Select Page

hands 1500x900
Kontan Logo

KONTAN Daily Kesempatan dan Strategi Exit Bubble Baby Boomer

oleh Jennie M. Xue

Anda pasti pernah dengar tentang housing bubble alias gelembung properti dan financial bubble alias gelembung produk-produk finansial. Kini exit bubble sedang terbentuk. “Exit bubble” adalah gelembung yang disebabkan oleh para baby boomer yang pensiun dari kegiatan-kegiatan bisnis mereka. Di negara-negara “tua,” seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia-Pacific, dan Asia Timur, dalam kurun waktu lima tahun, ada lima juta baby boomer yang pensiun dari kegiatan bisnis. Dalam kurun waktu 15 tahun, akan ada 10 juta yang pensiun.

Bagi para globalis yang memandang dunia ini hanya selebar daun kelor dan gemar memburu bisnis hingga ke ujung dunia, pengalihan bisnis dari para baby boomer ke Generasi X dan Generasi Y sudah mulai terjadi. Berbagai bisnis kecil dan menengah (SME businesses) pun bisa dibidik. Gelembung exit akan membesar hingga 15 tahun mendatang.

Dengan globalisasi yang membuat batas-batas geografis lenyap, kapital sangat mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Berbagai bisnis kecil dan bisnis keluarga bisa saja diambilalih dengan mengikuti Hukum Bisnis di negara yang bersangkutan. Bisnis-bisnis berbasis jasa seperti restoran, salon, pendidikan, dan pelatihan cukup sederhana untuk dipindahtangankan.

Di Singapura, misalnya, restoran-restoran khas Italia yang berasal dari negara asalnya juga menjamur. Demikian juga rumah makan-rumah makan dan hotel-hotel yang didirikan oleh para penanam modal Jepang, Korea, dan Tiongkok. Di Jepang, berbagai bisnis bakery yang membutuhkan tenaga dan supervisi fisik juga sedang menunggu penanam modal penerus.

Menurut Pricewaterhouse Cooper (PwC), di Australia saja sepertiga dari 1,54 juta bisnis privat SME akan mencapai usia 55 di tahun 2024, sehingga sudah waktunya pensiun. Dan dalam 10 tahun saja, akan ada 1,4 juta pemilik bisnis kecil yang mempekerjakan 7,9 juta orang dan mengkontribusikan USD 500 miliar PDB Australia akan pensiun.

Exit strategy merupakan kebutuhan dan para konsultan bisnis sedang mempersiapkan diri untuk memasuki niche baby boomer yang pensiun ini. Para pensiunan generasi ini juga perlu mempersiapkan diri dengan berbagai strategi agar bisa mendapatkan optimasi di era resesi global ini. Apalagi dengan over supply bisnis yang dijual dan dilemparkan ke pasar.

Di AS, 75 persen dari baby boomer tidak punya exit strategy, walaupun 85 persen aset mereka tersandera sebagai aset bisnis. Bagi para venture capitalist, ini adalah berita baik. Dari segi pembeli bisnis, situasi ini serupa dengan kebanjiran stok properti di AS yang masih saja belum pulih dari foreclosure crisis alias krisis properti yang dimulai di tahun 2007 dan diamplifikasi oleh resesi 2008.

“Exit strategy” sendiri mempunyai definisi luas. Seorang pemilik SME bisa saja melakukan exit strategy tanpa menjual aset bisnis. Strategi kreatif lainnya termasuk profit-sharing dan equity ownership. Kemungkinan lain termasuk mantan pemilik dan pendiri SME sebagai anggota Board of Director maupun konsultan luar yang diperhitungkan suaranya. Kemungkinan lainnya adalah transisi ke bisnis SME baru yang lebih ringan manajemen operasionalnya sehingga bisa didelegasikan semi autopilot.

Menurut statistik di AS, hanya 25 persen dari pemilik bisnis pensiun yang berhasil menjual bisnis mereka dengan harga dan pemenuhan persyaratan yang memadai. Jadi, kegagalan penjualan bisnis mencapai 75 persen. Penyebabnya? Kurang solidnya exit strategy.

Bagi baby boomer, exit strategy melibatkan kesiapan emosional, disamping finansial. Sebaiknya investasi yang menghasilkan unearned income telah berjalan cukup baik selama 1ñ2 tahun, sebelum memutuskan untuk pensiun sepenuhnya. Juga pertimbangkan untuk downsizing tempat tinggal sehingga memperkecil biaya perawatan rumah.

Bagi pemilik modal yang berniat mengambil alih bisnis para baby boomer, yang perlu diperhatikan adalah valuasi yang optimal berdasarkan industri dan revenue tahunan. EBITDA (earning before interest, taxes, depreciation, and amortization) merupakan pertimbangan utama. Pastikanlah bahwa angka-angka yang ditulis itu benar. Audit dengan teliti.

Akhir kata, dalam satu dan dua dekade di muka, semakin banyak SME di negara-negara maju yang ditinggalkan oleh para pemiliknya karena faktor usia. Bagi para venture capitalist, ini adalah kesempatan berharga untuk masuk di pasar-pasar yang lukratif namun sebelumnya sulit dimasuki.[]

KONTAN Daily, Jumat 19 Desember 2014

Pin It on Pinterest

Share This