Select Page

 Kontan

Download KONTAN Daily Local vs Global

oleh Jennie S. Bev, Santa Clara

Kata
“globalisasi” mungkin sudah lazim terdengar. “Lokalisasi” adalah kebalikan dari
globalisasi yang bersifat internasional dan global. “Lokalisasi” sendiri
merupakan kata kerja. Artinya, ia bukanlah antithesis dari globalisasi.
Globalisasi sebagai suatu konsep perpindahan pengetahuan, ketrampilan, teknis,
bahkan individu tetap berlangsung ketika lokalisasi diterapkan.

Dalam
proses globalisasi yang merupakan bagian dari modernitas dunia tidak pernah
terlepas dari proses lokalisasi. Namun dalam proses lokalisasi, proses
globalisasi tidak selalu terjadi. Jadi, dalam globalisasi ada lokalisasi dan
dalam lokalisasi tidak selalu ada globalisasi. 

Lokalisasi
terjadi ketika suatu perpindahan membuahkan adaptasi ke dalam kultur dan sistem
masyarakat lokal. Adaptasi ini bisa berupa adaptasi ekonomi, adaptasi teknikal,
adaptasi kultur, dan adaptasi bahasa. Bentuk-bentuk adaptasi lain juga bisa
dilakukan sepanjang tujuannya jelas, biasanya dalam bisnis bertujuan untuk penetrasi
pasar.

Bahasa
Inggris memang masih merupakan bahasa pengantar internasional yang paling
banyak dipakai. Namun untuk produk-produk yang mengandalkan hak atas kekayaan
intelektual, seperti produk-produk teknologi yang membutuhkan penjelasan dalam
berbagai bahasa dan penggunaan dalam berbagai kultur, ahli lokalisasi sangat
diperlukan agar budaya bisa masuk tanpa bentrokan berarti.

Kalau
globalisasi lebih membutuhkan business dan market
development
, maka lokalisasi membutuhkan kapital kultural. Yang dimaksud
dengan kapital kultural mencakup kemampuan mengidentifikasi keinginan-keinginan
pasar berdasarkan prinsip-prinsip budaya yang spesifik dengan wilayah tersebut.
Semakin tinggi kapital kultural seseorang atau suatu institusi, semakin besar
kemungkinan berhasil di pasar tersebut.

Perusahaan-perusahaan
go global yang inovatif mempunyai
akses para ahli di bidang lokalisasi. Franchisors
ternama, misalnya melokalisasikan produk, sistem, bahkan penyampaian
pesan-pesan mereka demi suksesnya penetrasi pasar. Twitter, misalnya mempunyai
28 bahasa penyampaian produk mereka. Facebook demikian juga. Walaupun kelihatannya
sederhana dan tidak invasif, mereka mempunyai amunisi alias “kapital” budaya
yang luar biasa.

Globalisasi
sering diidentikkan dengan perusakan budaya-budaya lokal. Pada tahap
globalisasi sekarang, ini tidak perlu terjadi. Sinergi malah terjadi antara
unsur-unsur modernitas dan global dengan unsur-unsur lokal. Hampir mustahil
menemukan produk franchise yang kaku
tanpa unsur lokalisasi. Hanya di Hawaii saja bisa dijumpai McDonald’s yang
menjual musubi (sushi khas dengan daging spam) dan nenas. Ini membantu juga supplier bahan-bahan lokal.

Lokalisasi
yang jelas terlihat konsumen antara lain pengaturan fungsi multi bahasa setiap
hardware berkelas internasional. Juga berbagai manual yang tersedia dalam
berbagai bahasa di Web site produsen. Hotel-hotel berbintang juga menyuguhkan
menu-menu tradisional setiap negara dan tempat.

Peran
lokalisasi sangat membantu divisi pemasaran dan pengembangan bisnis dalam
menjalankan tugas-tugas mereka. Di perusahaan-perusahaan multinasional, para
ahli bahasa (linguist) sering kali dihadirkan sebagai pegawai penuh atau paruh
waktu. Tujuannya agar peralihan bahasa dan budaya lokal bisa lebih mulus.

Di
AS, berdasarkan survei konsumen, merek Toyota sering kali disalahkaprahkan
sebagai merek buatan AS. Ini merupakan salah satu bentuk keberhasilan
melokalisasikan suatu produk dan merek.

Spaghetti
versi Italia sesungguhnya adalah bakmi yang dibawa oleh para pedagang dan
pelayar dari Cina. Ini juga merupakan bentuk perpaduan kultur yang membawa
unsur lokalisasi. Dengan kata lain, lokalisasi lebih dari sekedar
menterjemahkan suatu tulisan atau menyadurkan suatu konsep ke dalam budaya yang
berbeda. 

Mengingat
sangat jarang dijumpai kultur-kultur yang “asli,” selain di antara suku-suku
terbelakang, lokalisasi dan globalisasi terus-menerus terjadi dengan maupun
tanpa disadari. Dalam penetrasi pasar, lokalisasi menentukan keberhasilan suatu
produk yang mempengaruhi keuntungan perusahaan.

Proses
melokalisasi suatu konsep, program, produk, maupun bisnis bisa dimulai dengan
mengenal mendalam wilayah dan kultur yang dituju. Imersi ke dalam kultur
dilakukan dengan pengenalan multi dimensi, dimulai dengan tujuan proyek yang
jelas.

Di
sini pentingnya peran project management
yang mengelola dan memadukan semua unsur, sehingga sinergi terjadi seperti
simponi yang manis dan magis. Juga peran coaching
untuk kemampuan berkomunikasi secara universal namun memperhatikan unsur-unsur
kultural yang spesifik bisa diterapkan dari awal.

Bertumbuh
secara global bukan lagi suatu kemewahan, namun suatu kewajaran mengingat dunia
sudah sangat terkoneksi dengan teknologi komunikasi dan teknologi transportasi.
Lokalisasi merupakan kapital dalam era global yang perlu dipertahankan agar
warna-warni dunia tetap beragam dan tidak membosankan.[]

KONTAN Daily, Jumat, 26 April 2013 

Pin It on Pinterest

Share This