[Download PDF KONTAN DAILY Bath and Body Works]
oleh Jennie M. Xue
Beberapa tahun lalu, setiap kali pulang kampung ke Indonesia dan Filipina, dua sahabat saya Anita dan Marianna selalu membawa berpuluh-puluh botol spray cologne, sabun cair wangi, dan lilin aromaterapi dalam koper mereka yang diberangkatkan dari airport SFO (San Francisco). Alasannya simpel: titipan handau taulan.
Ternyata di dua negara Asia Tenggara ini, produk-produk Bath and Body Works (BBW) merupakan idola nomor satu. Sekarang, BBW telah penetrasi pasar dengan sangat baik di Indonesia.
Toko pertama BBW dibuka di Cambridge, Massachusetts (dekat Universitas Harvard) di tahun 1990. Selain dijual di toko-toko pakaian bermerek “Express” yang juga dimiliki oleh L Brands. Merek ini dapat dijumpai di hampir setiap mal di AS.
Kantor pusat BBW berlokasi di Negara Bagian “Heartland” Ohio. “Heartland” merupakan “panggilan manis” untuk negara-negara bagian tengah-utara AS termasuk Ohio. Ada kesan “kerinduan akan alam yang asri” di daerah perkebunan di sana.
Kini di AS saja, telah berdiri 1665 toko BBW di 50 negara bagian plus beberapa teritori. Selain itu, produk-produk BBW juga dapat dibeli di Timur Tengah, Amerika Latin, Rusia, Turki, Singapura, dan Indonesia.
BBW merupakan bagian dari The L Brands atau The Limited Brands (Stock: LTD), yang juga membawahi Victoria’s Secret, PINK, Henri Bendel and La Senza. Di tahun 1997, BBW mempunyai secondary line bernama White Barn Candle Company.
Setiap tahun, BBW mengeruk omzet sekitar USD 1,6 miliar atau lebih. Bahkan omzet L Brands’ keseluruhan mencapai USD 11 miliar atau lebih.
Produk-produk L Brands yang “intimate” seperti pakaian dalam (lingerie) dan wewangian merupakan produk-produk favorit perempuan yang banyak diberitakan di majalah-majalah gaya hidup dan memenuhi mal-mal. BBW dipromosikan melalui berbagai kanal media online dan print, termasuk di lini-lini milik L Brands sendiri. Bahkan cukup banyak “fan blog” yang bercerita tentang produk-produk BBW dan pengalaman mereka.
Produk-produk BBW termasuk kategori “affordable luxury” alias “kemewahan yang murah meriah” yang sangat banyak penggemarnya. Begitu “teradiksi,” tentu saja pembelian berulang bisa dipastikan. Berbeda dengan produk-produk luks seperti Chanel, Hermes, Louis Vuitton, La Perla, dan Bally yang menguras biaya besar.
Dengan “pull marketing” melalui media dan kategori produk yang memungkinkan pembelian berulang-ulang, BBW berkembang pesat.
Yang menarik lagi, ternyata BBW punya pendiri fiksional bernama “Kate.” Berbeda dengan Victoria’s Secret dan The Body Shop yang punya kisah pendirian yang unik dan personal, BBW tidak punya. BBW merupakan bagian dari konglomerasi The L Brands, jadilah Miss “Kate” pendiri BBW.
Begini kisahnya:
Kate dibesarkan di sebuah perkebunan di Midwest. Ia senang membuat sendiri produk-produk kecantikan dengan bahan-bahan alami dari kebunnya. Di bangku universitas, ia mengambil jurusan Biologi sehingga lebih mengerti manfaat-manfaat berbagai bahan alami. Ketika ia lulus sarjana, ia menjual produk-produk buatannya secara profesional. Jadilah Bath and Body Works!
Di tahun 1997, “Kate” bahkan disebut dalam Annual Report The Limited Brands, sebagai “spirit” dan nilai-nilai personal BBW. Setiap produk mempunyai “essential Kateness” yang mencerminkan kealamian bahan, kefemininan packaging, dan kesegaran produk.
“Kate” merupakan maskot emosional produk BBW yang mendekatkan merek dengan konsumen.
Di tahun 2008, BBW mengalami rebranding besar-besaran dengan packaging dan rupa baru. Bahkan merek kecantikan pihak ketiga (third-party brands) seperti Caudalie, Murad, dan Frederic Fekkai mendapat tempat di toko BBW. Namun akhirnya, merek-merek tersebut pindah ke Sephora. Kini, hanya True Blue Spa dan C.O. Bigelow yang masih dijual di toko-toko BBW.
Terhitung 2014, produk-produk klasik BBW seperti seri White Barn juga dipasarkan di toko-toko milik The L Brands lainnya. Jadi, ada cross-selling dengan berbagai produk pihak ketiga dan dengan sister companies.
Konklusinya, strategi bisnis BBW berporos kepada filosofi “Wewangian dari Anda untuk Anda.” Dengan sosok fiktif “Kate” yang dekat dengan spirit para konsumen, BBW memberikan kesan “homemade” padahal dibangun dan dibesarkan oleh grup konglomerasi fashion besar The L Brands.
Strategi pemasarannya pun unik, karena tidak pernah memasang iklan di majalah-majalah maupun product placement lainnya. Mereka mengandalkan publisitas organik yang melibatkan konsumen dan fan yang fanatik. BBW juga aktif di media sosial, termasuk di Facebook, namun dengan iklan “tersamar,” sehingga memberi kesan “homemade.”
Akhir kata, produk-produk wewangian dan kecantikan selalu dapat diandalkan sebagai “cash cow.” Dengan mendekatkan diri dengan konsumen melalui berbagai kanal publisitas “pull” dan maskot yang bersahabat, penetrasi produk semakin mendalam dan organik.[]
KONTAN DAILY, Jumat, 9 Desember 2016