Select Page

[Download PDF KONTAN WEEKLY Melampaui Ini atau Itu]

oleh Jennie M. Xue

Dalam hidup dan bisnis, kita selalu perlu memilih. Setiap keputusan selalu diawali dengan memilih. Tidak mungkin dalam satu hari kita tidak memilih. Diawali dengan bangun pagi, kita perlu memilih untuk tetap tidur di tempat tidur atau bangun dan bergerak menyongsong hari baru.

Setelah itu, kita perlu mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor atau tempat belajar. Dari pakaian yang perlu dikenakan hingga materi yang perlu dibawa, semua membutuhkan pilihan.

Memilih “ini atau itu” merupakan fondasi kehidupan. Bagi mereka yang perlu mengambil keputusan-keputusan besar, seperti para CEO dan C-level executives lainnya, menghadapi keputusan-keputusan kecil cukup melelahkan.

Jadilah para CEO papan atas dunia memilih untuk berpakaian itu-itu lagi seperti Steve Jobs dengan T-shirt hitam turtle neck-nya dan Mark Zuckerberg dengan T-shirt abu-abu polosnya.

Memilih atau mengambil keputusan terlalu banyak secara bertubi-tubi setiap saat sesungguhnya melelahkan secara mental, namun sering kali tidak dirasakan. Saking sibuknya. Bahkan seorang ibu rumah tangga pun sering kali harus mengambil keputusan sekecil apapun secara mandiri.

Besar atau kecilnya keputusan sama-sama menyebabkan kerja otak berlebihan. Menurut neurosains, dalam satu hari, setiap orang dewasa mengambil 35.000 keputusan alias melakukan pemilihan. Seorang anak saja telah mengambil 3.000 keputusan per hari.

Bagian otak kita yang bertanggung jawab soal pengambilan keputusan ini berada di lokasi depan yaitu frontal lobe. Di berbagai bagian frontal lobe inilah, berpikir dengan logika, pengendalian diri, dan pengambilan keputusan terjadi.

Jadi, apabila terjadi kerusakan di bagian frontal lobe, seperti karena gegar otak, maka proses pengambilan keputusan terganggu alias “ngawur.” Bagi kita yang masih memiliki frontal lobe yang baik, mari bersyukur.

Proses pengambilan keputusan di dalam diri dapat dilatih agar frontal lobe semakin “tajam” dan dapat diandalkan.

Pertama, kenali kapan Anda berpikir dan “mengamati pikiran.” Ini adalah dua hal berbeda. “Thinking and observing what you think” merupakan skill yang perlu selalu diasah. Awali dengan mengenali keduanya. Anda bisa mulai saat ini juga karena kegiatan ini terjadi internal dan tidak memerlukan biaya apapun.

Kedua, ketika Anda menyadari sedang “mengamati pikiran,” kenali emosi dan ide yang timbul. Catatlah dan tidak perlu seketika itu juga diumbar. Istilah slang-nya, “Mulut jangan ember.” Redam dan biarkan emosi dan ide berlalu. Biarkan mengendap.

Ketiga, hal-hal kecil dibedakan dari hal-hal besar. Keputusan-keputusan kecil disederhanakan dengan proses autopilot, seperti setiap pagi tidak perlu mengaca di depan cermin selama belasan menit hanya untuk merias diri atau mencari pakaian yang pantas. Jadikan ini autopilot. Belajarlah dari Mark Zuckerberg yang memilih untuk tidak perlu memilih pakaian setiap pagi.

Keempat, kenali kapan Anda berpikir berputar-putar (ruminating) dan sedang sungguh-sungguh berpikir (thinking). Yang pertama tidak membawa solusi dan hanya memperdalam emosi negatif dan frustasi. Kedua memberi solusi dan membawa emosi positif karena tahu betul semua masalah pasti ada penyelesaian.

Kelima, gunakan logika berpikir terbaik Anda, bukan menggunakan emosi terburuk Anda ketika memilih. Ingat, Anda sebagai lulusan S1, S2, dan S3 pasti memiliki daya nalar terlatih baik di bangku kuliah maupun di dalam masyarakat. Maka, gunakanlah dalam setiap pengambilan keputusan. Bukan berarti di luar universitas Anda “bebas” menggunakan emosi lagi dalam memilih.

Keenam, beri waktu bagi suatu masalah atau apapun yang memerlukan keputusan untuk bergulir sehingga jelas apa yang perlu dilakukan. Tentu ini tidak berlaku dalam kondisi emergency yang memerlukan waktu sekejap dalam bertindak. Namun kebanyakan masalah tidak memerlukan solusi impulsif yang malah memberi resiko kekacauan eksekusi.

Ketujuh, pastikan setiap pilihan tidak didasari oleh hal-hal subyektif dan prejudis/praduga, seperti keyakinan tanpa dasar sains dan logika. Ini sangat membahayakan kestabilan baik dalam eksekusi mikro apalagi makro yang telah berhubungan dengan orang banyak.

Akhir kata, lampauilah kedangkalan berpikir ketika memilih ini dan itu. Transcend yourself. Setiap individu mempunyai kemampuan luar biasa untuk menjadi diri yang lebih baik dan lebih tinggi dalam fungsi-fungsi kognitif.

Be your own leader who solve your own and others’ problems. Choose yourself to be one. Pilihlah diri sendiri menjadi pemimpin, dimulai dengan memimpin diri sendiri dengan memilih berdasarkan logika yang baik.[]

KONTAN WEEKLY, 9-15 Oktober 2017

Pin It on Pinterest

Share This