukannya. Untuk itu, ajaklah semua pegawai dan konsumen untuk merasakannya dengan pengertian dan pelayanan yang solid.[]
KONTAN DAILY, Jumat, 23 Agustus 2019