Select Page


[Download PDF KONTAN WEEKLY Membangun Kuriositas]

oleh Jennie M. Xue

Knowledge is power. Pengetahuan memberi kekuasaan. Klise. Sesungguhnya, untuk memiliki pengetahuan itu sendiri membutuhkan proses. Dan pengatahuan “instan” tanpa proses tidak punya terlalu banyak makna, selain faktor “kepemilikan.”

Pertanyaannya, apa yang diperlukan agar kita dapat menjalankan proses untuk memiliki knowledge tersebut? Kuriositas. Rasa ingin tahu.

Rasa ingin tahu yang besar merupakan dasar dari kepemilikan pengetahuan. Tanpa rasa ingin tahu, kita akan memiliki pengetahuan terbatas. Kuriositas itu sendiri hanya mengandalkan internal locus of control (dorongan dalam diri) yang kuat.

Rasa kuriositas yang besar mempunyai kekuatan tersendiri, karena ini merupakan skill berpikir. Semakin mendalam skill ini, semakin tinggi rasa ingin tahu. Sebagai skill, kuriositas perlu diasah dengan baik.

Beberapa hal yang perlu dipahami tentang kuriositas, proses pemahaman, dan bagaimana meningkatkan rasa kuriositas sebagai bagian dari skill berpikir.

Manusia dilahirkan penuh dengan rasa ingin tahu. Setiap anak mempunyai rasa ingin tahu mengenai dunia yang sangat besar.

Namun conditioning sosial, apalagi dengan orang tua yang minim parenting skill-nya, sering kali menghambat kuriositas anak. Bahkan memadamkannya sekaligus.

Jadi, tidak alasan bagi kita semua untuk tidak punya rasa ingin tahu. Kepasifan (helplessness) adalah hasil conditioning dari lingkungan, bukan default state manusia.

Satu, kuriositas sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup, karir, dan dunia publik.
Tanpa rasa ingin tahu, seorang anak mungkin tidak akan dapat bertumbuh kembang menjadi manusia dewasa.

Dengan rasa ingin tahu, kita dapat menggali banyak hal dalam hidup dan berbisnis. Misalnya, ketika melayani konsumen, skill kuriositas ini membantu agar pelayanan dan persoalan diselesaikan sebaik dan secepat mungkin.

Dua, kuriositas dalam komunikasi membangun rasa saling percaya (trust) dan trustworthiness.
Seseorang yang dengan tulus mempunyai rasa ingin tahu akan orang lain, akan terpancar secara alami. Tentu pertanyaan-pertanyaan yang diajukan yang menunjukkan “caring” kepada pihak lain, bukan yang usil atau penasaran belaka.

Tiga, kuriositas membangun narasi (storyline) yang sangat penting dalam proses mempengaruhi pemikiran orang lain.
Menurut para neurosaintis, pikiran kita banyak dipengaruhi oleh bagaimana suatu informasi disajikan. Salah satu bentuk yang paling mengena adalah bentuk narasi “berkisah” alias storyline. Dengan kuriositas, storyline dapat dibentuk dengan lebih bermakna.

Empat, kuriositas membangun rasa percaya diri dan jauh dari rasa takut.
Dengan kemampuan bertanya, seseorang akan jauh dari rasa takut karena pada dasarnya rasa ini muncul karena ketidaktahuan. Tidak perlu takut tersesat, istilahnya. Karena Anda mempunyai skill bertanya.

Lima, kuriositas memberi tempat bagi demokratisasi berbagai hal di dunia.
Kuriositas membuka pintu bagi berbagai hal dan individu untuk mendapat tempat di muka publik. Dengan berbagai pertanyaan yang terjawab, publik semakin terbuka akan berbagai hal dan menjadi semakin paham akan berbagai konsekuensi sosial.

Lantas, bagaimana cara untuk menjadi seseorang yang punya rasa ingin tahu yang tinggi?

Tentu ini memerlukan latihan, sebagaimana skill lainnya. Bedanya, melatih kuriositas memerlukan kesadaran (awareness) yang lebih dalam akan berbagai hal yang dialami secara internal maupun eksternal.

Pertama, kenali bagaimana pikiran Anda bekerja. Kenali kapan Anda sedang berpikir, tidak berpikir, dan membiarkan pikiran berkeliaran di dalam benak. Jadi, Anda semakin aware akan “pikiran” dan “mengamati pikiran.” Ini adalah dua hal berbeda.

Kedua, apakah ada perasaan tertentu yang timbul? Mengapa perasaan itu timbul? Adakah faktor eksternal yang menyebabkan rasa itu? Kenali kondisi “netral,” karena dalam kondisi tersebut, Anda lebih jernih dalam berpikir dan bertanya.

Ketiga, bertanyalah kepada diri sendiri mengenai berbagai hal yang selama ini diabaikan karena telah menjadi kebiasaan. Tanyakan kepada diri sendiri: Mengapa saya memilih pekerjaan ini? Mengapa saya suka makan soto mie? Mengapa IPK saya hanya 2,5? Mengapa pasangan saya jatuh cinta kepada saya?

Keempat, latihlah terus dengan menanyakan berbagai hal di lingkungan eksternal, termasuk apa yang Anda konsumsi di dunia maya. Apakah berita ini hoax atau sahih? Bagaimana menguji kesahihan suatu berita?

Apakah mie bakso yang dijual di pinggir jalan itu menggunakan boraks sebagai pengawet? Mengapa tahun ini Jakarta tidak banjir? Jawablah sendiri semua pertanyaan tersebut seketika. Setelah itu, pikirkan kembali jawaban-jawaban Anda dan jawablah secara lebih lengkap.

Dan apakah dalam segala kesempatan, kita perlu menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi? Tidak, misalnya ketika perlu menunjukkan rasa respek kepada orang lain. Namun ini perlu ditimbang dengan baik. Apakah saat ini saya perlu menunjukkan kuriositas?

Silakan bertanya, menjawab, dan bertanya lagi.[]

KONTAN WEEKLY, 11-17 Desember 2017

Pin It on Pinterest

Share This