[Download PDF KONTAN WEEKLY Kerja ala Hygge Denmark]
oleh Jennie M. Xue
Amerika Serikat dikenal dengan kebebasan berpendapatnya (dengan pengecualian era administrasi Trump yang memusuhi pers bebas), sebagaimana Denmark dikenal dengan gaya hidup dan gaya kerja hygge-nya. Apa sih sebenarnya gaya hygge? Adakah hubungannya dengan indeks kebahagiaan dunia (World Happiness Index) Denmark yang sering kali teratas? Di tahun 2016, AS hanya menduduki ranking ke-13.
Dilafalkan “huga,” hygge merupakan filosofi khas Denmark yang mengutamakan kehidupan berkualitas penuh persahabatan dengan stres minimal. Hygge merupakan antitesis dari gaya hidup Wall Street di NYC yang super kompetitif, bergaya dengan merek-merek selangit, dan ultra materialistik.
Di Silicon Valley, Seattle, dan Portland yang sarat dengan para hipster alias “para hippie intelektual” yang cerdas dan artistik, hygge masih selaras namun tetap ada perbedaan. Gaya kerja hygge tidak seambisius di AS. AS dikenal dengan hari libur terbatas setiap tahun dan kerja overtime ala workaholic.
Hygge merupakan gaya hidup hipster yang telah mendarah daging menjadi filosofi hidup, bekerja, dan bernegara. Hygge merupakan kultur arus utama (mainstream) di Denmark, sedangkan hipster di AS merupakan gaya hidup sekelompok individu yang lebih menghargai karya-karya seni dan intelektual, termasuk teknologi.
Gaya berpakaian super sederhana itu-itu saja Mark Zuckerberg dan Steve Jobs bisa digolongkan ke dalam “hipster.” Namun seorang hipster lebih dari sekedar gaya berpakaian, sebagaimana juga seorang peminat hygge.
Dalam konteks bekerja, hygge diterjemahkan dengan nada kasual, atmosfir kasual, dan gaya berpakaian kasual. Mirip hipster begitulah gayanya dan mempunyai keunikan istimewa. Gaya hygge menggabungkan rasa super nyaman menjadi diri sendiri dengan rasa nyaman dalam konteks komunal.
Hipster di AS mungkin agak “terlalu nyeni” dengan gaya bohemian dan grudge, sedangkan hygge di Denmark elegan dan minimalistik, yang tercermin dalam berbagai fungsi. Warna-warna natural dan hitam menjadi favorit. Dan gaya kerja saling percaya namun sangat result-oriented merupakan pilihannya.
Dalam ke-hygge-an, seseorang dihormati atas hasil kerja dan ketepatan hasil, sebagaimana Danish telah dididik sejak di bangku Sekolah Dasar bahwa setiap individu mempunyai tempat tersendiri di dunia yang tidak tergantikan.
Kultur hygge ini juga sangat menghargai lingkungan dan lingkungan rumah. Berbeda dengan gaya hidup AS yang melahirkan kafe-kafe macam Starbucks, gaya hygge lebih mengutamakan kenyamanan di dalam rumah yang hangat dan didekorasi minimalis lapang.
Bisa dipahami mengapa interior desain sangat maju di Skandinavia, seperti furnitur minimalis BoConcept dan sistem audio Bang & Olufsen. Lebih make sense bagi mereka untuk menjadikan tempat tinggal sebagai investasi daripada membuang uang USD 5 per cangkir kopi di Starbucks.
Kultur hygge sangat menghargai bentuk minimalis (form and look) dan rasa yang nyaman (feel). Minimalis-nyaman ala hygge membentuk gaya komunikasi, gaya kerja, dan gaya berbisnis. Mereka menghargai narasi dari sebuah obyek, sehingga dapat dipahami mengapa mereka juga sangat menghargai histori dan narasi dari seseorang dan suatu institusi.
There must be a story behind something or someone. Nilai-nilai historis dan memori membentuk anyaman hygge filosofis.
Di tempat kerja, filosofi hygge diterjemahkan dengan mementingkan suasana rileks, kasual, narasi aman dan tenang, kedekatan secara psikologis, dan being here and now. Secangkir kopi, cookie, potluck party, bekerja di taman, bekerja dari rumah via Internet, dan membawa keceriaan dari dalam hati terlepas dari kondisi cuaca.
Yang terakhir ini sangat menarik untuk dikupas. Denmark dikenal dengan iklim yang cukup dingin, walaupun termasuk moderate. Sinar matahari tidak selalu tampak terang, terutama di musim dingin. Sedangkan aktivitas olah raga musim dingin tidak sebaik di Norwegia atau Swedia, jadilah mereka lebih banyak tinggal di dalam rumah ber-hygge-ria.
Ini mendorong Danish untuk selalu ingat untuk membawa ke-hygge-an di dalam diri mereka. Kondisi alam yang tidak selalu cerah tidak perlu mengganggu mood baik. Teladan yang baik bagi kita semua, apalagi Indonesia dikaruniai dengan sinar matahari terang-benderang selama 12 bulan penuh.
Alangkah menyenangkan di tempat kerja, apabila para kolega saling menghargai dari lubuk hati terdalam, rileks dan bernarasi damai dan tenang. Rendah hati dan sederhana, tidak perlu menggembar-gemborkan prestasi namun biarlah karya yang berbicara.
Suasana hygge tidak dapat dibeli dengan uang, namun hanya dapat dirasakan. Sekarang, mari kita bekerja ditemani secangkir kopi dan musik easy listening. Hati kita tersenyum. Karya hebat pun tercipta.[]
KONTAN WEEKLY, 8-14 Mei 2017