[Download PDF KONTAN WEEKLY Mengenal Seksisme]
oleh Jennie M. Xue
Apa sih seksisme itu? Saya tidak seksis, mungkin demikian Anda berujar. Semoga benar. Sekarang, mari kita kenali apa saja tanda-tanda seksisme. Siapapun Anda, baik laki-laki maupun perempuan, perlu mengenali apa yang dimaksud dengan seksisme, diskriminasi, pelecehan, dan misogini.
Tujuannya agar saling respek diterapkan di mana pun kita berada. Jika kita tidak suka didiskriminasi, janganlah untuk melakukan hal yang sama kepada orang lain.
Apa saja contoh-contohnya. Kenali apakah terjadi di lingkungan Anda. Bagaimana sebaiknya bersikap ketika itu terjadi pada diri Anda. Dan bagaimana sebaiknya kebijakan perusahaan dirancang dan diterapkan untuk mengurangi bahkan mengikis habis segala bentuk seksisme, diskriminasi, pelecehan, dan misogini.
Seksisme terjadi ketika ada praduga mengenai seorang perempuan, termasuk stereotyping atau mendiskriminasi atas dasar jenis kelamin/jender perempuan belaka. (Mohon diperhatikan bahwa dalam artikel pendek ini, penulis menggunakan istilah jenis kelamin dan jender sebagai sinonim, walaupun sesungguhnya mempunyai gradasi makna berbeda.)
Dan bentuk-bentuknya bisa berupa diskriminasi, pelecehan (assault atau abuse) dan misogini. Istilah “misogini” mungkin kurang dikenal pembaca.
“Misogini” diterjemahkan secara bebas sebagai “ketidaksukaan akan jender perempuan yang mendalam,” sehingga dapat terbaca dalam tindakan maupun pembicaraan. Misalnya, seorang laki-laki yang mengkomunikasikan kebencian akan beberapa elemen perempuan, bisa dipastikan ia adalah seorang “misoginis.”
Apa contohnya? Perempuan itu pemboros. Perempuan itu tidak tahan godaan. Perempuan itu lemah. Pandangan-pandangan tersebut berdasarkan kerangka “perempuan itu sub standar dibandingkan dengan laki-laki.”
Seorang manajer laki-laki yang tidak hanya menggoda perempuan anggota timnya, namun juga memegang payudara dan bokongnya, dapat dipastikan telah melakukan pelecehan sosial. Namun, ia belum tentu seorang misoginis tulen. Karena untuk menjadi seorang misoginis, perlu ada unsur “kebencian.”
Lantas, bagaimana bentuk-bentuk diskriminasi di tempat kerja? Misalnya, suatu posisi hanya dapat diberikan kepada laki-laki atau perempuan yang menarik saja. Sering penulis temukan untuk posisi sekretaris, employer hanya bersedia mempekerjakan mereka yang “tampak menarik.”
Bentuk-bentuk diskriminasi lainnya: perbedaan gaji antara laki-laki dan perempuan, alasan-alasan mengapa seorang pegawai perempuan tidak dipilih untuk aktivitas-aktivitas tertentu, menempatkan perempuan di posisi-posisi tertentu dengan alasan “ini posisi untuk perempuan,” meledek (cat calling) perempuan yang tampil beda untuk suatu acara, mengucapkan lelucon-lelucon yang membuat jengah perempuan, dan sebagainya.
Seperti apa lelucon-lelucon yang membuat jengah perempuan? Apabila ada unsur-unsur seksual yang menstereotipkan, menghina, melecehkan, dan membenci perempuan.
Bagaimana di negara maju? Seksisme di tempat kerja sangat umum dan sangat sulit diberantas. Namun Hukum Anti Diskriminasi dan Anti Pelecehan Seksual diterapkan dalam kasus-kasus yang dilaporkan oleh korban.
Perusahaan-perusahaan besar memilih untuk sangat ketat dalam hal sexual harrassment, mengingat begitu banyak penggugatan atas dasar ini. Setiap beberapa bulan sekali, HR Department biasanya melakukan training anti-sexual harrassment kepada para pegawai untuk mengingatkan bahaya dan resiko bagi karir mereka.
Di Nordstrom Department Store, misalnya tiga kali teguran diberikan, sebelum seorang pelaku sexual harrassment dipecat tanpa ampun. Bentuk sexual harrasment yang paling umum ternyata bukan yang “memegang-megang” namun “secara verbal.”
Dan ini sekarang sangat mudah dibuktikan dengan aplikasi perekam suara (audio recording) smartphone. Jadi, berhati-hatilah dalam berkata-kata tidak senonoh. Setiap individu punya audio recording yang sangat mudah dinyalakan dengan satu sentuhan.
Di Inggris, satu dari delapan pegawai mengundurkan diri karena mengalami pelecehan seksual di tempat kerja. Dan 60 persen perempuan pekerja pernah mengalami pelecehan di kantor.
Bagaimana dengan Anda, wahai pekerja perempuan? Jika Anda laki-laki, pernahkah Anda melecehkan perempuan? Bahkan dalam bentuk gurauan?
Jika Anda menjadi korban pelecehan, apa yang perlu dilakukan? Tegur dan laporkan kepada yang berwenang. Apabila yang berwenang tidak mendukung Anda, lakukan tindakan hukum melalui LBH atau LSM pro perempuan.
Apabila Anda mengalami bentuk seksisme “ringan” seperti meledek, cat calling, dan gurauan-gurauan tidak senonoh, tegurlah mereka. Ingatkan bahwa ibu, istri, adik/kakak, dan anak mereka perempuan.
Jika masih tidak mempan, tinggikan nada suara Anda dan tunjukkan kekuatan Anda sebagai perempuan mandiri, cerdas, dan respek terhadap diri sendiri. Ajaklah pelaku untuk bertemu dengan HR Department untuk membicarakan pelatihan anti-sexual harrasment di tempat kerja.
Semoga tahun yang baru ini membawa semangat kerja baru yang bebas dari seksisme di tempat kerja.[]
KONTAN WEEKLY, 8 – 14 Januari 2018