Select Page

[Download PDF KONTAN WEEKLY Mengenali Titik Buta]

oleh Jennie M. Xue

Apakah bisnis atau karir Anda bergerak di tempat? Bisa jadi Anda memiliki “blind spot” alias “titik buta,” namun tidak disadari. Apa sih “titik buta” (TB) itu?

Ketika Anda sedang menyetir mobil dan perlu berbelok ke kanan atau ke kiri, terkadang ada sesuatu yang menghalang pandangan. Itu TB. Terkadang, ada pengendara motor yang tidak terlihat sebelumnya, namun tiba-tiba memotong. Itu juga TB.

Dalam berkomunikasi dengan orang lain, ketika kita tidak begitu kenal arah pembicaraan, itu TB. Jika tidak diatasi, maka pembicaraan akan going nowhere bahkan besar kemungkinan terjadi kesalahpahaman dan malah timbul hal-hal negatif.

Sebagai eksekutif dan pebisnis yang berjalan di tempat, berarti Anda sedang mengalami TB. Lantas, bagaimana cara mengatasi TB?

Pertama, refleksi. Kenali impak dari karya dan eksekusi Anda.
Positif atau negatif? Atau tidak jelas? Jika negatif atau tidak jelas, bisa jadi Anda memiliki beberapa hal yang menghambat arah perkembangan.

Apa yang perlu direfleksikan? Beberapa hal. Impak dari eksekusi, komentar orang lain mengenai impak dan eksekusi, dan apa yang dapat diperbaiki dari impak dan eksekusi. Tentu ini semua perlu difilter karena tidak semua feedback pasti benar.

Kedua, verifikasi hasil refleksi kepada orang lain.
Mintalah komentar dan feedback dari orang-orang di sekitar Anda, termasuk anggota tim. Beri motivasi agar mereka speak up ketika melihat sesuatu yang “janggal” dalam strategi dan eksekusi Anda.

Membangun motivasi bagi orang lain untuk memberikan feedback kepada Anda sangat penting agar setiap TB dapat dikenali sebelum membawa efek negatif berkepanjangan. Untuk ini diperlukan komunikasi multi-arah yang baik dan perlu dipupuk. Janganlah anggota tim “ditakut-takuti” agar tidak berbicara, karena hanya akan memperdalam masalah.

Ketiga, kenali kelemahan-kelemahan Anda.
Ikuti beberapa tes psikologi untuk mengenali tipe personaliti, seperti Myers Briggs Type Indicator (MBTI). Gunakan tes-tes tersebut sebagai “pembuka pintu” untuk mengenali diri lebih dalam.

Mungkin Anda bertipe thinker, jadi kurang “merasakan perasaan” orang lain. Jika Anda bertipe feeler, bisa jadi Anda “terlalu” merasakan perasaan orang lain, sehingga tidak lagi logis berpikir. Kedua ini merupakan TB bawaan yang bisa dilatih.

Keempat, kenali kebiasaan-kebiasaan Anda (habit) dan pola-pola perbuatan.
Gunakan pandangan “dari luar” diri ketika berusaha mengenali pola-pola dan kebiasaan-kebiasaan. Andaikan Anda orang lain, bagaimana Anda mengenali diri?

Berapa tahun sekali Anda pindah pekerjaan? Bagaimana ketika memulai dan mengakhiri suatu hobi atau kebiasaan baru? Apa saja hal-hal yang menarik Anda? Apakah ditindaklanjuti? Bagaimana ketika Anda menyukai prestasi seseorang? Apakah Anda lebih banyak menggunakan pikiran atau perasaan ketika bekerja? Ketika berkomunikasi?

Kelima, kenali “kekurangan” dari kelebihan Anda.
Setiap kelebihan punya kekurangan dan setiap kekurangan punya kelebihan. Tidak ada kelebihan yang sempurna namun tidak juga ada kekurangan yang totally buruk. Jadi, sebaiknya tidak berpikir “hitam putih” dan “yes no” secara kaku.

Tidak ada yang ekstrem karena tidak ada yang sempurna. Bisa jadi Anda seseorang yang visionaris, namun ini bisa jadi “senjata makan tuan” ketika mampu melihat demikian banyak tantangan di masa depan sehingga melumpuhkan semangat. Ini menimbulkan rasa was-was yang tidak perlu karena belum tentu terjadi. Bagaimana Anda mengatasi ini merupakan prestasi tersendiri.

Keenam, gap antara harapan dan persepsi.
Adakah perbedaan antara harapan dan persepsi? Jika ada, ini juga merupakan indikator TB. Suatu harapan yang ternyata tidak sesuai dengan persepsi menunjukkan adanya celah yang bisa diperbaiki.

Misalnya, Anda berharap dapat menyelesaikan proyek dengan kualitas tertinggi. Namun bagaimana sebenarnya persepsi orang lain mengenali “kualitas tertinggi” tersebut? Sungguhkah ini kualitas terbaik? Jika tidak, apa saja yang kurang dan bagaimana sebaiknya? Persepsi setiap orang tentu saja berbeda dan ini sangat menentukan bagaimana proses perbaikan dieksekusi kelak.

Setiap orang pasti mengalami TB hampir setiap hari. Ketika kita menyadarinya, itulah saatnya kita belajar akan hal-hal baru. TB membuat kuriasitas lebih tinggi dan ini mempunyai fungsi besar dalam menjalankan hidup dan bisnis.

Akhir kata, setiap TB pasti dapat dijadikan “titik terbuka.” Kuncinya adalah mengenali apa saja titik-titik buta tersebut, menerima fakta tersebut, dan membuka pikiran akan apa yang dapat dilakukan agar titik-titik buta menjadi titik-titik terbuka.[]

KONTAN WEEKLY, 14 – 20 Agustus 2017

Pin It on Pinterest

Share This