[Download PDF KONTAN DAILY Ketika Pecundang Mendirikan WhatsApp]
oleh Jennie M. Xue
“WA saja ya,” sering kali terdengar di antara teman dan rekan kerja. Dulu, istilahnya “BBM saja ya.” WA singkatan dari WhatsApp, aplikasi iPhone dan Android yang digunakan untuk komunikasi chatting dalam bentuk teks, gambar, video, and audio. WA telah cukup lama menggantikan fungsi SMS, BBM, dan bahkan telpon interlokal.
Dengan adanya WA, komunikasi telpon genggam lebih efisien dan ekonomis, sepanjang sambungan Internet 3G dan 4G berjalan lancar. Mengingat ia bekerja baik hanya ketika Internet bekerja.
Namun tidak semua orang kenal siapa figur di belakang WA, sejarahnya, dan bagaimana strategi bisnisnya.
WA didirikan oleh Brian Acton, seorang jebolan kolese yang tidak lulus sarjana. Ia bekerja sebagai software engineer terlepas dari tidak memiliki gelar akademis. Keahliannya mengantarnya hingga menjadi Vice President of Engineering di Yahoo!
Setelah posisi di Yahoo!, ia melamar di Twitter namun ditolak bulan Mei 2009. Setelah itu, ia juga tidak diterima bekerja di Facebook beberapa bulan kemudian.
Akhirnya, ia memutuskan untuk membangun startup yang kini dikenal sebagai WhatsApp. Berpartner mantan kolega bernama Jan Koum, mereka bekerja tanpa mendapatkan gaji.
Empat tahun kemudian, WA diakuisisi oleh Facebook dengan nilai USD 19 miliar. Tampaknya menjadi “pecundang” sementara merupakan berkat, karena ia segera menjadi salah satu orang terkaya di dunia. Ada beberapa guyonan yang beredar di dunia maya, bahwa engineer yang ditolak Facebook malah menjadi miliarder karena diakuisisi Facebook.
Keputusan Facebook ini cukup mencengangkan mengingat WA kurang popular di Amerika Serikat. Namun dengan pengguna sebesar 600 juta orang di seluruh dunia dengan estimasi omzet tahunan mencapai USD 20 juta, Facebook melihat ini sebagai kesempatan emas untuk ekspansi.
Jumlah pesan WA yang dikirimkan setiap hari mencapai jumlah SMS sedunia yaitu 50 miliar pesan. Dengan penambahan pengguna satu juta orang per hari, WA merupakan raksasa yang sangat lebar cakupan guritanya namun berbentuk mungil.
Kasus WA mungkin paling tepat untuk menggambarkan bagaimana suatu bisnis mempunyai fungsi sosial luar biasa, menduplikasi pengguna secara otomatis, tanpa iklan, dan biaya subscription per tahun hanya satu dollar setelah tahun pertama. Semua berjalan secara hampir otomatis tanpa perlu usaha pemasaran sama sekali.
Hari ini, WA mempekerjakan 50 orang dengan 32 orang engineer di antaranya. Jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan nilai valuasi dan jangkauannya yang mengglobal. Diperkirakan, dalam beberapa tahun di muka, penggunanya mencapai satu miliar orang.
Mungkin strategi bisnis WA sangat tidak konvensional dan sulit untuk ditiru, mengingat tidak banyak produk yang mampu menduplikasi pengguna secara otomatis. Namun, semangat dan keyakinan diri dan akan produk para pendirinya sangat perlu ditiru.
Keberadaan WA kini bagaikan keberadaan email yang langsung menggantikan fungsi faksimili. WA kini menggantikan fungsi SMS, BBM, dan telpon interlokal sekaligus.
Tiga poin penting pembelajaran dari studi kasus WA.
Pertama, ide jenial akan bertumbuh kembang dengan baik, sepanjang dipupuk dengan semangat, nafas panjang, dan keyakinan. Terkadang, ketika kita ditolak oleh lingkungan, kita dipacu untuk semakin berprestasi.
Kedua, sepanjang suatu produk mampu menggantikan fungsi produk-produk lain, ia mempunyai tempat di pasar. Pertanyaannya tinggal: apakah pasar siap menerimanya. Untuk kasus WA, pasar sangat siap menerimanya karena faktor ekonomis dan efisiensi.
Ketiga, produk dengan fitur duplikasi otomatis mempunyai skalabilitas yang tidak terhingga (unlimited scalability). Ini sangat ideal di era Internet, Web, dan smartphone. Intinya adalah ide yang diberi tempat dan kesempatan berkembang.
Buatlah produk yang menambah nilai dengan fitur ekonomis dan responsif terhadap kebutuhan. Snapchat, misalnya, menggabungkan fungsi WA dengan Instagram walaupun lebih spontan dengan auto-delete. Slack, misalnya, menggabungkan fungsi WA dengan project management untuk team chat-nya yang dapat digunakan untuk mengirimkan berbagai file.
Akhir kata, setiap hari, startup berlomba-lomba mendisrupsi dunia bisnis dengan berbagai teknologi dan hanya segelintir yang mempunyai nasib sebaik WA. Kita bisa banyak belajar dari fenomena ini.[]
KONTAN DAILY, Jumat, 27 Januari 2017