Select Page


[Download PDF KONTAN DAILY Kunci Sukses Netflix]

oleh Jennie M. Xue

Didirikan oleh Reed Hastings dan Marc Randolph di tahun 1997 di Los Gatos, sisi kaya dari Silicon Valley yang memang sudah kelimpahan dollar, Netflix bermula dengan penyewaan video DVD via pos. Penulis sendiri termasuk salah satu pelanggan pionir di masa itu.

Terhitung April 2019, kini telah ada 148 juta pelanggan dari seluruh dunia. Pasar AS mencakup 60 juta pelanggan. Luar biasa.

Diawali dengan “mimpi” bisnis bermodel Internet dengan ultra bandwith sehingga semua video dapat distreaming tanpa buffering sama sekali, Hastings dan Randolph perlu “takluk” hanya dengan penyewaan dulu. Di akhir 1990an dan awal 2000an, bandwith Internet masih sangat terbatas, termasuk di pusat IT dunia Silicon Valley.

Di tahun 2010, streaming dimulai di Canada. Di tahun 2012, Netflix Original memproduksi dan mendistribusikan video-video karya sendiri.

Salah satu kehebatan Netflix adalah kemampuan mempertahankan pelanggan subskripsi yang mencapai 90 persen. Dalam artikel ini, kita bahas beberapa strategi Netflix yang membuatnya mampu bertahan dengan sangat baik di sektor yang sudah mulai tersaturasi, yaitu provider video streaming.

Satu, menolak VPN (virtual private network).
Aplikasi ini biasanya digunakan untuk dapat mengakses berbagai situs yang ditargetkan untuk wilayah-wilayah tertentu. Jadi dengen menggunakan VPN yang membuat browser kita seakan-akan berasal dari negara tertentu, kita dapat menonton video-video tertentu di Netflix. Jadilah mereka kini menolak penggunaan VPN untuk mempertahankan eksklusivitas.

Dua, menawarkan judul berdasarkan region penonton.
Inilah salah satu alasan mengapa Netflix sangat mengandalkan “kejujuran” para pelanggan, karena dengan aplikasi VPN, regionalisasi tidaklah banyak berperan. Namun Netflix belum berhasil untuk 100 persen mempagari diri mereka dengan firewall yang anti VPN. Jadilah masih ada kebobolan di sana sini dari pelanggan yang ingin menonton video untuk wilayah-wilayah tertentu.

Tiga, memproduksi film sendiri dan akuisisi film.
Terhitung 2010, Netflix telah memproduksi berbagai film standalone dan film seri, termasuk miniseri. Alasannya? Produsen-produsen besar eventually akan membangun bisnis streaming sendiri, sehingga akses akan film semakin terbatas bagi para provider seperti Netflix, Hulu, dll.

Empat, penggunaan data konsumen.
Sebagaimana Amazon yang selalu merekomendasikan produk, Netflix juga demikian. Hampir tidak pernah ada hari tanpa rekomendasi “film serupa.” Dan konsumen tampaknya juga tidak keberatan dengan penggunaan data konsumsi mereka, sepanjang memperindah pengalaman.

Lima, kenaikan harga berkala (elastisitas harga).
Elastisitas harga tidak mudah dipraktekkan. Netflix pernah lakukan dan ini membuat mereka kehilangan 500.000 pelanggan dalam sekejap alias ber-churn rate tinggi. Tampaknya se-elastis apapun harga, ada batasnya.

Enam, menguasai media sebagai ajang pemasaran.
Berbagai bentuk newsjacking, engagement di sosial media, dan trailer video sangat membantu pemasaran mereka. Newsjacking sendiri artinya menggunakan momentum berita tertentu untuk mempromosikan diri. Dengan jutaan judul yang mereka miliki, tentu ini sangat dimungkinkan.

Tujuh, strategi pemasaran digital dengan konten.
Content marketing strategy mereka termasuk handal dengan mentargetkan berbagai segmen, termasuk para penggila film, miniseri, dan per genre.

Asyik bukan? Setiap film Netflix bisa dibangun momentumnya dan mampu menghasilkan konten-konten yang membahas berbagai segi. Ini sama sekali tidak tampak sebagai “promosi,” malah terjun langsung ke arus tengah kultur pop.

Para pendiri Netflix luar biasa resourceful dan telah sejak awal berpikir “melampaui zamannya.” Dunia bisnis konten telah semakin dewasa dan Netflix adalah salah satu sepuhnya yang berawal dari disrupsi penyewaan DVD yang mematikan Blockbuster dan toko-toko penyewaan video lainnya.

Akhir kata, ide “sederhana” Netflix untuk menyajikan video streaming ke seluruh jagad bumi telah tercapai dan dalam prosesnya telah mendisrupsi beberapa industri. Luar biasa efek Netflix ini. Sesuatu yang worth it sekali untuk dijadikan benchmark. Salam hangat.[]

KONTAN DAILY, Jumat, 21 Juni 2019

Pin It on Pinterest

Share This