Select Page

[Download PDF KONTAN WEEKLY Kepemimpinan Holistik]

oleh Jennie M. Xue

Kepemimpin holistik merupakan gaya kepemimpinan di mana si pemimpin tidak hanya memandang dirinya sebagai “pemimpin,” namun juga memiliki kedalaman pemahaman akan mereka yang dipimpin. Pemahaman ini dalam konteks “habitat” alias ruang bergerak. Jadi, ada tiga faktor: pemimpin, yang dipimpin, dan lingkungan.

Kepemimpinan holistik yang ideal merupakan perjalanan yang melibatkan semua pihak dalam suatu transformasi secara komprehensif.Ini mencakup fisik, psikis, dan spiritual dalam setiap aktivitas kepemimpinan, termasuk dalam menyelesaikan tugas, pengambilan keputusan, dan berkomunikasi.

Dibandingkan dengan kepemimpinan teknis yang hanya berfokus kepada segi teknis (hard skills) dalam memimpin, kepemipinan holistik berfokus kepada harmoni dan keseimbangan kehidupan (soft skills). Tingkat kesulitannya berbeda, karena kepemimpinan holistik tidak dapat diukur secara kuantitatif, namun dapat dirasakan dari kualitas dan rasa positif.

Dalam prosesnya, kepemimpinan holistik ini sangat dipengaruhi oleh kualitas kerja sama antara si pemimpin dan yang dipimpin. Dalam kerja sama ini, menurut riset psikologi kepemimpinan, ada empat domain yang perlu diasah: analitis, konseptual, emosional, dan spiritual. Bagaimana caranya?

Satu, menjadi tuan bagi diri sendiri.
You are your own master. Apa yang kita pikirkan, rasakan, dan perbuat merupakan tanggung jawab kita sendiri. Jangan menyalahkan orang lain. Don’t blame others. Perhatikan setiap kali pikiran dan perasaan muncul. Bangun kepekaan akan apa yang telah, sedang, dan akan terjadi. Skill ini penting dalam memimpin.

Dua, mengasah kepemimpinan pemikiran.
Thought leadership hanya dapat diasah dengan mengolah pikiran secara kritis. Bisa dimulai dengan menuliskan poin-poin sehingga struktur dan konsep semakin jelas dalam setiap aktivitas. Semua ada makna dan tujuan. Ini perlu dijelaskan kepada subordinat sehingga kekompakan dapat dibangun. Saling mengingatkan sehingga perjalanan bisa berjalan seiring.

Tiga, menjadi coach bagi diri sendiri dan orang lain.
Gol perlu ditangani dengan konfiden dan teliti. Dengan kata lain, perlu kesungguhan agar deadline dapat dicapai. Mencapai gol tepat waktu merupakan tugas seorang coach yang utama. Ketika Anda menjadi coach bagi diri sendiri, perspektif holistik obyektif merupakan keharusan, sehingga mau tidak mau ini akan semakin terasah.

Empat, menerapkan hidup sehat berimbang.
Seorang pemimpin holistik idealnya hidup sehat berimbang fisik dan psikis. Ini penting bagi diri sendiri dan mereka yang dipimpin karena memberi rasa yakin bahwa setiap keputusan diolah secara optimal. Kesehatan psikis termasuk keyakinan akan diri, kemampuan diri, dan kemampuan orang lain sehingga tercipta emosi positif.

Lima, mengenali lingkungan.
Kenali domain lingkungan dari yang terdekat hingga yang terjauh. Dari lingkungan tim, grup, divisi, departemen, korporasi, asosiasi korporasi, kota, negara, dan dunia. Keputusan perlu diambil berdasarkan konteksnya, sebagaimana setiap kegiatan. Sesuatu dan seseorang tidak pernah terlepas dari konteksnya. Ini perlu selalu diingat, karena setiap kesuksesan dan kegagalan erat hubungannya dengan kondisi lingkungan yang bertingkat tersebut.

Jadi, kepemimpinan holistik merupakan proyeksi dari diri yang multidimensi. Dan semakin matang setiap dimensi diri, semakin tranformasional kepemimpinan seseorang. Dari konsepsi abstrak hingga eksekusi langsung pasti ada tingkat dan gradasi warna. Ini perlu dikenali dalam diri, sehingga apa yang diproyeksikan sesuai dalam lingkup yang dimaksud.

Idealnya, setiap pemimpin C-level memimpin secara holistik. Dimensi teknis (hard skills) tentu masih diperlukan karena setiap bisnis dan aktivitas tidak pernah terlepas dari ketrampilan keras. Namun, demi sukses jangka panjang suatu organisasi, diperlukan kepemipinan multidimensi dan pemahaman mendalam mengenai kondisi-kondisi psikis dan teknis para subordinat.

Kualitas kepemimpinan holistik akan bermuara kepada kultur yang dapat dirasakan. Semakin positif, semakin baik bagi semua. Produktivitas meningkat dan kebahagiaan di tempat kerja semakin merata. Semua dimulai dari dalam diri sendiri.

Akhir kata, mari menerapkan kepemimpinan holistik dari tim terkecil di tempat kerja. Dengan demikian, kita akan semakin terbiasa berpikir dan bertindak dalam struktur bertingkat dan lingkungan tertentu secara komprehensif. Kita semakin peka terhadap orang lain dalam konteks apapun, sehingga gol-gol kerja dapat lebih mudah diterapkan.[]

KONTAN WEEKLY, 5-11 Juni 2017

Pin It on Pinterest

Share This