Select Page

Kontan

Download KONTAN Weekly Konektivitas Kunci Inovasi

oleh Jennie S. Bev

Satu hal yang menjamin
kemampuan bertahan di era yang terus-menerus berubah ini adalah inovasi. Ketika
ekonomi menurun maupun menanjak, ketika konsumen berperilaku sama maupun
berubah, inovasi tetap perlu dikerjakan. Dan salah satu cara meningkatkan
kemampuan inovasi adalah memperbanyak konektivitas. 

Konektivitas dunia maya
dengan alami terjadi ketika Anda menjadi anggota social networking media
seperti Facebook, Twitter dan semacamnya. Namun seringkali konektivitas yang
terjadi alami menurunkan produktivitas kerja alias koneksi-koneksi tersebut
tidak merangsang inovasi. Sharing economy alias “ekonomi berbagi” alias
crowdsourcing merupakan fitur utama ekonomi berbasis Internet. 

Saling berbagi secara
demokratis bernuansa egaliter, walaupun kepemimpinan horisontal bisa juga
terjadi. Si “pemimpin” dalam suatu crowdsourcing mempunyai kapasitas untuk
membangun sesuatu dari nol dengan akselerasi ke muka. Kuncinya adalah perilaku-perilaku
yang sesuai dengan fitur ini.

Perilaku-perilaku sadar
konektivitas bisa menelurkan inovasi, antara lain: memberikan ruang bagi
berbagai pihak untuk mengemukakan ide-ide baru, memfasilitasikan berbagai
persamaan bahkan perbedaan yang membentuk knowledgebase, mengundang konsumen
untuk berbagi pengalaman penggunaan dan hasil akhir luar biasa yang dialaminya,
dan berpartner dengan para pembuat kebijakan baik di dalam perusahaan maupun di
lingkungan luar.

Kolaborasi dengan
kompetitor bisa berbentuk sinergi maupun suatu bentuk kerjasama industri dan
semacam institusi perdagangan. Walaupun “kartel” kedengarannya kurang etis,
banyak bentuk kerjasama bisnis menyerupai bentuk ini. Semakin banyak
anggotanya, semakin besar daya inovasi yang dimiliki, sepanjang kerja sama ini
mempunyai visi inovatif yang bisa dipertanggungjawabkan.

Semakin jarang manusia di
abad ke-21 ini yang masih belum mengenal teknologi yang memperkecil jarak dan
mempersingkat waktu pencapaian. Internet dan smartphone sebagai contohnya,
memberikan kesempatan yang tidak mungkin dicapai dua dekade lampau. Sekarang
kita bisa kerjakan dalam beberapa menit hal-hal yang dulu mencapai
berbulan-bulan lamanya. 

Kekuatan akan akselerasi
dan velositas ini mempererat konektivitas. Universitas-universitas berbasis
online dengan BlackBoard maupun Moodle, misalnya, merupakan contoh nyata
bagaimana konektivitas horisontal memberikan kesempatan saling belajar satu
sama lain. Para profesor dan instruktur pun hanya merupakan mentor, coach,
maupun fasilitator. 

Konsep micromanaging
sudah lama basi. Result-driven dan result-oriented merupakan default state yang
mana kemampuan sumber daya manusia juga sudah mencapai titik swadaya dan
berpikir mandiri. 

Tantangan terbesar
Indonesia dalam menemukan konektivitas yang membuahkan inovasi adalah kemampuan
sumber daya manusia yang mungkin belum mencapai swadaya dan berpikir mandiri
yang memadai. Idealnya, baik pebisnis maupun pekerja kerah putih berupaya untuk
memandirikan pemikiran-pemikiran yang berseliweran di dalam tubuh organisasi.

Dengan mengakui kelebihan
setiap individu anggota, kerja sama berbasis sinergi semestinya bukan masalah. Budaya
organisasi yang dewasa mungkin masih perlu ditingkatkan, meningat budaya
patrilineal Indonesia dan budaya “ya, pak!” yang kental.

Kunci inovasi berikutnya
adalah konektivitas tercatat. Knowledgebase record alias knowledge management
mencatat konektivitas apa saja yang menghasilkan inovasi-inovasi tertentu.
Dengan kata lain, tanpa transkrip pencatatan yang lengkap, akan sangat sulit
untuk mengulang sukses yang sama.

Akhir kata, semakin
banyak konektivitas yang dimiliki, semakin besar kemungkinan untuk memperoleh
materi maupun akselerasi inovasi. Sebagai contoh, corporate university alias
universitas korporat bisa menjadi tempat tumbuhnya inovasi dengan subur. Dengan
berkomunikasi melalui sistem Web, catatan-catatan terjadi dengan sendirinya.
Ini menghemat waktu dan sumber daya. 

Penggunaan Moodle sebagai
open source system universitas korporat menekan biaya dan kualitas interaktif
secara sistem sudah bisa diandalkan. Yang diperlukan hanyalah kerajian log-in
dan berkoneksi secara aktif sebagaimana dilakukan di Facebook dan Twitter. Di
sini, proses belajar menjadi proses berbagi dan sebaliknya. Di sini, pembelajar
adalah fasilitator belajar dan sebaliknya. 

Konektivitas meningkatkan peluang berinovasi. Diperlukan
semangat yang sama dengan semangat bersosial media. Ekstra rasa ingin tahu dan
kuriositas serta semangat menolong dengan knowledgebase yang dimiliki merupakan
nilai plus.[]

KONTAN Weekly, 1-8 April 2013

Pin It on Pinterest

Share This