Select Page

Kontan

Download PDF KONTAN Weekly Mengenali Tanda Bubble Ekonomi

oleh Jennie S. Bev

Sepanjang
sejarah manusia, financial bubbles telah dan akan terus terjadi. Beberapa
bubble yang menjadi case study klasik adalah: Tulip Mania 1630, The Great Crash
and Great Depression 1930an, Jepang akhir 1980an, Krisis Asia akhir 1990an, Internet
crash awal 2000an, dan Housing Crisis di AS yang diawali 2007. Apakah bubble
akan terjadi dalam waktu dekat? Bubble apa saja? Apa tanda-tanda
penggelembungan dan menjelang pemecahan bubble?

Pengajar
Ekonomi di Universitas Yale dan global equity investor Vikram Mansharamani dalam
bukunya BOOMBUSTOLOGY: Spotting Financial
Bubbles Before They Burst
, menyampaikan 5 lensa analisis fenomena bubble. Ke-lima
lensa tersebut adalah: mikroekonomi, makroekonomi, psikologi, politik, dan
biologi. Ia membedah lima landmark bubbles di atas dengan tajam dan lugas. Lima
lensa tersebut digunakan pula dalam mendeteksi penggelembungan dan pemecahan
bubble mendatang.

Mansharamani menggunakan gabungan beberapa lensa dari ilmu alam dan ilmu
sosial mengingat pengetahuan manusia (human knowledge) mempunyai batas,
sebagaimana Teori Refleksivitas George Soros menyatakan. Teori ini mengambil
delta antara realitas yang sebenarnya dengan persepsi mengenai realitas
tersebut. Ini dasar mikroekonomi lensa pertama.

Dasar makroenomi lensa kedua melihat dari segi hutang (debt) dan
pendapatan (income) yang bisa berintensitas sangat konservatif, menengah, dan
sangat rileks (seperti “Ponzi” yang meleverage puluhan kali). Juga melihat dari
segi pola-pola konsumsi yang merupakan trade-off dari investasi yang erat kaitannya
dengan tingkat suku bunga.

Dasar psikologi lensa ketiga berpremis bahwa manusia adalah makhluk
rasional yang irasional. Cognitive biases setiap individu sering kali tidak
disadari, di mana pemahaman-pemahaman parsial termasuk analisis yang bersifat
cost-benefit, resiko, dan asumsi-asumsi bermasalah.

Hasil penelitan juga telah membuktikan bahwa manusia pada umumnya
overconfident atas kemampuan mereka dan tidak menyadari batas-batas mereka.
Selain itu, bagaimana suatu pertanyaan ditanyakan (framing) bisa menghasilkan
jawaban yang sangat berbeda. Ini bisa dengan mudah Anda praktekkan, bahkan para
ahli public speaking melatih siswa untuk berbicara dengan intonasi dan
substansi positif untuk mendapatkan respons positif pula.

Dasar lensa keempat adalah politik alias peran negara terhadap kepemilikan
privat. Berbagai spektrum kepemilikan dapat dijumpai di antara kapitalisme dan
sosialisme. Semakin kapitalis, maka semakin sedikit campur tangan negara.
Sebaliknya, semakin sosialis, semakin besar campur tangan negara.

Nasionalisisasi dan proteksi bidang-bidang tertentu, merupakan indikator
besarnya campur tangan tersebut. Di negara-negara “kapitalis” yang mengandalkan
pasar bebas, campur tangan pemerintah menyebabkan distorsi supply dan demand.
Salah satu provisi pajak AS, misalnya memberikan tax break untuk otomobil seberat
600 pon. Ini menyebabkan pembuat mobil SUV berlomba-lomba memproduksi
mobil-mobil berat seperti Hummer dan BMW X5.

Dasar lensa kelima adalah biologi, alias menggunakan kerangka epidemiologi
dan emergence (penampakan). Epidemiologi adalah studi penyebaran bibit
penyakit di dalam suatu populasi dan ini bisa juga terjadi dalam “infatuasi
terhadap produk.” Gabungan antara lima lensa tersebut, “demam Tulip” di Belanda
di abad ke-17 dan “demam properti” beberapa tahun yang lalu menyebar bak virus
dengan sekejap dan pecahlah bubble dalam sekejap pula.

Dengan
sendirinya, negara-negara dengan sistem ekonomi sosialis sangat kecil
kemungkinan untuk mengalami asset class bubble. Indonesia dengan sistem ekonomi
yang “malu-malu” kapitalis sangat besar kemungkinannya untuk mengalami bubble,
yang telah terjadi di masa Krisis Ekonomi Asia 1997 yang lalu. Ditambah dengan
berbagai proteksi dan over regulated
terhadap bidang-bidang tertentu.

 Jika Anda seumuran saya, pasti Anda masih ingat dengan jelas Krisis
Ekonomi Asia 1997, Internet Crash 2001, dan Housing Market Crash USA 2007.
Mungkin Anda juga mengalami kerugian, seperti saya, yang mudah-mudahan tidak
dialami lagi di masa mendatang. Sekarang, apa saja indikator yang paling mudah
dipakai untuk memperhatikan apakah sedang terjadi bubble?

Sotheby’s dan Christie’s auction houses selama ini memberikan indikator
yang baik bagi “uang mudah.” Selain itu, proyek-proyek mercusuar seperti Gedung
Sears dan Gedung Petronas serta Burj Al-Arab juga merupakan sinyal lampu merah.
Bubble-bubble yang bisa dipastikan akan pecah dalam waktu cukup dekat di
Indonesia adalah bubble properti dan bubble investasi asing. Di AS, sudah
sangat diantisipasi pecahnya bubble hutang pinjaman pendidikan universitas oleh
para mahasiswa dan orang tuanya (student loan), bubble alternative energy, dan
bubble emerging market stocks. Silakan mengamati.[]

KONTAN Weekly, 17-23 Desember 2012

Pin It on Pinterest

Share This